RI dan Palang Merah Internasional Desak Pengendalian Terhadap Teknologi dan Senjata Modern

Berbagai pihak, termasuk komunitas internasional, harus melakukan pengendalian terhadap perkembangan teknologi tersebut demi hajat hidup orang banyak.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 05 Sep 2018, 16:28 WIB
Diterbitkan 05 Sep 2018, 16:28 WIB
Partisipan seminar Regional Conference on Contemporary Warfare: Global Trends and Humanitarian Challenges di Jakarta (5/9/2018) (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)
Partisipan seminar Regional Conference on Contemporary Warfare: Global Trends and Humanitarian Challenges di Jakarta (5/9/2018) (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Bak koin yang memiliki dua sisi, perkembangan teknologi memiliki dampak positif dan negatif yang mengikuti. Oleh karenanya, berbagai pihak, termasuk Indonesia serta komunitas internasional di tataran kawasan dan dunia, harus melakukan pengendalian terhadap perkembangan teknologi tersebut demi hajat hidup orang banyak.

Itu menjadi pentin,g mengingat perkembangan teknologi turut mempengaruhi bidang-bidang tertentu dalam konteks dinamika geo-politik dunia, seperti konflik dan krisis kemanusiaan global. Dan, beberapa pihak mungkin bisa menggunakannya untuk tujuan amoral dan jahat.

"Semua perkembangan teknologi, informasi, dan komunikasi (ICT), yang memiliki turunan berupa modernisasi dan automasi senjata, pemanfaatan teknologi siber untuk kejahatan, serta kecerdasan buatan, memicu timbulnya tindakan jahat dari sejumlah pihak ... dan semakin menambah kompleksitas konflik dan krisis," kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi saat membuka seminar Regional Conference on Contemporary Warfare: Global Trends and Humanitarian Challenges di Jakarta, Rabu (5/9/2018).

"Semua masalah yang terbilang baru itu --yang mana turut mengubah wajah konflik dunia-- diakibatkan oleh adanya perkembangan tekonologi. Maka, itu semua membutuhkan perhatian, pendekatan baru, dan solusi pengendalian, agar tak memperburuk berbagai kondisi yang tengah dialami warga dunia saat ini," tambah Menlu Indonesia itu.

Teknologi digital baru, keterkaitan infrastruktur militer dan sipil di ruang siber, metode peperangan yang menyingkirkan tentara dari medan perang fisik --digantikan dengan teknologi modern seperti drone bersenjata dan senjata siber, pengembangan senjata automasi yang berisiko menghilangkan kontrol manusia atas penggunaan kekuatan, perang yang banyak terjadi di ruang-ruang perkotaan --yang memicu perpindahan manusia secara besar-besaran, adalah segelintir contoh dari dampak negatif yang telah dibawa oleh perkembangan ICT dewasa ini.

Oleh karenanya, semua itu, "mengharuskan negara dan komunitas internasional untuk mengevaluasi implikasi negatif lanjutan yang lebih besar terhadap peperangan dan konsekuensi bagi warga sipil," kata Juerg Kesselring, Anggota Dewan Komite Palang Merah Internasional (ICRC) menggarisbawahi kebutuhan mendesak dari penyelenggaraan seminar tersebut.

"Ini hanyalah beberapa tantangan yang ditimbulkan oleh peperangan kontemporer yang dilanda oleh komunitas internasional," tambahnya.

Kesselring pun kemudian mempertegas pentingnya peran dan kerja sama yang dilakukan oleh Indonesia dengan komunitas internasional --termasuk ICRC-- untuk "terus mendorong kepada dunia mengenai betapa mendesaknya pembahasan tentang pengendalian teknologi dalam konteks konflik dan krisis kemanusiaan global. Mengingat, efek yang ditimbulkan dari hal itu pada akhirnya akan berdampak kepada masyarakat internasional pula."

Dan, untuk mencapai hal itu, Kesselring menekankan kepada komunitas internasional untuk mengedepankan prinsip kemanusiaan demi kebaikan bersama.

"Pendekatan kita harus menekankan pada prinsip kemanusiaan yang merupakan hal fundamental, juga asas netralitas, kemandirian, dan ketidakberpihakan," jelasnya.

"Serta tidak lupa, dunia harus mengingat asas tujuan mendasar dari sebuah perkembangan teknologi, yakni untuk menyelamatkan nyawa dan menjaga martabat individu. Dan dalam konteks konflik dan krisis kemanusiaan, perkembangan teknologi haruslah ditujukan untuk menjaga martabat korban dari perang dan konflik semacam itu," jelasnya.

 

Simak video pilihan berikut:

 

Peran Indonesia di Kawasan

Ilustrasi internet (iStockphoto via Google Images)
Ilustrasi internet (iStockphoto via Google Images)

Dalam kesempatan yang sama, Menlu RI Retno Marsudi mengatakan bahwa "Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN lainnya telah mengambil langkah-langkah untuk mengantisipasi tantangan baru" tentang perkembangan teknologi dan dampak negatif yang ditimbulkan dalam konteks konflik dan krisis kemanusiaan global.

"Misalnya, ASEAN telah berhasil menghasilkan ASEAN Leaders Statement on Cybersecurity Cooperation untuk meningkatkan kerja sama dan pengembangan kapasitas, membangun kepercayaan diri, dan dalam menciptakan norma-norma yang bersifat sukarela dan praktis terkait pengendalian dunia maya."

Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kemlu RI, Siswo Pramono menambahkan dalam kesempatan terpisah, ASEAN Leaders Statement on Cybersecurity Cooperation secara mendetail mengatur tentang penyalahgunaan finansial di dunia maya dalam keterkaitannya pada pendanaan ekstremisme-terorisme di kawasan Asia Tenggara,

Namun, selain itu, belum ada regulasi atau perangkat norma lain yang secara lebih ekstensif mengatur tentang pengendalian teknologi dalam konteks persenjataan modern dan yang lainnya.

"Teknologi selalu berkembang lebih cepat daripada norma atau regulasinya, jadi norma itu diperlukan ketika kita sadar bahwa teknologinya mulai menimbulkan hal negatif sehingga orang mulai berunding bikin norma," kata Siswo.

"Tapi secara garis besar, sekarang sudah mulai terbentuk kesepakatan-kesepakatan umum mengenai bagaimana siber dan pengendalian teknologi senjata modern diterapkan," tambahnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya