Habis Dikudeta, Harta Kekayaan Presiden Sudan Disita

Sebuah brankas besar milik mantan Presiden Omar Al-Bashir dan keluarganya telah disita di salah satu kantornya.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 24 Apr 2019, 16:43 WIB
Diterbitkan 24 Apr 2019, 16:43 WIB
20160307-Presiden Sudan Omar Al Bashir -Jakarta
Presiden Sudan Omar Al Bashir ketika melakukan wawancara khusus dengan redaksi Liputan6.com di Jakarta, Senin (7/3/2016). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Khartoum - Sebuah brankas besar milik mantan Presiden Sudan Omar Al-Bashir dan keluarganya telah disita di salah satu kantornya. Sementara beberapa hari sebelumnya, sejumlah besar uang yang ditemukan di rumah Al-Bashir juga telah diamankan.

Kepala Dewan Militer Transisi (pemerintahan interim) Sudan, Abdel Fattah Al-Burhan menekankan pada hari Minggu 21 April 2019 bahwa uang tunai dalam tiga mata uang, bernilai lebih dari US$ 113 juta ditemukan di rumah mantan presiden itu, menurut AFP.

Al-Burhan menambahkan bahwa "tim gabungan angkatan bersenjata, polisi, dan dinas keamanan, di bawah pengawasan Kantor Jaksa Penuntut Umum, menggeledah rumah mantan Presiden Omar Al-Bashir dan menemukan 7 juta Euro, US$ 350 ribu dan 5 miliar pound Sudan (US$ 105 juta)," demikian seperti dikutip dari Middle East Monitor, Rabu (24/4/2019).

Setelah menemukan uang itu, Jaksa Penuntut Umum di Sudan membuka dua penyelidikan terhadap Al-Bashir dengan tuduhan pencucian uang dan kepemilikan sejumlah besar uang tanpa pembenaran hukum.

Dewan Militer juga memerintahkan Jaksa Sudan untuk melakukan pemeriksaan terhadap Al-Bashir dalam persiapan untuk persidangannya.

Penyitaan sejumlah aset kekayaan Al-Bashir dilakukan beberapa usai dirinya dikudeta oleh militer pada 11 April 2019, di tengah protes publik berkepanjangan sejak Desember 2018.

Rakyat Desak Militer Segera Transisi Kekuasaan Kepada Sipil

Menteri Pertahanan Awad Ibn Auf, kepala kudeta Presiden Omar al-Bashir. (AFP)
Menteri Pertahanan Awad Ibn Auf, kepala kudeta Presiden Omar al-Bashir. (AFP)

Sementara itu, massa di Sudan telah meminta pemerintahan darurat yang dipimpin militer untuk segera melakukan pembongkaran dan pengadilan penuh terhadap kroni-kroni rezim presiden yang baru saja dimakzulkan, Omar Al Bashir.

Mereka juga mendesak dewan militer transisi untuk menyegerakan perpindahan kekuasaan dari tangan tentara kepada masyarakat sipil, demikian seperti dikutip dari BBC, Selasa 16 April 2019.

Presiden Sudan, Omar Al Bashir digulingkan oleh tentara pekan lalu setelah 30 tahun berkuasa dan dewan militer telah berjanji untuk segera melaksanakan pemilu dalam waktu dua tahun.

Seorang juru bicara militer juga berjanji untuk "siap untuk mengimplementasikan" pemerintah sipil yang disepakati oleh partai-partai oposisi.

Menolak Pemerintahan Militer

Aksi unjuk rasa disertai kekerasan dilaporkan kian meluas di Sudan (AFP/Ebrahim Ahmad)
Aksi unjuk rasa disertai kekerasan dilaporkan kian meluas di Sudan (AFP/Ebrahim Ahmad)

Amjad Farid, juru bicara SPA, mengatakan kepada BBC bahwa mereka "sepenuhnya menolak" dewan militer yang saat ini memimpin Sudan.

Dia mengatakan tuntutan termasuk "pembubaran penuh" kroni rezim Omar Al Bashir dan pembubaran badan intelijen negara.

Politisi oposisi Mubarak al Fadil mengatakan kepada BBC bahwa peran militer harus berkurang seiring waktu.

Sementara itu, pengunjuk rasa di Khartoum tetap dalam suasana hati yang menantang.

"Kami di sini untuk menghapus seluruh sistem, sebuah sistem yang tidak memberikan layanan yang sama bagi masyarakat," Mohammed Jakur mengatakan kepada kantor berita AFP.

"Sebuah sistem yang membuat orang-orang di bawah kemiskinan. Sebuah sistem yang tidak memungkinkan Sudan, sebagai negara kaya dengan sumber daya manusia dan alam, untuk bertindak seperti negara lain di dunia."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya