Liputan6.com, Roma - Jasad raja Italia yang kontroversial, Victor Emmanuel III, dipulangkan ke negara asalnya pada hari Minggu 17 Desember 2017.
Victor Emmanuel III, yang memerintah dari tahun 1900 sampai pengunduran dirinya pada tanggal 9 Mei 1946, meninggal di pengasingannya di Mesir.
Sejarawan Aldo Mola mengatakan, izin untuk membawa jenazah ke Italia merupakan permintaan dari House of Savoy, yang dititahkan langsung oleh presiden. Jasad sang raja diterbangkan langsung dari Kairo menuju Roma.
Advertisement
Menurut keterangan Mola, Victor Emmanuel III akan dimakamkan di mausoleum keluarga, Sanctuary of Vicoforte di Italia utara.
Tapi, di lingkup keluarga besar timbul konflik mengenai siapa pewaris sah salah satu dinasti kerajaan tertua di dunia itu. Cicit dari Victor Emmanuel III mendesak agar buyutnya dimakamkan di Pantheon, Roma, bersama raja-raja Italia lainnya.
"Kami telah memimpikan hari ini akan tiba. Keadilan hanya bisa ditegakkan ketika semua raja kami dibaringkan di peristirahatan Pantheon," tutur pria yang menyatakan dirinya sebagai Prince of Naples kepada harian Il Corriere della Sera, sebagaimana dikutip dari Al Arabiya, Selasa (20/12/2017).
Sedangkan jenazah istri Victor Emmanuel III, Ratu Elena of Montenegro, dibawa dari Prancis ke Sanctuary pada hari Jumat. Untuk itulah, jenazah Elena dan Victor diharapkan bisa ditempatkan secara berdampingan.
"Ini sama sekali bukan keputusan kontroversial. Raja-raja lainnya dikuburkan di Pantheon sebagai tempat peristirahatan sementara, sembari menunggu Altare della Patria selesai dibangun," kata Mola.
Altare della Patria juga dikenal sebagai Monumento Nazionale a Vittorio Emanuele II (Monumen Nasional untuk Victor Emmanuel II). Ini adalah sebuah monumen yang dibangun untuk menghormati raja pertama Italia Victor Emmanuel. Monumen ini terletak pada sebuah situs antara Piazza Venezia dan Capitoline Hill.
Di balik monumen tersebut tersimpan Tomb of the Unknown Soldier (Makam Prajurit Tak Dikenal) dengan api abadi. Makam-makam itu dibangun di bawah patung dewi Roma setelah Perang Dunia I, mengikuti gagasan Jenderal Giulio Douf.
Jasad para tentara yang tak bernama itu dipilih pada tanggal 26 Oktober 1921 oleh Maria Bergamas, seorang wanita dari Gradisca d'Isonzo, yang anak semata wayangnya terbunuh selama Perang Dunia I dan jasadnya tidak pernah ditemukan.
Pengkhianat Konstitusi
Orang-orang Italia memilih untuk menghapus monarki setelah Perang Dunia II, menghukum keluarga kerajaan karena berkolaborasi dengan Mussolini yang fasis.
Ketika milisi Blackshirts atau The Milizia Volontaria per la Sicurezza Nazionale berbaris di Roma pada tahun 1922, Victor Emmanuel menolak permintaan pemerintah untuk mengumumkan darurat militer. Tak hanya itu, dia kemudian menyerahkan kekuasaan kepada Mussolini.
Dia kemudian juga sangat dikritik karena menandatangani undang-undang rasial 1938 yang secara kasar mendiskriminasi kaum Yahudi.
Pada tahun 1943, dia berusaha memperbaiki reputasi monarki yang telah usang itu dengan menyuruh Mussolini ditangkap.
Namun, raja disalahkan karena dinilai lambat, menghabiskan waktu 40 hari untuk menghasilkan gencatan senjata dengan Sekutu, yang membuka peluang bagi Jerman untuk menyerang negaranya.
"Dia adalah raja yang mengkhianati konstitusi, menerima fasisme, menandatangani undang-undang yang menekan kebebasan dasar, menandatangani undang-undang rasial, dan membawa Italia ke dalam perang," kata sejarawan Piero Craveri.
Sementara orang-orang Italia menentang keras usulan agar pasangan kerajaan ditempatkan di bekas kuil Romawi Kuno.
"Tidak mungkin menguburkan Victor Emmanuel III di Pantheon ... warisan bersama bangsa ini," kata sejarawan Gianni Oliva kepada La Repubblica.
Sejumlah tokoh dimakamkan di Pantheon, misalnya seniman Raphael dan Annibale Carracci, komposer Arcangelo Corelli, dan arsitek Baldassare Peruzzi.
Advertisement
Pengkhianat Italia
Orang-orang Italia memilih untuk mengakhiri monarki setelah Perang Dunia II, menghukum keluarga yang berkolaborasi dengan paham fasis Mussolini.
Ketika Blackshirts berada di Roma pada tahun 1922, Victor Emmanuel III menolak permintaan pemerintah untuk mengumumkan darurat militer. Ia juga menyerahkan perkara itu kepada Mussolini.
Emmanuel III kemudian dikritik habis-habisan lantaran menandatangani undang-undang rasial 1938, yang secara amat mendiskriminasi orang Yahudi.
"Emmanuel III adalah raja yang mengkhianati konstitusi, menerima paham fasisme, menandatangani undang-undang yang menekan kebebasan hak asasi, menandatangani undang-undang rasial, dan menjerumuskan Italia ke dalam perang," kata sejarawan Piero Craveri.
"Tidak mungkin menguburkan Victor Emmanuel III di Pantheon... tempat yang penuh kenangan untuk bangsa ini," ucap sejarawan Gianni Oliva.