Pria Australia Terjerat Utang Kartu Kredit Selama 146 Tahun, Alasannya Miris

Seorang pria di Australia yang berusia 58 tahun ini harus melunasi tagihan kartu kreditnya untuk setengah abad ke depan.

oleh Afra Augesti diperbarui 02 Agu 2018, 21:00 WIB
Diterbitkan 02 Agu 2018, 21:00 WIB
Kartu Kredit
Ilustrasi Foto Kartu Kredit (iStockphoto)

Liputan6.com, Brisbane - Seorang pria di Australia berutang kepada sebuah bank swasta di Negeri Kanguru, Commonwealth Bank. Lelaki bernama Assam ini harus melunasi tagihan kartu kredit selama setengah abad ke depan dari usianya yang sekarang, 58 tahun.

Itu artinya, tagihan tersebut harus diselesaikan Assam selama 146 tahun atau pada 2164 ketika Assam berumur 204 -- itu pun jika ia  diberi anugerah umur panjang. Namun, itu mustahil. Sejarah mencatat, manusia paling panjang umur di muka Bumi adalah Jeanne Calment (1875–1997). Perempuan Prancis itu meninggal dunia pada usia 122 tahun dan 164 hari.

Jerat hutang bermula saat pensiunan yang merupakan penyandang cacat itu sudah tidak dapat bekerja sejak 2003. Assam dikatakan hampir tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya karena sakit-sakitan.

Atas dasar inilah, Commonwealth Bank "dengan senang hati" membantunya. Assam diperbolehkan menggunakan kartu kredit sebanyak lima buah, dengan masing-masing batas saldo minimal 61.500 dolar Australia atau Rp 657 juta.

Tahun ini, utang Assam yang tertera pada tagihan CommBank Mastercard-nya sudah mencapai 44.000 dolar Australia atau Rp 470 juta. Ini diakumulasi setelah bank mendongkrak batasnya dari 2.000 dolar Australia (Rp 21,3 juta) menjadi 44.600 dolar Australia (Rp 476,4 juta) pada tahun 2015 --tahun yang sama ketika ia pindah apartemen lantaran tidak mampu membayar sewa.

"Jika Anda hanya melakukan pembayaran minimum setiap bulan, maka Anda akan melunasi saldo sekitar 146 tahun 5 bulan," tulis pernyataan di surat tagihan kartu kreditnya pada Januari 2018. "Dan Anda akhirnya akan membayar perkiraan bunga dengan total 340.604,78 (sekitar Rp 3,6 miliar)."

Sementara itu, pejabat senior urusan kebijakan umum dari Consumer Action Law Center, Katherine Temple, mengatakan bahwa mereka yang terjerat utang kartu kredit secara terus-menerus sebenarnya sangat menguntungkan bank. Di satu sisi, hal tersebut memberatkan diri mereka sendiri.

"Mereka yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya cenderung rela membayar bunga dan biaya tambahan lain. Jadi menjerat orang dalam siklus utang kartu kredit sering kali dimanfaatkan bank untuk kepentingan perusahaan," kata Temple seperti dikutip dari News.com.au, Kamis (2/8/2018).

Dalam sebuah pernyataan yang dikirim khusus untuk media di Australia itu, juru bicara Commonwealth Bank menyampaikan permintaan maaf kepada Assam.

"Kami meminta maaf kepada pelanggan atas pengalaman yang buruk baru-baru ini dengan perusahaan kami," kata pernyataan itu.

"Kami sepenuhnya telah menerapkan reformasi baru-baru ini terkait peningkatan batas kredit. Kami juga menggandeng Australian Securities and Investments Commission (ASIC, badan pemerintah Australia yang independen dan bertindak sebagai pengatur perusahaan di Australia) untuk meningkatkan persyaratan keterjangkauan kartu kredit baru dan peningkatan batas kredit yang akan kami terapkan."

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

Kartu Kredit Menjadi Sorotan Utama di Australia

Gesek Mesin Kartu Kredit
Ilustrasi Foto Gesek Kartu Kredit (iStockphoto)

Kasus Assam, yang diselesaikan secara "bebas bersyarat" dengan pihak bank setelah Consumer Action Law Centre mengajukan keluhan kepada Financial Ombudsman Service atas namanya, menyoroti industri kartu kredit senilai 50 miliar dolar Australia di Negeri Kanguru.

Sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Australian Securities and Investments Commission menemukan 1,9 juta warga Australia sedang berjuang untuk melunasi utang kartu kredit mereka. Ini tetap menjadi isu nomor satu di negara tersebut.

Di bawah perubahan undang-undang yang disahkan pada Februari tahun ini, ASIC diberikan tugas untuk menetapkan batas kartu kredit berdasarkan jumlah yang dapat "dibayar kembali" dalam jangka waktu tertentu.

Di sisi lain, Consumer Action Law Centre, Choice, Financial Counselling Australia dan Financial Rights Legal Centre telah meminta agar pembatasan itu berlaku hingga dua tahun.

"Periode tersebut (dua tahun) akan memastikan bahwa warga Australia tidak terjebak dalam utang kartu kredit jangka panjang," kata salah satu perwaklian dari keempat lembaga itu.

"Kami menganggap bahwa proposal ini akan secara signifikan mengurangi keluhan konsumen yang disebabkan oleh kartu kredit dan praktik pemberian pinjaman."

Kasus lain yang juga memilukan ketika Mary, pensiunan berusia 79 tahun, berjuang untuk melunasi utang kartu kredit sebesar 1.500 dolar Australia atau Rp 21,6 juta selama 15 tahun.

Sebenarnya, dia telah membayar dan melunasi nominal tersebut, tetapi bunga bank membuatnya payah. Ketika dia mengajukan protes, pihak bank tidak mau tahu dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya