Liputan6.com, Brasilia - Tak boleh ada bayi yang lahir di Fernando de Noronha, pulau terpencil di Brasil yang terletak di perairan Samudra Atlantik. Bukan lantaran kutukan atau takhayul, aturan tersebut dibuat karena tak ada bangsal bersalin di wilayah berpenduduk 3.000 jiwa itu.
Pembatasan kelahiran juga diterapkan di pulau yang menjadi taman nasional laut berstatus Situs Warisan Dunia UNESCO--di mana penyu sisik atau hawksbill turtle (Eretmochelys imbricata), lumba-lumba, hiu, dan sejumlah spesies terancam punah lain dilindungi.
Untuk itulah, setiap ibu hamil harus pergi ke pulau utama, ke Kota Natal, yang letaknya 364 kilometer di seberang lautan.
Advertisement
Baca Juga
Namun, aturan tersebut "dilanggar" pada Sabtu 19 Mei 2018. Seorang bayi terlahir di pulau yang terkenal dengan taman nasional dan keanekaragaman hayatinya itu.
Kelahiran bayi perempuan tersebut mengagetkan siapa pun yang ada di Fernando de Noronha, termasuk ibunya sendiri.
Perempuan 22 tahun itu mengaku hanya bisa terpana saat mengetahui bahwa ia melahirkan seorang bayi.
Wanita yang tak mau disebut namanya itu bahkan mengaku tak sadar sedang hamil. Ia hanya merasa ada "sesuatu" yang keluar.
"Pada Jumat malam saya merasa sakit yang laur biasa," kata dia, kepada media Brasil, O Globo, seperti dikutip dari News.com.au, Senin (21/5/2018).
"Saat berada di kamar mandi, saya melihat sesuatu yang keluar di antara dua paha saya," kata dia.
Kemudian, suaminya datang dan mengangkat "benda misterius" itu. "Ternyata itu adalah bayi, bayi perempuan. Saya sungguh kaget dibuatnya," kata dia.
Yang mengejutkan, itu bukan bayi pertama yang ia lahirkan. Perempuan itu sebelumnya telah melahirkan seorang anak di pulau utama. Bedanya, kali ini ia tak merasa sedang hamil.
Pasca-kelahiran yang mengejutkan, bayi tersebut kemudian tetap dilarikan ke rumah sakit di Fernando de Noronha, meski tak ada bangsal kelahiran di sana.
"Sang ibu yang tak mau diungkap identitasnya melahirkan di rumahnya," kata pihak rumah sakit di pulau terpencil di Brasil itu. "Keluarganya mengaku, perempuan itu tak sadar sedang hamil."
Pulau yang Terlarang untuk Perempuan
Kisah yang tak kalah unik ada di Negeri Sakura. Sebuah pulau di Jepang memberlakukan aturan ketat. Salah satunya melarang kaum Hawa menginjakkan kaki di sana. Aturan tersebut dianggap kontroversial bagi sebagian orang.
Okinoshima, nama pulau tersebut, menerapkan tradisi keagamaan Shinto. Aturan yang melarang perempuan datang sudah berlaku sejak zaman kuno.
Bahkan, laki-laki pun harus berhati-hati saat berkunjung. Pakaian mereka harus dilucuti dan menjalani ritual pemurnian sebelum tiba di sana.
Mereka yang berkesempatan berkunjung juga tak diperkenankan mengambil apa pun sebagai "suvenir" ketika meninggalkan pulau, sekali pun itu rumput. Rincian perjalanan mereka pun tak boleh dipublikasikan, demikian dilaporkan BBC.
Melansir dari News.com.au, Jumat 19Â Mei 2017, seluruh penjuru Pulau Okinoshima dianggap sebagai tanah suci. Populasinya terdiri dari para pendeta Shinto yang memelihara kuil, yang merupakan bagian dari Munakata Grand Shrine.
Merekalah yang menegakkan larangan bagi perempuan untuk berkunjung ke Okinoshima. Namun, tak diketahui pasti apa alasan larangan tersebut ada.
"Ada berbagai penjelasan untuk larangan tersebut, tetapi beberapa mengatakan, alasannya menstruasi bisa mengotori situs tersebut," tulis pemuda bernama Ryo Hashimoto di Japan Times.
"Shinto memperlakukan darah menstruasi sebagai najis," ia menjelaskan.
Alasan lain mungkin karena perjalanan lewat laut ke pulau itu dianggap berbahaya, sehingga perempuan dilarang bepergian ke sana. Salah satunya demi melindungi diri mereka sendiri sebagai pembawa keturunan.
Okinoshima terletak di sepanjang rute perdagangan penting antara Jepang dan Semenanjung Korea antara Abad ke-5 dan ke-9. Para pelaut kerap mencari perlindungan dari para dewa dan akan berhenti di pulau itu untuk berdoa dan memberikan persembahan, termasuk manik-manik, cermin dan pedang.
Pada 9 Juli 2017, situs di wilayah Munakata, Prefektur Fukuoka itu diberi status sebagai World Heritage atau Warisan Dunia pada sesi ke-41 UNESCO World Heritage Committee yang diadakan di Polandia.
Advertisement