Ilmuwan Sebut Laba-Laba Makan Lebih Banyak dari Manusia?

Tim peneliti dari University of Basel mengatakan, populasi laba-laba global makan lebih banyak dibandingkan manusia secara total.

oleh Siti Khotimah diperbarui 27 Mei 2019, 21:00 WIB
Diterbitkan 27 Mei 2019, 21:00 WIB
Ilustrasi laba-laba
Ilustrasi laba-laba. (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah hasil penelitian yang mengatakan bahwa laba-laba makan lebih banyak dibandingkan manusia, mungkin akan mengherankan bagi Anda. Namun, tim peneliti dari University of Basel menyebut bahwa seluruh serangga jenis itu di muka bumi memakan 400-800 juta ton mangsa setiap tahunnya.

Angka tersebuit melebihi konsumsi populasi manusia, yang hanya memakan rata-rata 400 juta ton ikan dan daging setiap tahunnya, demikian sebagaimana dilansir dari laman List Verse pada Senin (27/5/2019).

Untuk sampai pada angka itu, tim peneliti pertama-tama harus mengetahui biomassa populasi laba-laba global. Mereka menentukan bahwa planet ini memiliki 25 juta ton laba-laba. Setelah menghitung berapa banyak makanan yang dibutuhkan per unit tubuh, total konsumsi diketahui antara 400 dan 800 juta ton.

Meengingat bahwa makanan arakhnida itu adalah 95 persen serangga, penelitian membuktikan bahwa laba-laba sangat bermanfaat.

Mereka mengendalikan populasi serangga, termasuk spesies yang dianggap sebagai hama. Serangga-serangga itu menyebabkan populasi laba-laba yang besar. Namun pada gilirannya, laba-laba akan menyediakan banyak makanan bagi para pemangsanya. Begitulah siklus rantai makanan.

"Bersama dengan hewan pemakan serangga lain seperti semut dan burung, mereka membantu mengurangi kepadatan populasi serangga secara signifikan. Dengan demikian laba-laba memberikan kontribusi penting untuk menjaga keseimbangan alam," kata salah satu peneliti, ahli biologi Martin Nyffeler , dari University of Basel.

"Kami berharap bahwa perkiraan ini dan besarnya yang signifikan, dapat meningkatkan kesadaran publik serta tingkat penghargaan atas peran penting laba-laba dalam jaring makanan terestrial," lanjut Nyffeler.

Laba-Laba Tertua

Ilustrasi laba-laba
Ilustrasi laba-laba (iStock)

Sementara itu, pada 2016 lalu didapati laba-laba yang berusia 43 tahun. Sulit dibayangkan, laba-laba yang disebut sebagai Nomor 16 ini telah melewati banyak peristiwa sejarah.

Pada 1974 silam, para peneliti menemukannya sebagai bayi di Cagar Alam Bungulla Utara Australia. Selama beberapa dekade, mereka mengunjungi sarangnya sebagai bagian dari proyek penelitian jangka panjang.

Laba-laba bernama Nomor 16 itu menjadi saksi Watergate, komputer pribadi IBM pertama dan munculnya World Wide Web. Ia mati sebagai laba-laba tertua di dunia.

Bangkai Nomor 16 tidak pernah ditemukan. Saat para ilmuwan tiba di sarang bawah tanahnya pada 2016, mereka tidak menemukannya.

Tanda-tanda mengerikan ditemukan. Tutup pelindung liangnya telah diserang oleh tawon. Tawon jenis tertentu memang dikenal parasit , menyimpan telur di dalam laba-laba, yang kemudian dimakan hidup-hidup oleh larva serangga.

Terlepas dari akhir hidupnya yang nahas, kehidupan Nomor 16 tidak sia-sia. Laba-laba itu berkontribusi selama beberapa dekade untuk studi ilmiah.

Sarang Laba-Laba Raksasa Selimuti Bibir Pantai di Yunani

Jaring Laba-laba
Ilustrasi jaring laba-laba. (Sakis MITROLIDIS/AFP)

Masih terkait serangga yang sama, sebuah pantai yang tenang di Aitoliko, Yunani barat berubah mengerikan setelah kawanan laba-laba 'menyerang' daratan di sekitarnya. Serangga ini menciptakan sarang raksasa yang membentang seluas 304,8 meter.

Alhasil warga yang melintas dan tinggal di sekitar pantai menjadi heboh dengan munculnya fenomena asing tersebut. Dalam sebuah video yang diunggah situs pengunggah video oleh Giannis Giannakopoulus pada Selasa 18 September 2018, terlihat jaring laba-laba tebal menutupi semak belukar, daun-daun palem, kapal nelayan, dan kursi yang berada di tepi pantai.

Menurut ahli biologi molekuler dari Democritus University of Thrace, Maria Chatzaki, 'pelaku utamanya' adalah laba-laba genus Tetragnatha. Laba-laba dengan struktur tubuh panjang dan bisa berjalan di permukaan air tersebut melakukan hal tak lazim itu karena bulan ini sudah masuk musim kawin.

Suhu tinggi di Yunani telah membentuk kondisi ideal bagi Tetragnatha untuk memulai 'pesta' perkembangbiakan. Peningkatan populasi nyamuk juga dianggap berkontribusi terhadap sejumlah besar laba-laba di wilayah tersebut.

"Ketika seekor hewan menemukan sumber makanan yang berlimpah, suhu tinggi dan kelembapan yang cukup, ia memiliki kondisi yang pas untuk dapat membuat populasi besar," demikian kata Maria, seperti dikutip dari USA Today.

"Fenomena seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya di Aitoliko, sebab ini adalah fenomena musiman yang umumnya terjadi di akhir musim panas dan awal musim gugur. Dan mereka bisa menciptakan sarang raksasa hanya dalam watu semalam," lanjutnya.

Tetragnatha merupakan genus laba-laba yang memiliki ratusan spesies. Mereka dapat ditemukan di seluruh dunia, tapi paling banyak ada di daerah tropis dan subtropis.

Laba-laba genus Tetragnatha sering disebut juga sebagai laba-laba peregangan, karena bentuk tubuh mereka yang bisa memanjang dan berovulasi. Jaring yang mereka buat tidak hanya untuk menangkap mangsa seperti lalat dan nyamuk, tetapi juga untuk bersarang.

Untungnya, laba-laba ini tidak berbahaya bagi manusia. Selain itu, laba-laba yang ditemukan di barat Yunani kemungkinan akan terus kawin dalam waktu cukup lama untuk melanjutkan generasi dan kemudian mereka mati tanpa menyebabkan kerusakan permanen pada lingkungan.

"Pejantan dan betina akan berpasangan di bawah jaring raksasa, menelurkan generasi baru, sebelum akhirnya mati. Laba-laba ini tidak berbahaya bagi manusia dan tidak akan menyebabkan kerusakan pada flora di kawasan itu," jelas Maria.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya