Liputan6.com, Hong Kong - Ratusan ribu warga Hong Kong melakukan protes pada Minggu, 9 Juni 2019 dalam upaya menolak undang-undang yang akan memungkinkan para terduga pelaku kejahatan untuk diekstradisi (dikirim) ke China untuk diadili. Aksi tersebut berubah menjadi kekerasan pada Senin 10 Juni 2019 dini hari setelah pengunjuk rasa memaksa masuk ke parlemen semi-otonomi wilayah China.
Beberapa ratus polisi anti-huru hara diterjunkan, dengan bersenjatakan gas air mata, semprotan merica, perisai, dan alat pemukul sebagaimana dilansir dari Al Jazeera pada Senin (10/6/2019).
Advertisement
Baca Juga
Pihak berwenang menyatakan, massa aksi mencapai 240.000 orang, dengan pihak penyelenggara Front Hak Asasi Manusia (HAM) Sipil mengklaim sebanyak lebih dari 1 juta warga Hong Kong ikut ambil bagian. Aksi itu disinyalir sebagai salah satu protes terbesar di Hong Kong sejak 2003 lalu terkait hukum keamanan nasional.
Penyelenggara mengklaim demonstrasi itu adalah yang terbesar di Hong Kong dalam tiga dekade, kedua setelah demonstrasi pada 1989 silam yang menerjunkan 1,5 juta orang untuk mendukung protes di Lapangan Tiananmen, China.
Menurut kontributor Al Jazeera Sarah Clarke, diperkirakan massa akan semakin membesar dalam beberapa hari mendatang. Meski saat ini area utama di sekitar gedung legislatif telah dibersihkan dari pengunjuk rasa.
Polisi menggunakan alat pemukul dan menembakkan semprotan merica ke pengunjuk rasa, yang masih berhasil menutup sebagian jalan di dekatnya.
Kelompok-kelompok kecil pengunjuk rasa telah berencana untuk tetap berada di luar badan legislatif kota sampai hari Rabu ketika dibacakan kembali RUU ekstradisi.
Berubah Jadi Bentrok
Bentrokan terjadi saat para demonstran berkelahi oleh seorang petugas yang kemudian segera didukung oleh polisi anti-huru hara.
Sebuah editorial di surat kabar resmi China, China Daily, mengatakan 'pasukan asing tertentu' berusaha merusak Beijing dengan menciptakan kekacauan di Hong Kong.
"Setiap orang yang berpikiran adil akan menganggap undang-undang amandemen (RUU ekstradisi) undang-undang yang sah, masuk akal dan beralasan yang akan memperkuat aturan hukum Hong Kong dan memberikan keadilan," kata surat kabar tersebut.
"Sayangnya, beberapa warga Hong Kong telah ditipu oleh kubu oposisi dan sekutu asing mereka untuk mendukung kampanye anti-ekstradisi."
Advertisement
Mengapa Warga Menolak RUU?
Warga Hong Kong yang menolak RUU mengatakan bahwa sistem hukum China tidak akan menjamin hak yang sama terhadap para terdakwa seperti yang terdapat di Hong Kong yang berstatus semi-otonom.
Para pengunjuk rasa percaya bahwa RUU ekstradisi tersebut akan merusak aturan hukum kota dan menempatkan banyak orang dalam risiko ekstradisi ke China dengan status "kejahatan politik". Warga juga mempertanyakan asas keadilan dan transparansi sistem pengadilan Tiongkok.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam telah mendukung RUU ekstradisi meskipun terdapat kecaman luas dari kelompok-kelompok hak asasi manusia dan kalangan bisnis.
Para pengunjuk rasa meneriakkan "tidak ada ekstradisi China, tidak ada hukum kejahatan" sementara yang lain meminta Lam untuk mundur.
"(Lam) harus mencabut undang-undang itu dan mengundurkan diri," mantan politisi Partai Demokrat James To mengatakan kepada orang banyak yang berkumpul di luar parlemen kota dan markas pemerintah di distrik bisnis Admiralty pada Minggu malam.
"Seluruh Hong Kong menentangnya."
Massa Protes dari Berbagai Kalangan
Termasuk di antara massa aksi pada Minggu adalah keluarga muda yang mendorong bayi mereka di dalam kereta, serta para orang tua; meskipun teriknya Hong Kong mencapai 32 derajat celsius saat itu.
"Tidak ada yang memercayai pemerintah daratan (China), bagaimana orang merasa mereka akan mendapatkan pengadilan yang adil di daratan," Claudia Mo, seorang anggota dewan legislatif di Hong Kong, mengatakan kepada Al Jazeera.
"Tidak ada proses hukum di sana, dan itu berarti orang dapat dibawa pergi melintasi perbatasan untuk menghadapi sistem pengadilan yang bias."
"Di mana demonstrasi dimulai di Victoria Park, itu penuh dan meluap ... kami telah melihat orang-orang dari semua generasi - aktivis pro-demokrasi, kelompok persatuan mahasiswa, dan keluarga yang bergabung dalam demonstrasi ini, bersatu dalam oposisi mereka terhadap RUU ekstradisi ini," Kata Clark kepada Al Jazeera.
"Tetapi meskipun ada upaya mereka, RUU ini kemungkinan akan disahkan," lanjutnya sambil mengatakan bahwa Kepala Eksekutif Carrie Lam menginginkan pemungutan ulang pada akhir bulan ini.
Advertisement