Liputan6.com, Washington DC - Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat dan Kementerian Inggris urusan Asia-Pasifik menyatakan dukungan terhadap warga Hong Kong yang memprotes RUU ekstradisi China. Dukungan tersebut disampaikan pada Senin, 10 Juni 2019 dengan pemerintah Negeri Paman Sam mengekspresikan "keprihatinan serius".
"Demonstrasi damai dari ratusan ribu warga Hong Kong kemarin jelas menunjukkan oposisi publik terhadap amandemen yang diusulkan," kata Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Morgan Ortagus dalam konferensi pers reguler sebagaimana dikutip dari South China Morning Post pada Selasa (11/6/2019).
Advertisement
Baca Juga
Demonstrasi yang dimaksud merujuk pada protes Minggu, 9 Juni 2019 di Hong Kong, yang menurut panitia telah menerjunkan lebih dari satu juta orang.
Pernyataan AS datang ketika Mark Field, menteri Inggris untuk Asia dan Pasifik, berbicara tentang hak dan kebebasan Hong Kong.
Field mengatakan pawai protes "adalah demonstrasi yang jelas dari kekuatan perasaan di Hong Kong".
"Banyak yang sangat khawatir warga negara Hong Kong dan penduduk berisiko ditarik ke dalam sistem hukum China, yang dapat melibatkan penahanan pra-persidangan yang panjang, pengakuan di televisi dan tidak adanya perlindungan hukum seperti yang kita lihat di Hong Kong dan di Inggris," kata Field.
Field juga berbicara lebih jauh isu Hong Kong tersebut saat ditanya di House of Commons dari anggota parlemen Partai Buruh Catherine West, khususnya tentang dampak RUU ekstradisi pada Deklarasi Bersama Tiongkok-Inggris.
"Kami akan terus menekankan kepada otoritas Hong Kong dan China bahwa kebijakan 'satu negara, dua sistem' harus dipertahankan. Hong Kong harus menikmati sepenuhnya tingkat otonomi dan aturan hukum yang tinggi sebagaimana ditetapkan dalam deklarasi bersama dan diabadikan dalam Undang-Undang Dasar (Basic Law)," kata Field.
Simak pula video pilihan berikut:
Otonomi Hong Kong Berpotensi Dirusak?
Dalam kritik paling keras dari pemerintah AS terkait amandemen tersebut, Ortagus mengatakan Washington berbagi keprihatinan dengan warga Hong Kong. Ia melanjutkan, "kurangnya perlindungan prosedural dalam amandemen yang diusulkan dapat merusak otonomi Hong Kong dan berdampak negatif terhadap perlindungan hak asasi manusia di wilayah tersebut."
Padahal menurutnya, Undang-Undang Dasar dan Deklarasi Bersama China-Inggris telah meletakkan kebebasan mendasar dan nilai-nilai demokrasi.
Kementerian Luar Negeri AS mengimbau pemimpin Hong Kong untuk berkonsultasi sepenuhnya dengan berbagai pemangku kepentingan baik lokal maupun internasional, yang mungkin terdampak oleh RUU ekstradisi tersebut.
Sebelumnya pada Senin, Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam bersumpah untuk terus maju dengan RUU ekstradisi, mengatakan bahwa menunda amandemen hanya akan mengarah pada "lebih banyak kecemasan dan perpecahan di masyarakat".
Advertisement
Beijing Tolak Campur Tangan Asing
Sementara itu, Beijing telah berbicara tegas dalam kasus RUU ekstradisi ini.
"Kami dengan tegas menentang kata-kata dan tindakan yang salah oleh pasukan asing untuk ikut campur dalam masalah legislatif Hong Kong," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang pada Senin.
Berbicara pada jumpa pers reguler, Geng mengatakan bahwa China "tidak khawatir tentang dampaknya terhadap lingkungan bisnis".
Pernyataan seperti itu telah gagal meredakan kekhawatiran di Washington, dengan Ortagus mengatakan bahwa amandemen tidak hanya merusak lingkungan bisnis Hong Kong namun juga membahayakan warganya yang tinggal atau mengunjungi wilayah tersebut.
"Erosi yang terus berlanjut dari satu negara, dua sistem menempatkan risiko pada status khusus Hong Kong yang telah lama berdiri dalam urusan internasional," katanya.