Liputan6.com, Ottawa - Pada Selasa 30 Desember 1941, Perdana Menteri Inggris Raya, Sir Winston Leonard Spencer-Churchill atau Winston Churchill berkunjung ke Kanada. Kedatangannya ke Ottawa, naik kereta dari Washington DC, untuk berterima kasih atas bantuan Kanada dalam Perang Dunia II.
Jika tak dibantu Kanada dan negara-negara Commonwealth, Britania Raya nyaris sendirian melawan kekuatan Jerman yang sedang di atas angin. Polandia, Prancis, dan sejumlah besar negara-negara Eropa telah jatuh ke tangan Nazi. Sementara, Amerika Serikat baru terpaksa terjun pada Perang Dunia II pasca-pemboman Pearl Harbour pada 7 Desember 1941.
Advertisement
Baca Juga
Ada dua hal yang paling diingat dalam kunjungan Churchill kala itu: pidatonya yang berapi-api dan fotonya dengan tatapan mengerikan. Garang bukan kepalang.
Di depan anggota parlemen dan senat Kanada, PM Inggris membacakan pidatonya yang terdiri atas 22 halaman. Butuh, 37 menit baginya untuk menyelesaikannya. Tepuk tangan dan sorak sorai kerap menginterupsi.
Winston Churchill meyakinkan para pendengarnya, bahwa Inggris tak akan kalah dari Hitler dan geng Nazi-nya.
"Mereka meminta perang total. Mari kita pastikan mereka mendapatkannya," kata dia seperti dikutip dari situs www.onthisday.com, Sabtu (29/12/2018).
Pemimpin Inggris yang berasal dari kalangan aristokrat itu menyampaikan bahwa setelah kejatuhan Prancis di tangan musuh, sejumlah jenderal di sana meramalkan, "Dalam tiga pekan, leher Inggris akan diremas seperti ayam." Maksudnya, kalah total.
Dalam pidatonya, Churchill menolak anggapan itu. "Some chicken! Some neck!" ia berseru.
Frasa tersebut diucapkannya untuk menegaskan bahwa anggapan para jenderal Prancis salah total terhadap Inggris. Bahwa Britania Raya terbukti lebih ulet daripada yang diperkirakan Prancis.
Selain pidatonya, hal yang paling dikenal dari hari itu adalah foto Churchill dengan wajah garang.
Hingga saat itu, tidak ada satupun foto Winston Churchill yang menunjukkan sifat-sifat aslinya: pembangkang, berani, keras kepala, dan tekad kuat. Kecuali, gambar yang diambil fotografer Kanada keturunan Turki Yousef Karsh.
Namun, faktanya, foto ikonik tersebut tidak menunjukkan raut muka seorang pemimpin yang merengut pada musuh-musuhnya dalam perang global yang sedang berkobar.
Itu adalah wajah seorang pria yang baru saja kehilangan cerutunya.
Kala itu, Churchill sedang lelah setelah berpidato dan melakukan perjalanan panjang. Ia tak ingin difoto.
Saat fotografer resmi parlemen, Yousef Karsh mendekat, ia berkata, "Kamu punya waktu dua menit. Itu saja. Dua menit."
Dalam bukunya, Faces Of Our Time, Karsh menceritakan apa yang terjadi saat ia memotret tokoh besar yang kelak membawa Inggris menjadi pemenang Perang Dunia II itu.
"Cerutu Churchill tak lepas dari tangannya. Aku mengulurkan asbak, tetapi dia tidak mau membuangnya.
Lalu, aku kembali ke kameraku dan memastikan bahwa semuanya baik-baik saja secara teknis. Aku menunggu. Dia terus mengisap cerutunya. Aku menunggu. Kemudian, aku melangkah ke arahnya, tanpa direncanakan terlebih dahulu, tapi dengan penuh hormat, aku berkata, 'Maafkan saya, Tuan' dan mengambil cerutu dari mulutnya.
Saat aku kembali ke kameraku, ia terlihat berang, seakan siap memangsaku. Pada saat itulah aku mengambil foto itu. Keheningan terasa memekakkan telinga. Kemudian PM Churchill, tersenyum ramah, berjalan ke arahku, menyalamiku dan berkata, 'Kau bahkan bisa membuat singa yang mengaum diam untuk difoto.' "
Yousef Karsh menyebut foto Winston Churchill yang diambilnya saat itu sebagai The Roaring Lion. Singa yang Mengaum.
Tragedi Senopati Nusantara
Sementara itu, pada tanggal yang sama, tahun 2006 silam, musibah kecelakaan transportasi laut terjadi di Indonesia.
KM Senopati Nusantara dinyatakan hilang pada 30 Desember 2006 sekitar pukul 03.00, saat menempuh pelayaran dari Teluk Kumai, Kalimantan Tengah, menuju Semarang, Jawa Tengah.
Dua hari setelah angkat sauh, bahtera tersebut tak diketahui keberadaannya. Senopati Nusantara diperkirakan tenggelam 24 mil laut dari Pulau Mandalika, perairan Kepulauan Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah.
Sehari setelah dinyatakan hilang, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) saat itu, Setio Raharjo menyatakan, penyebab utama Senopati Nusantara tenggelam adalah cuaca. "Yang paling utama cuaca buruk," kata dia.
Pencarian korban dilakukan. Badan SAR Nasional, TNI, dan Polri mengerahkan enam pesawat dan helikopter untuk menyelamatkan korban selamat yang terapung di laut lepas.
Ban-ban penyelamat dan makanan instan dilemparkan sebagai pertolongan pertama. Lokasi korban segera diinformasikan ke kapal-kapal lain.
Memasuki pekan kedua, Tim SAR TNI Angkatan Laut bahkan melakukan pencarian hingga ke perairan Bali dan Nusa Tenggara Barat. Selain menggunakan pesawat perang, tim menyisir dengan pesawat Nomad.
Pencarian hingga ke perairan Bali dan NTB dilakukan mengingat arus laut terus bergerak ke arah timur. Untuk mengefektifkan pencarian, pos koordinasi tim SAR dialihkan dari Surabaya ke Denpasar. Diperkirakan korban hanyut hingga ke arah itu.
Pada 12 Januari 2007, KRI Untung Suropati mendeteksi adanya logam di sebelah utara perairan Lasem, Jateng. Logam tersebut diperkirakan berada pada kedalaman sekitar 40 meter di bawah permukaan laut.
Selain cuaca buruk, situasi diperparah dengan kelebihan penumpang. Sejumlah penumpang selamat menuturkan ada ratusan penumpang lain yang membeli tiket di atas kapal alias penumpang gelap.
Jumlah penumpang KM Senopati Nusantara diperkirakan sebanyak 628 orang, 235 orang dinyatakan selamat, 63 tewas, dan 330 lainnya tak diketahui.
Kecelakaan KM Senopati Nusantara hanya berjarak beberapa hari sebelum musibah Adam Air pada 1 Januari 2007.
Pesawat Adam Air jenis Boeing 737-400 jatuh di sekitar Majene. Seluruh 102 penumpang dan awak pesawat tewas dalam musibah tersebut. Hingga saat ini, pesawat dan korban tidak ditemukan.
Advertisement