Anak WNI, Korban Termuda Penembakan Selandia Baru Dipulangkan dari RS

Averroes Syah (2) tertembak pada bagian kaki dan punggungnya di dalam Masjid Linwood, Selandia Baru pada 15 Maret 2019. Kini ia dipulangkan dari rumah sakit.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 28 Mar 2019, 09:42 WIB
Diterbitkan 28 Mar 2019, 09:42 WIB
Ilustrasi bendera Selandia Baru (AFP)
Ilustrasi bendera Selandia Baru (AFP)

Liputan6.com, Wellington - Korban termuda dalam serangan penembakan di masjid Selandia Baru telah diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit. Sebelumnya sang ibu, Alta Marie, memberitahukan lewat akun Facebooknya bahwa sang putra sudah dipulangkan pada 21 Maret 2019 dan akan menjalani perawatan di rumah.

Dikutip dari laman newshub.co.nz, Kamis (28/3/2019), Averroes Syah (2) tertembak pada bagian kaki dan punggungnya di dalam Masjid Linwood pada 15 Maret 2019.

Ia berhasil selamat berkat ditolong oleh ayahnya, WNI bernama Zulfirman Syah yang merupakan warga Indonesia.

Ayahnya dalam kondisi baik saat ini. Dia juga diperbolehkan keluar dari rumah sakit setelah menjalani operasi rekonstruksi di bagian tubuhnya, demikian laporan media lokal.

Keluarga kecil itu bertemu dengan Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern pekan lalu, seperti yang dilakukan banyak orang yang selamat lainnya dan keluarga para korban pembantaian.

Menurut data sementara Kementerian Luar Negeri RI, melalui informasi yang dihimpun oleh KBRI Wellington, ada 8 WNI yang terdampak kasus penembakan di masjid Selandia Baru, tepatnya di Christchurch pada Jumat 15 Maret 2019.

Laporan itu memperbarui kabar mengenai jumlah WNI yang terdampak, yang sebelumnya disebut hanya berjumlah enam orang.

Dua warga negara Indonesia (WNI), seorang ayah dan putranya menjadi korban insiden penembakan di masjid Selandia Baru. Kerabat mengatakan bahwa keduanya sudah berada dalam penanganan tim medis tak lama setelah penyerangan.

Istri dari pria itu mengatakan sang suami menderita "luka tembak di beberapa tempat" di tubuhnya akibat tertembak di Linwood Islamic Center di Christchurch, Selandia Baru di mana mereka baru pindah dua bulan yang lalu.

"Suami saya, Zulfirman Syah dan putra kami dua-duanya hidup, namun terluka," kata Alta Marie melalui akun Facebooknya tertanda enam jam yang lalu pada Jumat 15 Maret 2019.

"Suami saya, Jul (Zulfirman Syah) ditembak di beberapa tempat dan paru-parunya berlubang...," terang Alta.

Sehari kemudian, melalui unggahan statusnya di akun Facebook Alta Marie, ia mengabarkan bahwa kondisi sang suami kian membaik.

"Zulfirman Syah (suami saya) melindungi putra kami selama serangan di Pusat Islam Linwood, Selandia Baru (menjadi perisai sang anak) yang menyebabkan dia menerima sebagian besar tembakan peluru dan cedera yang jauh lebih kompleks daripada putra kami. Dia dalam kondisi stabil setelah operasi eksplorasi dan rekonstruktif ekstensif yang dilakukan sebelumnya," ujar Alta Marie dalam postingan di akun Facebook Alta Marie yang Liputan6.com kutip.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Selandia Baru Legalkan Operasi Pengintaian Menyeluruh

Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern (AP Photo)
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern (AP Photo)

Pascainsiden penembakan dua masjid di Christchurch pada Jumat 15 Maret 2019 lalu, pemerintah Negeri Kiwi memberlakukan kebijakan baru terkait operasi rahasia. Menteri Intelijen Selandia Baru, Rabu 27 Maret 2019, mengatakan bahwa ia mengizinkan agen mata-mata untuk melakukan pengintaian secara efektif dan menyeluruh.

Kebijakan itu menyusul langkah pemerintah yang mempertanyakan apakah badan intelijen negara Pasifik Selatan dapat mencegah serangan serupa. Hal itu mengingat banyak kritik dilancarkan, menyinggung kekerasan supremasi kulit putih yang luput dari perhatian karena terlalu berfokus pada ekstremis Muslim.

Andrew Little, menteri yang bertanggung jawab atas Biro Komunikasi Keamanan Pemerintah (GCSB) dan Layanan Intelijen Rahasia (SIS) Selandia Baru, mengatakan bahwa ia telah menandatangani surat perintah pengintaian yang kuat tersebut, mengutip Channel News Asia pada Rabu (27/3/2019).

"Saya telah melimpahkan wewenang kepada agensi untuk melakukan kegiatan pengintaian di bawah surat perintah, jumlah orang (agennya) tidak bisa saya sebutkan," katanya kepada Radio Selandia Baru.

Pada operasi intelijen Selandia Baru biasanya, terdapat 30 hingga 40 agen yang terlibat, namun saat ini jumlah tersebut telah meningkat. Meski demikian, jumlah pasti tetap tidak disampaikan secara eksplisit.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya