Liputan6.com, Berlin - Namanya memang tak setenar bos Nazi Adolf Hitler, Heinrich Himmler, atau Adolf Eichmann, namun Ilse Koch juga masuk daftar orang paling terkenal dari era Holocaust. Kejamnya bukan main. Dan dia seorang perempuan.
Ilse Koch menjadi simbol kekejaman ekstrem Nazi. Karenanya, ia dikenal sebagai The Witch of Buchenwald (Die Hexe von Buchenwald), 'The Beast of Buchenwald', Queen of Buchenwald, Red Witch of Buchenwald, Butcher Widow, namun yang paling terkenal adalah The Bitch of Buchenwald -- Sundal dari Buchenwald.
Nama aslinya adalah Margarete Ilse Kohler. Ia lahir di Dresden dan belajar di sekolah akuntansi, pendidikan yang relatif tinggi untuk perempuan pada masa itu.
Advertisement
Ilse bekerja sebagai staf tata buku sebelum akhirnya bergabung dengan Nazi pada 1930-an. Keterlibatannya di partai tersebut membuatnya bertemu dengan suaminya, Karl Otto Koch. Mereka menikah pada tahun 1936.
Baca Juga
Karl menjadi komandan kamp konsentrasi Sachsenhausen, kemudian dipindahtugaskan ke kamp Buchenwald dekat Weimar, Jerman. Ilse Koch ikut pindah ke sana dan ikut campur dengan pekerjaan sang suami.
Perintah pertama yang dikeluarkan adalah pembangunan arena olahraga indoor di mana ia bisa mengendarai kudanya tanpa kepanasan dan kedinginan. Dananya, sebesar 62,5 ribu dolar (sekitar 1 juta dolar AS nilai saat ini) yang dicuri dari uang dan harta rampasan para tahanan Yahudi.
Sementara para tahanan kelaparan, badan tinggal tulang berbalut kulit, Ilse Koch dan keluarganya hidup dalam kemewahan. Menyantap hidangan lezat dan menyesap anggur mahal.
Sesekali perempuan itu berkuda di luar stadion pribadinya. Tahanan yang berani menatapkan akan kena hukuman berat, dicambuk atau ditembak.
"Saat itu ia adalah perempuan yang sangat cantik dengan rambut merah yang panjang. Tahanan yang ketahuan menatap ke arahnya akan ditembak," kata Kurt Glass, mantan tahanan yang bekerja sebagai tukang kebun di vila milik Koch, seperti dikutip dari The New York Times.
Konon ia selalu tampak bersemangat mengirim anak-anak ke kamar gas. Bahkan memaksa para tahanan melakukan adegan seksual tak biasa demi kepuasannya belaka.
Seperti dikutip dari situs allthatsinteresting.com, hobi Nyonya Koch yang paling ekstrem, yang jadi sorotan dalam Pengadilan Nuremberg, adalah mengoleksi kap lampu, sampul buku, dan sarung tangan yang konon dibuat dari kulit manusia.
Para saksi mengaku, Ilse Koch kerap berkeliling naik kuda ke kamp-kamp untuk menyisir tahanan yang memiliki tato tertentu.
"Ia punya ide membuat kap lampu dari kulit manusia. Suatu hari, di Appelplatz, kami diperintahkan membuka pakaian hingga pinggang. Mereka yang punya tato menarik dibawa ke depannya dan ia memilih salah satu yang disuka. Orang itu dibunuh dan kulitnya dibuat kap lampu," tambah Kurt Glass. "Ia juga membuat mumi dari jempol manusia untuk dijadikan saklar di rumahnya."
Sejumlah orang mengaku, Ilse Koch juga punya dompet yang dibuat dari kulit manusia. Ia juga mengoleksi sejumlah memorabilia berisi organ manusia.
Mati Bunuh Diri
Pada 1943, Ilse Koch dan suaminya ditangkap atas tuduhan korupsi dan mencuri harta rampasan dari para tahanan Yahudi. Karl Otto Koch dieksekusi mati oleh SS Nazi. Sementara, karena dianggap kurang bukti, Ilse dibebaskan dari tahanan.
Pasca-pembebasan kamp konsentrasi Buchenwald, kabar tentang kekejaman Ilse Koch menyebar luas.
Pada Juni 1945 ia pun ditahan aparat AS atas tuduhan berpartisipasi dalam rencana kriminal untuk membantu, bersekongkol dan berpartisipasi dalam pembantaian di Buchenwald. Ilse Koch diseret ke pengadilan kejahatan perang pada 1947.
Kala itulah ia mengaku sedang hamil delapan bulan. Pengakuannya tentu saja mengejutkan. Pertama, suaminya sudah meninggal dunia. Ilse tak melakukan kontak dengan pria manapun, kecuali para tahanan dan penyelidik yang beberapa dari mereka berdarah Yahudi. Kejutan lainnya, usianya saat itu sudah 41 tahun. Konon, ayah biologis dari anaknya adalah Fritz Schäffer, sesama tahanan.
