Liputan6.com, Islamabad - Pakistan dilaporkan tengah mengalami pola keterlibatan militer yang terus meningkat, krisis politik yang tak henti-hentinya dan masalah ekonomi yang semakin dalam.
Secara historis, militer dilaporkan telah memainkan peran dominan dalam pemerintahan Pakistan, sering kali turun tangan selama masa ketidakstabilan politik.
Baca Juga
Sejak didirikan pada tahun 1947, Pakistan telah berada di bawah kediktatoran militer selama total 34 tahun.
Advertisement
Ketika tidak secara langsung berkuasa dilaporkan memberikan pengaruh pada pemerintahan sipil. Tren ini terus berlanjut dalam beberapa tahun terakhir, dengan militer memberikan pengaruh atas keputusan ekonomi dan pembuatan kebijakan, dikutip dari laman Directus, Senin (9/12/2024).
Keterlibatan militer dalam kebijakan ekonomi sering kali dibenarkan sebagai sarana untuk memastikan stabilitas dan mendukung pemerintahan sipil.
Namun, hal ini menyebabkan ketergantungan pada bantuan eksternal dan membatasi otonomi Pakistan dalam membentuk kebijakan ekonomi independen.
Orkestrasi strategis militer dalam proses politik, seperti pemilihan umum, semakin menonjolkan pengaruhnya. Tantangan ekonomi saat ini, termasuk inflasi tinggi, kekurangan pangan dan energi, serta risiko gagal bayar utang, hanya mengintensifkan peran militer dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Meskipun ada klaim bahwa militer tidak menginginkan intervensi langsung selama krisis ekonomi, pengaruhnya tetap kuat.
Dilanda tantangan ekonomi pada Agustus 2023, pemerintah Shehbaz Sharif mengesahkan RUU melalui parlemen untuk mengubah undang-undang Dewan Investasi (BoI) dan membentuk Dewan Fasilitasi Investasi Khusus (SIFC). Pada saat yang sama, inisiatif tersebut telah "melembagakan" meningkatnya peran militer dalam pengambilan keputusan ekonomi negara.
Tentara dianggap memiliki peran penting dalam dewan baru, dengan kepala angkatan darat menjadi anggota komite puncaknya bersama dengan perdana menteri.
Seorang pejabat angkatan darat bertindak sebagai direktur jenderal komite eksekutifnya dan koordinator nasionalnya. Komite pelaksanaan badan tersebut juga dipimpin oleh seorang perwira angkatan darat.
Terkait bantuan keuangan untuk Pakistan, negara-negara Teluk mengubah strategi mereka. Mereka sekarang memprioritaskan diversifikasi ekonomi mereka sendiri, mengantisipasi transisi dari bahan bakar fosil di masa mendatang.
Tujuan mereka adalah untuk terlibat dalam investasi strategis daripada memberikan hibah yang didorong oleh ideologi. Akibatnya, mereka menekankan perlunya reformasi struktural dan kebijakan di Pakistan sebelum memberikan dukungan keuangan.
Selain pengambilan keputusan ekonomi yang buruk oleh militer, ada pula kerajaan komersialnya yang besar dengan nilai yang diperkirakan mencapai miliaran dolar, yang disebut sebagai 'milibus'.
Pandangan Pengamat Pakistan
Pengamat Politik Pakistan Ayesha Siddiqa telah meneliti secara rinci ekonomi militer Pakistan dan konsekuensi penggabungan sektor militer dan ekonomi.
Menurutnya, 'Milbus', atau 'ekonomi internal' militer, adalah modal militer yang digunakan untuk keuntungan pribadi personel militer, terutama perwira, tetapi tidak tercatat atau menjadi bagian dari anggaran pertahanan.
Komponen terpentingnya adalah kegiatan kewirausahaan yang tidak tunduk pada prosedur akuntabilitas negara. Di Pakistan, militer adalah satu-satunya penggerak Milbus dan merupakan contoh jenis Milbus yang mengintensifkan minat militer untuk tetap berkuasa atau dalam kendali langsung atau tidak langsung pemerintahan.
Modal militer yang digunakan untuk keuntungan pribadi personel militer melanggengkan gaya politik predatoris militer.
Siddiqa menegaskan bahwa nilai sumber daya publik yang ditransfer ke militer meningkat seiring dengan meningkatnya keterlibatan militer dalam ekonomi dan pengaruh terhadap negara dan masyarakat, yang memberi insentif kepada militer untuk terus memperkuat kekuatannya.
Angkatan juga ia nilai bersenjata mendorong kebijakan dan lingkungan pembuatan kebijakan yang meningkatkan keuntungan ekonomi mereka, dan akumulasi kekayaan juga membeli kekuatan tambahan, yang selanjutnya berkontribusi pada otoritarianisme feodal.
Kepentingan ekonomi dan otonomi keuangan elit militer telah memainkan peran penting dalam persuasi mendorong mereka untuk memperjuangkan status independen, memperkuat militer secara politik, organisasi, dan psikologis.
Â
Advertisement
Kepentingan Bisnis
Seiring berjalannya waktu, kepentingan ekonomi militer semakin menonjol. Ini termasuk bisnis milik militer, kepemilikan tanah dan properti di dalam dan luar negeri yang signifikan, pengaruh atas kontrak pertahanan, serta dugaan keterlibatan dalam usaha patungan yang terkait dengan proyek Koridor Ekonomi Tiongkok-Pakistan (CPEC).
Antara tahun 2011 dan 2015 saja, aset militer tumbuh sebesar 78%. Pada tahun 2016, angkatan bersenjata di Pakistan menjalankan lebih dari 50 entitas komersial, termasuk organisasi sektor publik dan usaha real estat senilai USD 30 miliar. Saat ini, aset komersial mereka bernilai lebih dari USD 39,8 miliar.
Kerusuhan baru-baru ini di Pakistan juga menjadi pengingat yang memilukan tentang kekuatan besar yang dipegang oleh militer. Di tengah krisis ekonomi dan fiskal yang berkepanjangan dengan tingkat inflasi dan pengangguran yang tinggi, dan terkadang kekurangan pangan, air, dan energi yang akut, lembaga militer Pakistan terus mempertahankan pengaruh dominan atas kebijakan ekonomi.