Liputan6.com, Pyongyang - Gelombang panas yang melanda Semenanjung Korea merenggut puluhan korban jiwa di Korea Utara, menurut laporan sejumlah media di Korea Selatan.
Beberapa sumber anonim mengatakan kepada media Daily NK bahwa sekitar 39 orang tewas akibat gelombang panas di kota Pyongsong pada akhir Juli 2018 lalu, demikian seperti dikutip dari United Press International (UPI), Senin (20/8/2018).
Jumlah korban diperkirakan lebih tinggi dari laporan tersebut, mengingat, otoritas Korea Utara memerintahkan warga sipil untuk melaksanakan 'mobilisasi' guna mengentaskan kekeringan.
Advertisement
Baca Juga
Sementara itu, pada awal Agustus 2018, surat kabar Korea Utara Rodong Sinmun menyatakan bahwa pemerintah Korut mendeklarasikan status darurat akibat cuaca panas yang tak biasa dan memandatkan warga mengatasi kerusakan akibat kekeringan.
"Semua kapabilitas harus difokuskan pada perjuangan total untuk melawan temperatur tinggi dan kekeringan," Rodong Sinmun melaporkan.
Sementara itu, seorang sumber mengatakan kepada Daily NK bahwa otoritas Korut "menyuruh orang ke lahan" supaya mereka bisa melakukan pengairan.
"Orang-orang yang kekurangan makanan dan istirahat, diperintahkan untuk bekerja di lahan. Mereka tidak akan tak mampu menghadapi situasi tersebut dan kemudian kolaps," Daily NK melaporkan.
News 1 melaporkan pada Senin 20 Agustus bahwa lembaga cuaca Korea Selatan telah mengangkat peringatan gelombang panas di kawasan Semenanjung Korea sejak 18 Agustus.
Gelombang panas mungkin berlanjut lagi tengah pekan ini, menurut laporan itu.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Simak video pilihan berikut:
Rakyat Korut Wajib Lindungi Panen
Sebelumnya, Pemerintah Korea Utara memperingatkan gelombang panas yang sedang terjadi bisa berpotensi memicu 'bencana alam'. Rezim Kim Jong-un meminta rakyatnya untuk melindungi tanaman dari kekeringan.
Semenanjung Korea sedang mengalami cuaca panas, suhu udara mencapai titik tertinggi. Korea Selatan telah melaporkan 28 kematian akibat cuaca panas ekstrem.
Di Korut, yang pernah mengalami pengalaman pahit berupa kelaparan pada masa lalu, media pemerintah memperingatkan bahwa tanaman pangan utama, seperti padi dan jagung, saat ini dalam kondisi terancam.
Pemerintah meminta rakyat untuk bergabung bersama dalam perjuangan demi melindungi panen. Agar panen tak gagal.
"Suhu tinggi tahun ini adalah bencana alam yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun, hal tersebut bukan kesulitan yang tak dapat diatasi," demikian pengumuman Pemerintah Korut, seperti dikutip dari BBC News, Sabtu 4 Agustus 2018.
"Para pejabat yang bekerja di semua bidang dan unit...harus bersatu dan bekerja keras dengan rasa patriotisme untuk mencegah kerugian akibat suhu tinggi dan kekeringan," kata editorial di koran yang dikelola negara, Rodong.
"Semua orang harus sepenuhnya menampilkan semangat patriotik mereka dalam upaya yang sedang berlangsung."
Sementara itu, lembaga penyiaran Korea Utara, KCNA mengatakan, peralatan irigasi sedang diperbaiki dan sumur serta waduk baru dibuat untuk mengatasi kekeringan.
"Tanki air, traktor, truk, dan sejumlah kendaraan lain, yang jumlahnya tak terhingga, dikerahkan untuk mengairi lahan pertanian bersama dengan semua peralatan dan peralatan penyiraman yang tersedia," demikian dikabarkan KCNA.
Suhu di Ibu Kota Pyongyang mencapai rekor tertinggi 37,8 derajat Celcius pada hari Rabu 1 Agustus 2018. Sementara, Ibu Kota Korea Selatan, Seoul, juga baru-baru ini mencatat suhu terpanasnya yakni 39 derajat Celcius.
Advertisement