Sering Disangka Swiss, Raja Swaziland Ubah Nama Negaranya Jadi eSwatini

Raja Mswati III dari Swaziland secara resmi mengumumkan mengubah nama negaranya menjadi Kerajaan eSwatini.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 21 Apr 2018, 09:12 WIB
Diterbitkan 21 Apr 2018, 09:12 WIB
Raja Mswati III dari Swaziland (Wikimedia Commons)
Raja Mswati III dari Swaziland (Wikimedia Commons)

Liputan6.com, Mbabane - Raja Mswati III dari Swaziland -- sebuah negara monarki absolut terakhir dan satu-satunya di Afrika modern -- secara resmi mengumumkan mengubah nama negaranya menjadi Kerajaan eSwatini pada Kamis, 19 April 2018.

Deklarasi perubahan nama itu bertepatan pada perayaan Kemerdekaan Swazi yang ke-50 tahun dan dirgahayu Raja Mswati III yang turut memasuki usia kepala lima. Demikian seperti dikutip dari Time (20/4/2018).

Pada beberapa kesempatan sebelumnya, sang raja telah merujuk Swaziland dengan nama 'eSwatini' atau 'tanah Swazi' dalam bahasa Swati -- termasuk dalam Sidang Majelis Umum PBB pada tahun 2017 lalu.

Nama Swaziland sendiri merupakan cara penyebutan 'tanah Swazi' dalam Bahasa Inggris -- yang digunakan sejak Britania Raya melakukan kolonisasi pada tahun 1968.

Oleh karenanya, menurut Raja Mswati, perubahan itu menandai pengembalian nama resmi negara Swaziland ke aslinya, eSwati, serta menyimbolkan akhir dari kolonisasi Inggris.

 

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

Sering Tertukar dengan Swiss

Raja Mswati III dari Swaziland (Wikimedia Commons)
Raja Mswati III dari Swaziland (Wikimedia Commons)

Di sisi lain, sang raja menambahkan bahwa penggantian nama juga membantu menyelesaikan masalah kemiripan nama dengan negara lain.

"Setiap kali kami pergi ke luar negeri, orang-orang sering menyebut nama negara kami Swiss (Switzerland, dalam penyebutan Bahasa Inggris)," kata Raja Mswati III.

Mswati, yang merupakan putra dari raja sebelumnya Sobhuza II dan dilaporkan memiliki 15 istri, dinobatkan pada 1986 dan memerintah dengan dekrit.

Selama berkuasa, Mswati kerap dikritik atas catatan buruk hak asasi manusia rezimnya.

Ia juga dikecam atas kebiasaannya menjalani gaya hidup mewah -- kontradiktif dengan statusnya sebagai pemimpin negara kecil landlocked berpenghasilan menengah-ke-bawah (low income country), masuk dalam daftar pengidap HIV/AIDS tertinggi di dunia, dengan pertanian tradisional sebagai sektor mata pencaharian utama penduduknya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya