Studi Ilmiah: Perasaan Kesepian Memperbesar Risiko Kematian Dini

Kesepian bukan hanya soal perasaan, tetapi juga berkaitan dengan menurunnya kondisi kesehatan seseorang. Ini penjelasan ilmiahnya.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 27 Mar 2018, 14:45 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2018, 14:45 WIB
Ilustrasi hidup sendiri
Tidak selamanya hidup sendiri punya dampak negatif. Ada beberapa pelajaran yang dapat diambil saat sendiri. (iStockphoto)

Liputan6.com, London - Tidak hanya menyisakan perasaan sedih, kesepian juga disebut meningkatkan risiko terkena serangan jantung hingga lebih dari 40 persen.

Sebuah studi ilmiah yang dipublikasikan belum lama ini menyebut keterasingan sosial juga dapat meningkatkan risiko stroke sebesar 39 persen, bahkan kematian dini hingga 50 persen.

Dilansir dari Daily Mail pada Selasa (27/3/2018), hasil analisis di atas didasarkan pada catatan kesehatan 480.000 warga Inggris. Mereka yang memiliki masalah kardiovaskular memiliki kemungkinan meninggal lebih dini jika dilanda kesepian.

Para ilmuwan dari University College London dan Finlandia melakukan penelitian pada 480.000 warga Inggris, berusia 40 hingga 69 tahun, selama tujuh tahun.

Isolasi sosial kemudian dikaitkan dengan 43 persen lebih tinggi risiko serangan jantung, usia, jenis kelamin, dan etnisitas.

Tim peneliti terkait mengatakan bahwa orang yang kesepian memiliki tingkat penyakit yang lebih tinggi, sekaligus menunjukkan gejala depresi yang intens.

Christian Hakulinen, peneliti dari Universitas Helsinki yang memimpin studi ilmiah ini, menyimpulkan bahwa memiliki sedikit kontak sosial merupakan faktor risiko untuk kematian dini, terutama di antara mereka dengan penyakit kardiovaskular yang sudah ada.

"Pesannya adalah bahwa jika kita menargetkan faktor risiko konvensional, maka kita mungkin bisa mengurangi penyakit kardiovaskular di antara mereka yang terisolasi atau kesepian," kata Dr Hakulinen.

"Penting juga menunjukkan bahwa mereka yang terisolasi secara sosial, mungkin memiliki prognosis yang lebih buruk setelah serangan jantung atau stroke," lanjutnya.

Ditambahkan oleh hasil penelitian tersebut, mereka yang memiliki masalah kardiovaskular 50 persen lebih tinggi terkena risiko meninggal dini jika kesepian.

 

Simak video tentang diangkatnya Menteri Khusus Kesepian oleh Perdana Menteri Inggris berikut: 

Berisiko Picu Penyakit Jangka Panjang

Ilustrasi sakit
Ilustrasi (iStock)

Lebih dari separuh dari lansia di Inggris hidup sendiri--entah sendiri dalam satu atap atau jarang dikunjungi keluarga--dan lebih dari sejuta orang diyakini menderita kesepian kronis.

Helen Stokes-Lampard, yang memimpin Royal College of General Practitioners, mengatakan bahwa kesepian bisa berdampak buruk pada kesehatan jangka panjang

"Kenyataannya adalah bahwa kesepian dan isolasi sosial, khususnya untuk mereka berusia tua, bisa sama menderitanya ketika terkena penyakit kambuhan, yang apabila tidak juga ditangani secara serius, berisiko picu serangan jantung dan stroke lebih dini," jelas Stokes-Lampard.

Perasaan kesepian, sebagaimana diketahui, bisa membuat orang yang mengalaminya tidak bergairah dalam menjalani aktivitas harian. Kesepian juga bisa mendorong rasa enggan untuk bergerak, yang kemudian berujung pada rasa malas. 

Penelitian yang sama menyebut rasa malas bukan berarti keengganan, melainkan bentuk ketakutan yang membuat seseorang memilih tetap di zona yang dianggapnya nyaman.

Hal ini, menurut tim yang dipimpin oleh Stokes-Lampard, membuat seseorang cenderung menjalani gaya hidup tidak sehat, sehingga kemudian berdampak pada gangguan metabolisme tubuh, yang dalam beberapa kasus, bisa memicu munculnya gejala penyakit kronis, seperti serangan jantung dan stroke. 

Ditambahkan olehnya, bahwa mereka yang mengalami stroke dan serangan jantung, cenderung mengalami peningkatan kesempatan untuk sembuh ketika tidak lagi merasa sendiri.

Menurut dia, bukan tentang bagaimana penderita kesepian harus berusaha mengatasi masalahnya. Namun, bagaimana orang-orang di sekitarnya memecah "kesunyian personal" itu melalui komunikasi.

 

Pentingnya Membangun Komunikasi

Ilustrasi bersalaman
Ilustrasi (iStock)

Studi ilmiah yang sama juga membahas secara khusus mengenai pentingnya komunikasi. Menurut dia, manusia memang tidak bisa hidup tanpa komunikasi, bahkan interaksi dengan hewan sekali pun.

"Jadi pertimbangkan untuk memiliki kucing atau anjing, atau pergilah ke penampungan hewan setempat dan tawarkan untuk menjadi sukarelawan. Seorang pasien saya, mengajukan diri selama beberapa bulan di penampungan, mengasuk anak-anak kucing, dan setelahnya mengaku merasa lebih bahagia, serta mampu berpikir lebih jernih," ujar Stokes-Lampard.

Cara lain untuk menumbuhkan kembali keluwesan dalam berkomunikasi adalah dengan melakukan pekerjaan sukarela. Hal ini dikarenakan manusia sejatinya saling membutuhkan satu sama lain.

Menurut Stokes-Lampard, interaksi yang terbangun secara tulus dalam kerja sosial, berpotensi membangkitkan keberanian untuk kian peduli terhadap sesama.

"Pada akhirnya, kita pun tahu bahwa kesepian bukan penyakit kronis, tapi dapat dipancing dengan komunikasi sebagai stimulan utama. Itulah mengapa sesi konsultasi psikologi selalu bersifat aktif pada pasiennya, dibandingkan psikolog, karena mereka (penderita kesepian) harus memupuk keberanian untuk mendominasi komunikasi," tambah Stokes-Lampard.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya