Royal Wedding Bisa Saja Menjelma Jadi Tragedi, Ini 4 Buktinya

Royal wedding Pangeran Harry dan Meghan Markle akan berlangsung pada 19 Mei 2018. Sejarah mencatat, tak semua perkawinan keluarga kerajaan berakhir bahagia.

oleh Elin Yunita KristantiTeddy Tri Setio Berty diperbarui 16 Mei 2018, 20:40 WIB
Diterbitkan 16 Mei 2018, 20:40 WIB
Pangeran Charles dan Putri Diana
Pangeran Charles mencium tangan Diana Spencer, di balkon Istana Buckingham ketika mereka muncul di hadapan publik, 29 Juli 1981, setelah menikah di St. Paul Cathedral. (Arsip AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Pernikahan keluarga Kerajaan Inggris atau royal wedding akan berlangsung pada 19 Mei 2018. Pangeran Harry bakal mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi kekasihnya yang asal Amerika Serikat, Meghan Markle.

Parade kereta kencana, kibaran bendera serta umbul-umbul, dan gaun pengantin mewah akan mewarnai acara pernikahan Pangeran Harry dan Meghan Markle.

Jutaan pasang mata diperkirakan akan menyaksikan momentum royal wedding, baik secara langsung maupun lewat layar televisi.

Akhirnya, keputusan terakhir menyebutkan, Thomas tak akan menghadiri pernikah Meghan Markle dan Pangeran Harry (AP Photo)

Namun, meski terlihat indah dan meriah, tak semua pernikahan keluarga kerajaan berakhir indah bak kisah dalam dongeng.

Misalnya, orangtua Harry, pernikahan Putri Diana dan Pangeran Charles yang dilangsungkan pada 29 Juli 1981 berlangsung tak bahagia, hingga akhirnya keduanya bercerai pada 1996. Setahun kemudian Lady Di meninggal dunia di Paris, Prancis.

Pernikahan Pangeran Andrew, adik Charles, dengan Sarah Ferguson pada 23 Juli 1986 juga berakhir dengan perpisahan.

Tak hanya di kalangan keluarga Kerajaan Inggris, sejumlah royal wedding juga berakhir tak sesuai harapan, bahkan sudah bisa diramalkan hancur sejak awal.

Seperti Liputan.com kutip dari Listverse, Rabu (15/5/2018) berikut 4 pernikahan keluarga kerajaan atau royal wedding yang berakhir tragis:

 

1. Olga dari Kiev

Olga dari Kiev merencanakan balas dendam pada calon suaminya sendiri.
Olga dari Kiev merencanakan balas dendam pada calon suaminya sendiri. (Wikipedia/Public Domain)

Olga menikah dengan Igor, raja muda Vangirian di Kiev. Pada tahun 945, suaminya terbunuh dalam suatu pertempuran di Iskorosten yang dilecut pemberontakan pihak Drevlian.

Igor dibunuh secara sadis oleh pihak musuh. Setelah kematian sang suami, Olga mengambil alih kepemimpinan, atas nama sang putra, Pangeran Szyastoslav yang kala itu masih berusia 3 tahun.

Pihak Drevlians berniat mengambil alih kekuasaan. Mereka tahu benar, Olga bukan perempuan sembarangan. Ia tak kenal rasa takut.

Drevlian lantas merencanakan pernikahan Olga dengan pimpinan mereka, Pangeran Mal.

Sekitar 20 orang terbaik dikirim, untuk meyakinkan Olga menerima lamaran tersebut.

Olga meminta para utusan menunggu di kapal mereka. Diam-diam, ia memerintahkan para bawahannya menggali parit. Pagi berikutnya, orang-orang Drevlian itu dikubur hidup-hidup.

Olga kemudian mengirimkan pesan pada Pangeran Mal, ia akan menerima tawaran pernikahan jika pihak Drevian mengirimkan orang-orang terbaik untuk menjemputnya.

Menurut perempuan tersebut, hal itu penting dilakukan agar rakyatnya menyaksikan betapa penting arti perjodohan itu.

Calon suaminya menuruti permintaan tersebut, mengirimkan sejumlah pejabat penting untuk menjemputnya.

Saat para pejabat tiba di Kiev, Olga mengundang mereka ke rumah mandinya.

Namun, saat para penjemput itu di dalam, ia menguncinya dari luar dan membiarkan para pejabat Drevian tewas terbakar hidup-hidup.

Setelahnya, Olga mengumumkan kabar bahwa ia akan segera tiba di Iskorosten. Pihak Drevian diminta menyiapkan peringatan berkabung untuk mendiang suaminya.

Karena tak tahu para utusannya telah dihabisi, pihak Drevian menyiapkannya, setelah pesta minum-minum, tentara Olga menghabisi mereka. Setidaknya 5.000 orang tewas.

Namun, dendam di hati Olga belum terpuaskan. "Berikan aku tiga burung merpati dan tiga burung pipit dari setiap rumah," kata dia kepada rakyat Drevian yang memohon agar selamat, seperti dikutip dari Primary Chronicle. Ia juga menuntut mereka menyerahkan madu dan bulu hewan.

Olga kemudian memerintahkan tentaranya untuk mengikatkan benang ke masing-masing burung, juga belerang yang dibungkus kain, lalu menyulutnya.

