Deplu AS Salah Tulis, Menyebut Singapura Ada di Malaysia

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat melakukan kesalahan fatal saat menulis lokasi pertemuan bersejarah antara Donald Trump dan Kim Jong-un.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 13 Jun 2018, 13:00 WIB
Diterbitkan 13 Jun 2018, 13:00 WIB
Deplu AS salah menyebut Singapura ada di Malaysia. (Scree Grab dari situs state.gov)
Deplu AS salah menyebut Singapura ada di Malaysia. (Scree Grab dari situs state.gov)

Liputan6.com, Petaling Jaya - Departemen Luar Negeri Amerika Serikat melakukan kesalahan fatal saat menulis lokasi pertemuan bersejarah antara Donald Trump dan Kim Jong-un

Seperti dikutip dari Asia One, Rabu (13/6/2018), kesalahan tersebut ada dalam transkrip konferensi pers Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo Senin 11 Juni 2018, sehari sebelum pertemuan dihelat, yang dimuat situs Deplu AS. 

Dalam transkrip tersebut, ditulis bahwa  tempat pertemuan Donald Trump dan Kim Jong-un adalah di  Hotel JW Marriott, Singapura, Malaysia.

Kesalahan pertama adalah soal lokasi persis pertemuan tersebut. Donald Trump dan Kim Jong-un bertemu di Capella Hotel, Pulau Sentosa bukan di JW Mariott. 

Kesalahan kedua lebih fatal. Dengan menuliskan 'Hotel JW Marriott, Singapura, Malaysia', pihak Deplu AS salah menyebut Singapura sebagai bagian dari Malaysia. 

Pada masa lalu, kedua negara memang jadi satu, namun mulai 1965 Singapura berpisah dari Malaysia dan menjadi sebuah negara yang berdaulat. 

Informasi yang keliru tersebut bertahan hingga Selasa 12 Juni 2018 pukul 01.45, sebelum akhirnya diralat. 

Singapura menjadi tuan rumah pertemuan puncak Donald Trump dan Kim Jong-un yang bertujuan menciptakan perdamaian di Semenanjung Korea dan kawasan, dengan cara melakukan denuklirisasi menyeluruh.

Di sisi lain, AS berjanji menghentikan sanksi untuk Pyongyang dan menghentikan latihan militer gabungan dengan pihak Korsel -- yang dianggap memprovokasi rezim Korut.

Singapura menyingkirkan sejumlah kandidat lain, seperti Mongolia dan China. Namun, tak mudah jadi tuan rumah pertemuan dua pemimpin yang dianggap punya temperamen tak terduga.

Pemerintah Singapura mengeluarkan biaya Rp 278 miliar untuk pengamanan dan logistik. Meski dialog dilakukan di Capella Hotel , Kim Jong-un dan Donald Trump tak menginap di sana.

Kim Jong-un menginap di St Regis, sementara Donald Trump di Shangri-La. Belum jelas siapa yang membayar biaya hotel untuk pemimpin muda Korut itu. 

 

Saksikan juga video berikut ini:

Sekjen PBB: Pertemuan Donald Trump dan Kim Jong-un Tonggak Penting

Sekjen PBB Antonio Guterres berbicara di hadapan DK PBB (AP)
Sekjen PBB Antonio Guterres berbicara di hadapan DK PBB (AP)

Sementara itu, pertemuan puncak antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un mencuri perhatian Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres. Ia mengatakan pertemuan itu adalah "tonggak penting" menuju denuklirisasi semenanjung Korea

Pada Selasa 12 Juni 2018, Guterres mendesak semua pihak yang berkepentingan untuk "merebut peluang penting itu" dan sekali lagi menawarkan bantuan PBB untuk pembongkaran fasilitas program senjata nuklir Korea Utara.

"KTT yang diadakan di Singapura itu adalah tonggak penting dalam kemajuan perdamaian berkelanjutan dan denuklirisasi lengkap dan terverifikasi di semenanjung Korea," kata Guterres dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari DW. 

Donald Trump dan Kim Jong-un menandatangani pernyataan bersama di Singapura, di mana Pyongyang berjanji untuk "bekerja menuju denuklirisasi lengkap di Semenanjung Korea". Namun tidak disebut soal verifikasi dan inspeksi internasional.

Sambutan Internasional

Kementerian Luar Negeri China juga menyatakan sambutan dan memuji hasil perundingan.

"Hasil pertemuan ini adalah langkah-langkah yang benar dan penting menuju denuklirisasi Semenanjung Korea, dan sejalan dengan harapan China," demikian disebutkan dalam sebuah pernyataan.

Selanjutnya disebutkan: "Kami berharap dan mendukung Korea Utara dan Amerika Serikat dalam mengimplementasikan konsensus yang dicapai oleh para pemimpin kedua negara, mempromosikan konsultasi lanjutan, lebih lanjut mengkonsolidasikan dan memperluas pencapaian, dan membuat penyelesaian politik yang berkelanjutan dan tidak dapat diubah lagi."

Rusia juga melihat "langkah maju yang penting". "Kami menyambut langkah maju yang penting yang telah diambil," kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov sebagaimana dikutip kantor berita pemerintah, TASS.

Secara terpisah, Kementerian Luar Negeri Rusia mengeluarkan pernyataan dan mengatakan bahwa Moskow "akan terus menawarkan dukungan untuk proses perdamaian Korea." Uni Eropa juga menegaskan, mereka siap "memfasilitasi dan mendukung" setiap pembicaraan yang mengarah pada perdamaian.

Sementara itu, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad, setelah bertemu dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe di Tokyo, mengingatkan bahwa kedua pihak harus siap berkompromi.

Dia berharap Amerika Serikat dan Korea Utara akan "menerima kenyataan bahwa, dalam negosiasi, kedua belah pihak harus siap melepaskan isu-isu tertentu, jika mereka berharap untuk mencapai kesimpulan yang baik," kata pemimpin Malaysia berusia 92 tahun itu.

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengatakan, dia akan "bekerja sama dengan erat untuk mengirim pesan yang kuat ke Korea Utara.". Dia memuji komitmen pemimpin Korea Utara Kim Jong-un untuk menyingkirkan senjata nuklir dari Semenanjung Korea.

"Ada arti besar dalam diri Ketua Kim yang bersama dengan Presiden Trump menegaskan denuklirisasi lengkap Semenanjung Korea," kata Abe kepada wartawan.

Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson menyatakan, banyak pekerjaan yang harus segera dimulai. "Masih banyak pekerjaan yang masih harus dilakukan, dan kami berharap Kim terus berunding dengan itikad baik menuju denuklirisasi yang lengkap, dapat diverifikasi dan tidak dapat diubah," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya