Jalani Adat Khitan Perempuan, Bocah 10 Tahun di Somalia Meninggal

Dokter yang menanganinya menyebut kematian bocah itu disebabkan karena dia kehabisan darah usai khitan perempuan, sebuah adat turun temurun di Sonalia.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Jul 2018, 10:01 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2018, 10:01 WIB
Tentara Anak Sudan
Anak-anak perempuan berpegangan tangan saat upacara pelepasan mereka di Yambio, Sudan Selatan (7/2). Anak perempuan ini irekrut oleh kelompok bersenjata dan bertanggung jawab untuk memasak di semak-semak. (AFP PHOTO/Stefanie Glinski)

Liputan6.com, Mogadishu - Seorang bocah perempuan berusia 10 tahun di Somalia meregang nyawa usai dia menjalani khitan perempuan (female genital mutilation).

Dokter dan tim tanggap yang berusaha menyelamatkan nyawa anak malang tersebut, Andirahman Omar Hassan, mengatakan bahwa gadis kecil itu dibawa ke rumah sakit Hanano di Dhusamareb -- tempatnya praktik -- pada Selasa, 17 Juli 2018.

Orangtuanya melarikan sang putri ke rumah sakit pada Selasa petang, namun karena mengetahui kondisi bocah yang mengalami pendarahan hebat, dokter segera membawanya ke UGD.

Sang ayah, Dahir Nur, mengatakan kepada Omar Hassan bahwa anaknya itu baru disunat dua hari sebelumnya di kediaman mereka di Desa Olol, 40 kilometer utara Kota Dhusamareb, Somalia.

Walaupun tim dokter telah berupaya keras untuk menolongnya, tetapi Tuhan berkehendak lain. Bocah tersebut akhirnya meninggal karena kehilangan banyak darah. Menurut Omar Hassan, anak perempuan itu terkena infeksi tetanus akibat penggunaan alat khitan yang tidak steril.

Dahir Nur mengaku sedih atas kejadian yang menimpa putri kecilnya, namun ia percaya anaknya telah "diambil oleh Tuhan".

Meskipun merasa kehilangan, namun ia tetap membela kebiasaan turun-temurun di Somalia itu, meski Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) telah menegaskan bahwa mutilasi genital pada perempuan dapat mengakibatkan pendarahan, infeksi, gangguan buang air kecil dan komplikasi kehamilan. 

"Orang di daerah kami menerima kebiasaan tersebut (khitan perempuan), begitu pula ibunya. Kami sudah tahu akibatnya, tetapi itu adalah adat di negeri kami," katanya seperti dikutip dari VOA Indonesia, Senin (23/7/2018).

Nur menambahkan, tidak ada pihak yang diminta untuk bertanggung jawab atas kematian putrinya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

Cap tangan anak-anak untuk kampanye pola asuh dan asupan gizi. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Cap tangan anak-anak untuk kampanye pola asuh dan asupan gizi. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Ditentang Aktivis

Berita tentang kematian akibat khitan perempuan tersiar pada saat para aktivis di Somalia dan mitra internasionalnya sedang bertemu dalam sebuah konferensi di Mogadishu. Mereka membahas cara menggencarkan kampanye untuk menentang khitan perempuan.

Aktivis anti khitan perempuan di Somalia, Ifrah Ahmed, mengimbau pemuka agama untuk segera bertindak meyakinkan masyarakat agar mengakhiri kebiasaan tersebut.

"Para pemuka agama dapat memberitahu masyarakat tentang apa yang dikatakan agama mengenai khitan perempuan, itu tidak ada kaitannya dengan agama, itu hanya adat," kata Ifrah Ahmed.

Menurut WHO, Somalia berada di peringkat teratas di antara tiga negara di dunia yang masih melakukan mutilasi genital atau FGM (female genitalia mutilation).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya