Bukan Donald Trump atau Kim Jong-un, Ini Pemenang KTT Singapura Sebenarnya?

Keberhasilan KTT Singapura disebut bukanlah kemenangan bagi AS ataupun Korea Utara, melainkan negara lain yang bertepuk tangan dalam bisu. Maksudnya?

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 13 Jun 2018, 18:40 WIB
Diterbitkan 13 Jun 2018, 18:40 WIB
Jabat Tangan Perdana Trump dan Kim Jong-un
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menggapai tangan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un untuk bersalaman dalam pertemuan bersejarah di resor Capella, Pulau Sentosa, Singapura, Selasa (12/6). (AP Photo / Evan Vucci)

Liputan6.com, Sydney - Selama ini, banyak media telah akrab dengan kebiasaan Donald Trump dalam mengkategorikan orang-orang sebagai "pemenang" dan "pecundang".

Namun, ketika berbicara tentang agenda pertemuan bersejarah antara Donald Trump dan Kim Jong-un yang berlangsung di Singapura pada Rabu, 12 Juni 2018, sulit menentukan siapa yang menjadi "pemenang".

Dikutip dari News.com.au pada Rabu (13/6/2018), sejumlah pengamat menilai, bukan Amerika Serikat atau Korea Utara yang menjadi pemenang, melainkan sebuah negara yang diam membisu, namun ternyata bertepuk tangan bangga di baliknya.

Negara yang merayakan keberhasilan pertemuan antara Donald Trump dan Kim Jong-un itu adalah China. Pendapat ini setidaknya diutarakan oleh Dr James Reilly, profesor di Departemen Pemerintah dan Hubungan Internasional di University of Sydney.

Menurutnya, salah satu tujuan jangka panjang China adalah membuat AS mundur dari wilayah Asia, sehingga akan memberi kesempatan lebih banyak Negeri Tirai Bambu mendominasi panggung dunia.

Pendapat tersebut, menurut Dr Reilly, tidak terbatas pada Semenanjung Korea, melainkan ke berbagai pelosok Asia lainnya yang memiliki kepentingan langsung --dan terbuka-- terhadap eksistensi Amerika Serikat.

China disebut menyerang secara konsisten, berbagai operasi militer Amerika Serikat di Laut China Selatan, sebuah wilayah yang diduga kuat akan menguntungkan Tiongkok di banyak bidang.

Ditambahkan oleh Dr Reilly, keputusan AS untuk menghentikan latihan militer bersama, akan menyebabkan kepanikan di Korea Selatan yang telah lama menjadi sekutu terkuat Negeri Paman Sam di Asia.

"China secara konsisten menjadi pendukung manuver diplomatik Kim Jong-un, sehingga kemungkinan besar keberhasilan KTT Singapura membawa dampak positif, entah apa bentuknya, bagi mereka (Tiongkok)," jelas Dr Reilly.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

 

Korea Selatan Belum Berkomentar

Suasana Hangat Pertemuan Kim Jong-un dan Moon Jae-in di Peace House
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un berjabat tangan dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in saat menggelar pertemuan di Peace House, Panmunjom, Korea Selatan, Jumat (27/4). Keduanya membahas terkait nuklir Korea Utara. (Korea Summit Press Pool via AFP)

Pengumuman Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengakhiri latihan militer pasca-pertemuan bersejarah dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, memicu reaksi beragam dari berbagai kalangan, tidak terkecuali oleh Korea Selatan dan Rusia.

Korea Selatan, yang merupakan sekutu AS di Asia Timur --selain Jepang-- belum berkomentar tentang keputusan Donald Trump itu.

Dikutip dari Time.com, Presiden Moon Jae-in tidak menyinggung hal itu sedikitpun, ketika menyampaikan ucapan selamat atas terselenggaranya KTT AS-Korut di Singapura.

Presiden Moon justru mengatakan "pujian tinggi untuk keberanian dan tekad kedua pemimpin" pada "peristiwa bersejarah yang bantu memecah warisan terakhir Perang Dingin".

Kepada harian The New York Times, Kementerian Pertahanan Korea Selatan hanya melontarkan pernyataan "singkat", yang mengatakan para pejabat Negeri Ginseng sedang menelaah apa arti pengumuman Trump tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya