Liputan6.com, Washington DC - Pesawat Boeing 737 MAX kembali jadi sorotan setelah kecelakaan Ethiopian Airlines Minggu 10 Maret 2019 lalu. Itu adalah kecelakaan kedua yang terjadi dalam lima bulan, pasca-tragedi Lion Air JT 610.
Terkait musibah itu, belakangan, mengemuka laporan dari pilot Amerika yang melaporkan masalah dengan pesawat bikinan Boeing paling laris itu.Â
Baca Juga
Setidaknya empat pilot melaporkan pengalamannya menerbangkan Boeing 737 MAX usai tragedi Lion Air pada Oktober 2018 lalu di Indonesia. Semua mengeluh bahwa pesawat tiba-tiba menukik ke bawah, demikian menurut dokumen yang ditinjau oleh AFP pada database keselamatan penerbangan.
Advertisement
Insiden itu tampaknya melibatkan sistem stabilisasi penerbangan yang dirancang untuk mencegah pesawat berhenti (stall), "MCAS," yang dilaporkan terjadi dalam kecelakaan fatal Lion Air yang menewaskan 189 orang tak lama setelah lepas landas.
Setelah kecelakaan terbaru pada Minggu 3 Maret 2019, di mana Boeing 737 MAX 8 lain dari Ethiopian Airlines jatuh 6 menit selepas tinggal landas, banyak maskapai penerbangan dan pemerintah di seluruh dunia mencekal operasional pesawat atau melarangnya mengudara di langit mereka -- termasuk Kanada yang baru saja mengambil langkah tersebut pada hari Rabu.Â
Federal Aviation Administration (FAA) atau Administrasi Penerbangan Federal, sehari sebelumnya pada hari Selasa, mengatakan tak ada alasan untuk mencekal pesawat Boeing 737 MAX, meskipun perusahaan pabrikan pesawat AS itu telah diminta memperbarui perangkat lunak penerbangan dan pelatihan di pesawat. Meski belakangan, AS memutuskan untuk mengandangkan MAX 8.Â
Sejauh ini, penyebab tragedi di Ethiopia belum ditentukan, meskipun kotak hitam dengan data penting dan rekaman pilot telah ditemukan, sehari setelah pesawat jatuh pada Senin 4 Maret.
Â
Saksikan juga video berikut ini:
Â
Pengakuan Pilot
Menurut Aviation Safety Reporting System (ASRS) yang dikelola oleh NASA, catatan salah satu pilot dari insiden pada November 2018 -- hanya beberapa minggu setelah Lion Air jatuh, mengatakan pesawat mengalami pitched nose down, kondisi di mana hidung pesawat miring dan menukik selang dua hingga tiga detik setelah menggunakan autopilot sesaat lepas landas.
"Kapten segera memutus autopilot dan menaikkan pesawat (climb)," kata laporan itu. "Sisa penerbangan itu berjalan lancar."
Laporan itu mengatakan awak pesawat meninjau kejadian itu "secara panjang lebar ... tetapi tidak dapat menemukan alasan mengapa pesawat mengalami kondisi pitch nose-down dengan sangat agresif."
Pilot lain dalam penerbangan November lalu mengatakan bahwa kru mendiskusikan kekhawatiran tentang pesawat Boeing 737 MAX. "Saya sebutkan akan menggunakan autopilot lebih cepat dari biasanya," ujar salah seorang juru mudi pesawat.
Tetapi anehnya, ketika menggunakan mode tersebut ada peringatan otomatis yang muncul dengan cepat bertuliskan "DONT SINK DONT SINK!"
"Saya segera memutus AP (autopilot) ... dan melanjutkan pendakian," kata petugas itu. Tetapi setelah ditinjau, "terus terang tidak ada di antara kami yang bisa menemukan kesalahan..."
"Dengan kekhawatiran tentang kondisi nose-down Boeing MAX 8, kami pikir pantas untuk mengungkapnya ke publik."
Pada kecelakaan Lion Air, masalah terpusat pada sensor Angle of Attack (AOA) yang terhubung ke Sistem Stabilisasi Pesawat Udara (MCAS).
Bencana Ethiopian Airlines terjadi tak lama setelah lepas landas dan pesawat mengalami pendakian (climb) dan penurunan (descent) yang tidak teratur setelah lepas landas.
"Kami akan menolak mengomentari laporan ASRS tertentu," kata juru bicara FAA kepada AFP. "Kami tidak mengetahui adanya laporan terverifikasi tentang masalah MCAS di AS."
ASRS adalah sistem laporan sukarela yang memungkinkan penelitian untuk "mengurangi kemungkinan kecelakaan penerbangan."
Advertisement