Dua tahun setelah diperkarakan, hukumannya dikurangi empat tahun oleh Jenderal Lucius D. Clay, gubernur militer sementara Zona Amerika di Jerman.
Alasannya, "tidak ada bukti meyakinkan bahwa ia telah memilih tahanan untuk dibunuh dan diambil kulitnya yang bertato, atau bahwa ia memiliki barang yang terbuat dari kulit manusia."
Pengadilan memutuskan, barang-barang yang diajukan jadi bukti mungkin dibuat dari kulit kambing. Isle pun dibebaskan tak lama kemudian.
"Aku sama sekali tak bersimpati pada Ilse Koch. Dia adalah wanita dengan karakter bejat dan reputasi buruk. Dia telah melakukan banyak hal tercela dan dapat dihukum di bawah hukum Jerman. (Namun) kami tidak mengadilinya untuk hal-hal itu. Kami mengadilinya sebagai penjahat perang atas tuduhan tertentu," kata Jenderal Clay.
Pembebasan Ilse Koch membuat publik murka. Tak lama kemudian, perempuan itu kembali ditangkap. Kali itu oleh Pemerintah Jerman Barat.
Dalam persidangan kedua yang digelar pada 1950, Ilse kerap pingsan dan bahkan harus dilarikan ke luar sidang. Sebanyak 250 orang didengar kesaksiannya, termasuk 50 di antaranya adalah saksi meringankan. Tudingan bahwa ia mengoleksi barang-barang yang terbuat dari kulit manusia kembali mengemuka.
Pada 15 Januari 1951, hakim membacakan putusan yang tebalnya 111 halaman. Ilse Koch yang kala itu tak hadir divonis pidana seumur hidup.
Ia dinyatakan terbukti bersalah atas tuduhan penghasutan untuk membunuh, hasutan untuk percobaan pembunuhan, dan hasutan untuk kejahatan perusakan tubuh manusia. Sementara untuk tahanan menggunakan kulit manusia sebagai kerajinan dianggap tak cukup bukti.
Selama dalam penjara, ia mengajukan sejumlah upaya banding, namun selalu ditolak. Ilse bahkan mengajukan protes ke Komisi HAM, dan ditepis.
Pada 1 September 1967, Ilse Koch gantung diri di selnya. Menggunakan sprei yang dipilin. Ia kemudian dikebumikan di kuburan penjara Aichach. Tanpa nisan, tanpa penanda, tanpa pelayat yang berkabung.
Saksikan video terkait Nazi berikut ini:
Insiden Banjir Bandang Sirup Gula
Tak hanya vonis mati bagi Ilse Koch, sejumlah kejadian bersejarah terjadi pada tanggal 15 Januari.
Pada 15 Januari 1919 bencana tak terduga terjadi. Siang bolong itu, sekitar pukul 12.30 waktu setempat, orang-orang merasakan tanah yang mereka pijak bergetar hebat.
Gemuruh panjang terdengar keras, mirip bunyi kereta yang melaju kencang. Sejurus kemudian, giliran ledakan memekakkan telinga, diikuti suara mirip rentetan peluru yang dimuntahkan dari senapan otomatis.
Itu bukan gempa. Tak ada yang paham apa sesungguhnya yang terjadi, hingga banjir bandang melanda. Bukan air, tapi sirup gula berwarna gelap.
Kala itu, tanki penyimpanan sirup gula molasses di fasilitas pabrik Purity Distilling Company -- di kawasan North End di Boston, Massachusetts, Amerika Serikat -- meledak dan tumpah.
Tangki itu berukuran tinggi 15 meter dan berdiameter 27 meter, berisi 8.700 meter kubik sirup.
Akibatnya tak terbayangkan. Sirup mengalir bak banjir bandang dengan kecepatan 56 km/jam ke jalanan. Menerjang bangunan, rel yang sedang dibuat, kereta-kereta kuda, juga manusia yang dilewatinya. Sebanyak 21 orang tewas, 150 lainnya luka-luka.
"Sirup gula setinggi pinggang tumpah ke jalanan, membentuk pusaran dan gelembung di antara puing-puing. Mereka yang terjebak -- manusia maupun hewan -- hanya bisa meronta-ronta tak berdaya. Kondisi mereka tak bisa diwakili oleh kata-kata," demikian ditulis Stephen Puleo, pengarang buku 'Dark Tide: The Great Boston Molasses Flood of 1919.'
"Pria dan wanita, kaki mereka terjebak cairan lengket, terpeleset, jatuh, dan sesak napas tersedak sirup itu," demikian dilaporkan Boston Globe. "Yang kuat menolong sesamanya yang lain. Dan banyak dari mereka justru tewas karenanya."
Pada tanggal yang sama tahun 1970, Moamar Khadafi resmi untuk pertama kalinya memipin Libya. Sedangkan pada 15 Januari 1965 merupakan hari lahir Menteri Kelautan ke-6 Indonesia, Susi Pudjiastuti.
Advertisement