Liputan6.com, Gaza - Bentrokan dengan pasukan keamanan Israel pecah di perbatasan Israel-Gaza. Menurut Departemen Kesehatan Palestina, 15 warganya tewas dan ratusan orang cedera dalam insiden tersebut.
Tentara Israel mengatakan cara-cara pembubaran kerusuhan digunakan untuk membubarkan salah satu demo dan kekerasan terbesar di perbatasan dalam beberapa tahun ini.
Baca Juga
Seperti dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu (31/3/2018), bentrokan pecah ketika ribuan warga Palestina mendekat ke perbatasan. Militer Israel mengatakan, tentara membalas tindakan demonstran yang melemparkan batu dan menggelindingkan ban-ban yang dibakar.
Advertisement
Menurut Departemen Kesehatan Palestina, pasukan Israel menggunakan peluru besi berbalut karet dan gas air mata, menewaskan 15 warga Palestina dan melukai sekitar 500 orang.
Bentrokan tersebut menjadi hari paling mematikan di Gaza sejak musim gugur lalu.
Sebelumnya, warga Palestina membangun tenda-tenda protes di sepanjang Jalur Gaza. Banyak keluarga, laki-laki, perempuan, dan anak-anak, diperkirakan berpartisipasi dalam demonstrasi tersebut.
Demo selama beberapa pekan itu, yang akan diakhiri pada 15 Mei, dirancang untuk memperingati Nakba atau bencana ketika ratusan ribu warga Palestina harus meninggalkan tempat tinggal mereka atau tersingkir dalam perang tahun 1948 yang membuahkan berdirinya negara Israel.
Israel telah mengerahkan lebih dari 100 penembak jitu di sepanjang Jalur Gaza. Demo beberapa pekan itu diduga akan diakhiri bersamaan dengan rencana Washington membuat kedutaan besar di Yerusalem, langkah yang membuat marah orang Palestina karena menganggap Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara mereka di masa mendatang.
Saksikan juga video berikut ini:
PM Israel: Palestina Harus Terima Kenyataan Soal Yerusalem
Sebelumnya, Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu sesumbar kalau warga Palestina harus menerima kenyataan soal Yerusalem.
Ia mengimbau kepada seluruh penduduknya agar pasrah, sehingga pihaknya bisa melanjutkan proses perdamaian solusi dua-negara (two-state solution).
"Semakin cepat warga Palestina menerima kenyataan ini, semakin cepat kita (Israel dan Palestina) bergerak menuju perdamaian," ujar Netanyahu dalam sebuah pidato di Paris, Prancis, seperti dikutip dari BBC pada 11 Desember 2017.
Pidato yang ia sampaikan usai bertemu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron, menegaskan bahwa upaya untuk menolak koneksi orang-orang Yahudi ke Yerusalem adalah sesuatu yang tidak masuk akal.
"Anda bisa membacanya dalam sebuah buku yang sangat bagus -- yang disebut Alkitab," katanya.
"Anda bisa mengetahui sejarah bangsa Yahudi melalui seluruh diaspora kita... Di mana lagi ibu kota Israel selain di Yerusalem?" lanjutnya.
Netanyahu menyatakan bahwa Yerusalem telah menjadi ibu kota Israel selama 3.000 tahun dan tidak pernah menjadi ibu kota negara lain.
Pernyataan tersebut ia utarakan di tengah gelombang demonstrasi yang sedang berlangsung di berbagai belahan dunia, terlebih di negara-negara dengan mayoritas berpenduduk Muslim dan Arab.
Advertisement