Liputan6.com, London - Pada akhir 1912, surat kabar di seluruh dunia mengabarkan berita sensasional: "Mata Rantai yang Hilang Akhirnya Ditemukan - Teori Darwin Terbukti!"
Pada waktu bersamaan, dalam sebuah pertemuan Geological Society di London, yang dihadiri para elite dalam dunia ilmu pengetahuan di Britania Raya, fragmen-fagmen dari tengkorak dan tulang rahang fosil manusia purba diungkap pada dunia.
Advertisement
Baca Juga
Fosil itu diklaim sebagai 'nenek moyang orang Inggris' atau Piltdown Man, meski julukan resminya adalah Eoanthropus dawsoni -- diambil dari nama Charles Dawson, arkeolog amatir yang mengaku menemukannya di lubang berisi kerikil di Barkham Manor, Piltdown, Sussex.
Seperti dikutip dari BBC, Selasa (20/11/2018), temuan itu kemudian diserahkan pada Sir Arthur Smith Woodward, ahli palaeontologi, yang dengan senang hati menerimanya.
Kala itu, para ilmuwan di dunia sedang berlomba-lomba menemukan benang merah yang terputus dari Teori Evolusi. Sejak Charles Darwin mempublikasikan teorinya yang termahsyur soal asal-usul sepsies atau Origin of Species pada 1859, perburuan nenek moyang yang menghubungkan kera dengan manusia tak pernah berakhir.
Temuan sensasional fosil yang diberi nama Neanderthals, telah didapatkan di Jerman dan Prancis. Para ilmuwan Inggris pun tak mau ketinggalan, ingin membuktikan bahwa Britania Raya juga memainkan peran penting dalam latar agung evolusi manusia.
Dan Piltdown Man adalah jawaban atas doa mereka. Karena berkat dia, Inggris bisa mengklaim sebagai tempat kelahiran umat manusia.
Namun, sejak awal penemuannya, Piltdown Man telah mendapatkan penentangan. Sejumlah ahli dari luar Inggris meragukan kecocokan antara tengkorak dan rahang fosil itu. Namun, sejumlah temuan fosil serupa kemudian ditemukan di lokasi di mana belulang purba tersebut ditemukan.
Sejak saat itu Piltdown Man dimasukkan dalam silsilah nenek moyang manusia purba, sebelum Homo sapiens atau manusia modern.
Namun, 40 tahun kemudian, pada 21 November 1953, kebenaran akhirnya terkuak. Segala klaim terkait fosil itu ternyata hoaks.
Perkembangan teknologi penanggalan fosil pada tahun 1940-an menguak kebohongan itu.
Pada 1949, Dr Kenneth Oakley, staf Natural History Museum menguji fosil Piltdown Man. Dan ia menemukan bahwa tengkorak dan rahang itu tak sekuno yang dikira. Usianya tak sampai nyaris sejuta tahun.
Fragmen tengkorak ternyata berumur sekitar 500 tahun. Sementara, fragmen rahang bahkan bukan milik manusia, tapi orangutan.
Piltdown Man, secara harafiah, ternyata merupakan makhluk setengah kera dan setengah manusia yang terdiri atas tengkorak manusia zaman pertengahan, rahang bagian bawahnya ditempel fragmen dari seekor orangutan dari Sarawak (Malaysia) dan fosil giginya dari simpanse. Umurnya pun disamarkan dengan cara merebusnya dan diberi pewarna agar terlihat antik dan sesuai dengan warna tambang kerikil tempatnya ditemukan.
Lebih jauh lagi, para ilmuwan menguak sekitar 40 fragmen yang ditemukan di Piltdown tak ada kaitan dengan nenek moyang kita. Hoaks belaka.
Gegerkan Dunia
Kabar yang terkuak pada 21 November 1953 pun menggegerkan dunia. Berita yang ditulis semua media bikin Natural History Museum malu berat. Bahwa temuan nenek moyang manusia di Inggris adalah kabar bohong alias hoaks belaka. Dan bahkan para ilmuwan pun tertipu karenanya.
"Hoaks Piltdown Man Terkuak," demikian judul berita yang dimuat New York Times pada 21 November 1953.
"Bagian tengkorak Piltdown Man, salah satu fosil paling terkenal di dunia, dinyatakan sebagai hoaks oleh pihak berwenang di British Natural History Museum," demikian kutipan isi artikel. "Pernyataan itu...dibuat setelah 20 tahun desas-desus dan spekulasi di kalangan ahli paleontologi Eropa tentang keaslian fosil itu."
Sementara, judul utama atau headline yang terpampang di halaman muka London Star menyebutnya sebagai, "Hoaks Terbesar dalam Dunia Ilmu Pengetahuan Abad Ini".
Selain terkuaknya kebohongan tentang Piltdown Man, sejumlah peristiwa bersejarah lain juga terjadi pada 21 November.
Pada 21 November 2009, tambang batu bara di Provinsi Heilongjiang, China meledak akibat akumulasi gas di dalamnya. Akibatnya, 108 orang dikonfirmasi tewas, sementara 29 lainnya dirawat di rumah sakit.
Sementara, pada 1985, seorang anggota intelijen Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) ditangkap lantaran membocorkan rahasia negara ke Israel. Rahasia tersebut terkait kebijakan Negeri Paman Sam di kawasan Timur Tengah.
Analis intelijen bernama Jonathan Jay Pollard tersebut dibekuk Biro Investigasi Federal AS (FBI) dibekuk bersama sang istri, Anne, saat hendak menuju Kedutaan Besar Israel untuk meminta suaka atau pengampunan.
Advertisement