Kala malam, Olga memerintahkan para serdadunya melepaskan burung-burung itu yang kemudian membakar ratusan rumah.

2. Pangeran Amadeo dan Maria Vittoria Dal Pozzo

Pangeran Amadeo dan Maria Vittoria Dal Pozzo
Pangeran Amadeo dan Maria Vittoria Dal Pozzo (Wikipedia/Public Domain)

Pernikahan Pangeran Amadeo dari Savoy dan Maria Vittoria dal Pozzo diwarnai rentetan insiden.

Diawali aksi gantung diri penjahit gaun pengantin sebelum acara pernikahan digelar.

Menganggap insiden itu sebagai pertanda buruk, Maria memerintahkan agar gaun baru dibuat secepatnya.

Rentetan musibah kemudian mewarnai hari pernikahan. Seorang perwira jatuh dari kudanya karena tak kuat menahan teriknya sengatan matahari.

Tak hanya itu, gerbang ke istana tak mau terbuka saat pasangan itu hendak lewat. Sementara, pengiring pengantin pria diduga tak sengaja menembak kepalanya sendiri setelah pernikahan digelar.

Kemudian, orang yang bertanggung jawab atas stasiun kereta di mana pengantin baru itu dijadwalkan bertolak jatuh ke rel dan tewas.

Sementara, ayah sang pangeran, Raja Italia, Victor Emmanuel II memutuskan untuk menggelar pesta di istana.

Selama prosesi berlangsung, seorang perwira, Count of Castiglione, jatuh dari kudanya. Tubuhnya terlempar ke roda kereta kencana yang membawa pasangan pengantin. Ia sebenarnya bisa saja selamat, namun, medali yang dipasang di dadanya pecah dan menusuk dadanya.

Pada 1870, Pangeran Amadeo dinobatkan menjadi Raja Spanyol. Namun, hanya tiga tahun bertakhta, ia harus lengser. Alasannya, orang-orang Spanyol tak bisa diatur.

Amadeo dan istrinya kembali ke Italia, di mana mereka hidup sebagai Duke dan Duchess of Aosta. Pada 1873, pada usia 29 tahun, Maria meninggal dunia setelah beberapa hari melahirkan putra ketiganya.

Setelah menduda, Amadeo menikah dengan keponakannya pada tahun 1888 dan meninggal dua tahun kemudian.

3. Katarina yang Agung

Chaterine the Great, penguasa perempuan dari Rusia
Chaterine the Great, penguasa perempuan dari Rusia (Wikipedia)

Katarina yang Agung atau Yekaterina II adalah seorang putri dari keluarga bangsawan rendah asal Prusia. Nama aslinya adalah Sophie Friederike Auguste von Anhalt-Zerbst-Domburg.

Namun, ia dipilih menjadi istri Peter atau Pyotr, putra mahkota Kekaisaran Rusia.

Alasannya, ayah Yekaterina punya hubungan dekat dengan Rusia. Namun, alih-alih bahagia jadi putri kerajaan, perempuan itu justru merana.

Peter konon kejam dan berpikiran lemah. Yekaterina bahkan menyebutnya sebagai idiot dan tidak berguna. "Saya yakin, mahkota Kekaisaran Rusia lebih menarik bagi saya dari pada sosoknya," kata dia.

Pada saat pernikahan, Yekaterina dipaksa mengenakan mahkota yang begitu berat sehingga membuatnya menderita sakit kepala yang parah. Ia pun ditinggal di kamar pengantin sendirian, sementara sang suami memilih mabuk-mabukan bersama teman-teman prianya.

Hanya enam bulan setelah Peter dinobatkan menjadi Tsar Rusia Pyotr III, Catherine memimpin kudeta melawan suaminya sendiri.

Ia kemudian memerintah sebagai permaisuri Rusia atas nama putranya selama 34 tahun.

4. George IV dan Caroline Of Brunswick

Caroline of Brunswick, istri Raja Inggris George IV
Caroline of Brunswick, istri Raja Inggris George IV (Wikipedia/Public Domain)

Ada banyak alasan di balik penyelenggaraan royal wedding. Diplomasi, warisan, dan bahkan cinta.

Dalam kasus George IV, uang yang memaksanya untuk menikah. Meski berstatus pangeran, ia terjerat utang dalam jumlah besar. Parlemen Inggris hanya bersedia melunasinya jika pria itu menikah dengan calon yang sesuai bibit, bebet, dan bobotnya.

Gadis yang masih sepupu jauhnya, Caroline dari Brunswick, dipilih sebagai calon mempelai. Meski hanya lewat foto, gadis itu sudah tertarik dengan sang pangeran yang dinilainya tampan.

Namun, saat tiba di Inggris, ternyata perjodohan itu tak berjalan dengan baik.

Caroline menganggap sosok George IV mengecewakan. Pun dengan sang pangeran yang berpikir, calon pengantinnya tak cantik dan bau karena jarang mandi.

George beralih ke alkohol untuk melewati masa penantian menuju upacara pernikahan beberapa hari kemudian.

Pada malam pengantin, George begitu mabuk sehingga dia ambruk ke perapian dan tidur di sana sampai pagi.

Pasangan itu memiliki satu anak sebelum berpisah selamanya. Saat George dinobatkan jadi Raja Inggris, George melarang istrinya hadir.

Caroline bahkan diusir dari lokasi acara dengan todongan bayonet.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya