Liputan6.com, Beijing - Pemerintah China telah melakukan modernisasi besar-besaran pada kesatuan militernya dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu disebut-sebut bertujuan untuk menciptakan kekuatan militer yang mampu menandingi Amerika Serikat (AS) dalam risiko perang di masa depan.
Dilansir dari laman Express.co.uk pada Minggu (11/2/2018), armada pesawat militer China disebut sebagai salah satu yang tercanggih saat ini, yakni dengan jangkauan terbang lebih jauh dan efisiensi penggunaan bahan bakar yang mengagumkan.
Juru bicara Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat, Shen Jinke, mengatakan peningkatan jumlah dan kekuatan pesawat perang China bertujuan sebagai misi suci untuk menjaga kedaulatan nasional, keamanan, dan integritas territorial.
Advertisement
Â
Baca Juga
Penambahan kekuatan armada militer China diduga kuat berupa pengadaan jet tempur WS-15, yang memiliki mesin turbo dengan kemampuan menjangkau kecepatan supersonik.
Sementara itu, jet tempur canggih J-20 dilaporkan telah 'siap dioperasikan' setalah melalui serangkaian uji coba pasca-pengumuman resminya pada September lalu.
Ketegangan terus meningkat antara AS dan China mengenai Korea Utara dan Laut Cina Selatan selama 12 bulan terakhir.
Namun dengan besarnya kekuatan militer yang berhasil dibangun oleh China, membuat negara-negara berdiam di tempat sementara waktu.
Hal ini menjadi pengecualian bagi Jepang dan AS yang diketahui memiliki pasukan siluman dalam mengawasi sepak terjang militer China di lapangan, terutama di kawasan Laut China Selatan.
Â
Â
Simak video tentang betapa kuatnya militer China berikut:Â
Â
China Berambisi Menjadi Penguasa Kecerdasan Buatan
Sejalan dengan kebijakan di atas, pemerintah China juga telah mengumumkan secara resmi pengembangan strategi kecerdasan buatan, dan menggarisbawahi ambisi negeri tirai bambu itu menjadi pemimpin militer global pada 2050 mendatang.
Secara percaya diri, Presiden Xi Jinping mengatakan bahwa modernisasi tersebut bertujuan menjadikan militer China sebagai kekuatan berkelas dunia di pertengahan abad ke-21.
Tidak lama setelah pengumuman terkait, Eric Schmidt, pimpinan induk perusahaan Google, Alphabet, mengingatkan bahwa China sangat mungkin mendominasi ranah kecerdasan buatan di tingkal global dlaam jangka 10 tahun ke depan.
Ia menyebut bahwa Presiden Xi Jinping telah menyuntikan dana riset sangat besar bagi pengembangan sistem kecerdasan buatan, baik untuk kebutuhan komersial maupun militer.
Advertisement