Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak anjlok sekitar 1 persen pada perdagangan Jumat, 28 Februari 2025. Harga minyak mencatat penurunan bulanan pertama sejak November, seiring pasar bersiap hadapi tarif dagang Amerika Serikat (AS). Selain itu, keputusan Irak untuk melanjutkan ekspor minyak dari wilayah Kurdistan.
Mengutip CNBC, Sabtu (1/3/2025), ketidakpastian seputar rencana dimulainya kembali produksi OPEC pada April dan pembicaraan yang sedang berlangsung untuk mengakhiri perang di Ukraina juga bebani sentimen investor.
Advertisement
Baca Juga
Harga minyak Brent untuk kontrak Mei yang lebih aktif turun 86 sen atau 1,16 persen dan ditutup ke posisi USD 73,18 per barel. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) merosot 59 sen atau 0,84 persen ke posisi USD 69,76 per barel.
Advertisement
Adapun Baghdad akan mengumumkan dimulainya kembali ekspor minyak dari wilayah semi-otonom Kurdistan melalui jaringan pipa Irak-Turki, menurut Kementerian Minyak Iran.
Iran akan ekspor 185.000 barel per hari melalui pemasar minyak negara SOMO, dan jumlah itu akan naik secara bertahap, demikian disampaikan Kementerian tersebut.
Pengumuman itu meski sudah diharapkan, delapan perusahaan minyak internasional yang beroperasi di wilayah Kurdistan menuturkan tidak akan melanjutkan ekspor pada Jumat pekan ini seiring tidak ada kejelasan mengenai perjanjian komersial dan jaminan pembayaran untuk ekspor yang lalu dan ke depan.
"Dimulainya kembali ekspor menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana Irak akan mematuhi kewajiban OPEC+, setelah secara teratur memproduksi di atas kuotanya,” ujar Head of Research Onyx Capital Group, Harry Tchilinguirian.
"Jika OPEC+ menunda pengembalian 120.000 barel per hari dari pemotongan sukarela yang dimulai pada April, peningkatan di Irak akan melampaui batasan tersebut,” ia menambahkan.
Menanti Kebijakan OPEC+
OPEC+ sedang berdebat apakah akan meningkatkan produksi minyak pada April sesuai rencana atau membekukannya seiring anggotanya berjuang untuk membaca gambaran pasokan global. Hal itu disampaikan delapan sumber OPEC+.
Analis Senior Price Futures Group, Phil Flynn menuturkan, penundaan dapat membuat harga keluar dari kisaraan saat ini. “Saat ini harga minyak berfluktuasi dalam kisaran perdagangan, tetapi penundaan akan menaikkan harga. Secara umum, minyak, bensin dan solar menjadi bullish jelang Paskah,” ujar dia.
Ekonom di BMI Fitch menuturkan, pelaku pasar sedang berjuang mengukur dampak dari semua pengumuman kebijakan terkait energi yang dibuat oleh Pemerintahan Presiden AS Donald Trump bulan ini.
Pada Kamis pekan ini, Donald Trump menuturkan, tarif 25 persen yang diusulkan untuk barang-barang Meksiko dan Kanada akan berlaku pada 4 Maret, bersama dengan bea tambahan 10 persen untuk impor China.
Advertisement
Dibayangi Perang Dagang
Para pedagang mengurangi risiko di tengah meningkatnya volatilitas yang dipicu oleh Trump yang meningkatkan perang tarif, terutama terhadap China , yang secara signifikan meningkatkan kekhawatiran tentang permintaan global, kata Ole Hansen, kepala strategi komoditas di Saxo Bank.
Perang tarif dapat memperlambat pertumbuhan global, memicu inflasi dan, pada gilirannya, menekan permintaan minyak mentah.
Jajak pendapat Reuters menunjukkan harga minyak Brent akan mencapai rata-rata USD 74,63 per barel pada 2025, sementara minyak mentah AS diproyeksikan mencapai rata-rata USD 70,66.
Namun, harga minyak naik lebih dari 2% pada Kamis karena kekhawatiran pasokan muncul kembali setelah Trump mencabut izin yang diberikan kepada perusahaan minyak besar AS Chevron untuk beroperasi di Venezuela.
