Liputan6.com, Yogyakarta - Menggandeng musisi lokal di Indonesia, Melbourne Symphony Orchestra (MSO) asal Australia kembali tampil di Tanah Air. Mereka berkolaborasi dan diharapkan makin menggairahkan industri musik RI yang saat ini telah mampu mempekerjakan 50 ribu orang.
Sejak dua tahun belakangan, MSO rutin tampil di Yogyakarta dengan menggandeng musisi muda lokal.
Baca Juga
Tahun ini, grup orkestra yang digawangi Sophie Galaise sebagai Direktur Utama tersebut akan tampil bersama dua solois muda Indonesia yang sempat magang di markas MSO tahun 2017.
Advertisement
Selain itu, MSO yang menurunkan 5 pemain instrumen gesek di konser Yogya ini juga menggandeng 25 musisi muda asal Yogyakarta dan kota lainnya di Indonesia.
Dalam tiap kedatangannya, MSO tak hanya menggelar konser kolaborasi. Di Jakarta, orkestra yang pertama kali mengadakan konser di tahun 1906 ini juga mengadakan master class, lokakarya pendalaman musik singkat untuk para musisi muda.
Sophie Galaise, Direktur Utama MSO, memuji potensi-potensi yang selama ini ia temui dalam tiap kolaborasi MSO di Indonesia.
"Tahun ini kami memilih beberapa musik dari lokakarya kami tahun lalu untuk ditampilkan, dan mereka semua komposer yang bagus."
"Semuanya masih muda, dan semuanya, baik laki-laki atau perempuan, sangat berbakat," katanya kepada awak media di sela-sela lokakarya MSO di Jakarta 9 Agustus 2019 seperti dikutip dari ABC Indonesia.
Bakat-bakat muda inilah yang agaknya ditangkap Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (Bekraf) sebagai potensi penggerak ekonomi kreatif.
Menurut keterangan Deputi Kepala Bekraf, Ricky Pesik, saat ini tingkat pertumbuhan produk domestik bruto (GDP) musik Indonesia mencapai sekitar Rp 4 triliun dan mempekerjakan sekitar 50 ribu pekerja kreatif di 34 ribu bisnis kreatif.
"Ini adalah prestasi yang menjanjikan."
"Kontribusi kreatif ekonomi terhadap GDP Indonesia adalah yang terbesar ketiga di dunia, di belakang Amerika dan Korea Selatan."
"Tenaga kerja di industri kreatif mencapai 70 juta pekerjaan atau sekitar 14 persen dari total tenaga kerja di Indonesia," jelasnya dalam pembukaan lokakarya MSO.
Ricky menerangkan, kerjasama antara pemerintah lokal seperti Yogyakarta dengan MSO merupakan kolaborasi yang sangat baik dengan sebuah kelompok orkestra yang sudah mapan.
Ia meyakini, kerjasama ini akan diwarnai dengan transfer pengetahuan di antara kedua belah pihak.
"Saya yakin ini adalah transfer of knowledge karena Indonesia punya banyak bakat di sektor kreatif."
"Tapi kita harus akui, dalam soal manajemen, bagaimana mengelola organisasi yang berkelanjutan, kita masih harus banyak belajar, khususnya dari organisasi seperti MSO."
Ke depannya, ia berharap manajemen dari tiap kelompok orkestra di kota besar Indonesia bisa memetik pelajaran dari pengalaman organisasi sebesar MSO.
Ricky juga bermimpi agar kelompok orkestra besar di Indonesia pimpinan musisi ternama seperti Addie MS, Dwiki Dharmawan, atau Erwin Gutawa -yang sudah berusaha mengenalkan orkestra selama bertahun-tahun di Indonesia -bisa menampilkan pertunjukan orckestra secara reguler.
"Mungkin melalu kolaborasi dengan kelompok seperti MSO."
"Dan kenapa Bekraf menempatkan musik sebagai salah satu prioritas? Karena musik punya nilai universal yang sama dan pasarnya besar. Dan mereka punya efek multiaktor," terangnya kepada media.
Muncul Koneksi
Sarah Curro adalah violin utama di MSO yang telah malang melintang di beberapa orkestra besar Australia, dan juga Hong Kong.
Sebelum penampilan Kamis 15 Agustus 2019 pekan ini, Sarah selalu datang tiap MSO mengadakan konser kolaborasi di Yogyakarta.
Ia, seperti halnya Sophie -sang Direktur MSO, terkesan akan bakat muda dan antusiasme belajar yang ia temui tiap kali mengadakan lokakarya di Indonesia.
"Setop... setop, bukan begitu. Kamu harus menahan ego kamu ketika bermain dalam grup seperti ini," ujarnya kepada salah seorang peserta lokakarya singkat di Jakarta.
"Bayangkan misalnya, empat-empatnya dari kalian bermain dengan gaya yang sama dramatisnya. Kira-kira enak tidak didengarnya?," tanyanya kepada puluhan peserta lokakarya (9/8/2019).
Sarah lalu mencontohkan permainan menahan diri yang indah, yang disebutnya membuat harmonisasi instrumen menjadi 'ringing' (bergetar).
"Tak perlu pakai gaya gesek yang meliuk-liuk. Kalau anda solo, tidak apa-apa, tapi kalau bermain bersama, itu akan terdengar kurang enak," jelasnya membagi tips.
Advertisement
Menginspirasi
Bagi Dini Pratiwi, salah seorang peserta lokakarya, gaya mengajar Sarah dan rekan-rekannya di MSO sungguh menginspirasi.
Jam terbang tinggi yang sudah dilakoni Sarah dan tim-nya di MSO diyakini perempuan berkacamata, yang tergabung dalam Jakarta Phillharmonic Orchestra, ini mampu memberi pengetahuan lebih kepada musisi muda Indonesia seperti dirinya.
"Enak banget. Dapat banyak sekali pengalaman."
"Kemudian ada banyak saran-saran bagaimana main dalam suatu chamber."
"Harus saling mendengarkan. Jadi kita enggak main sendiri."Kepada musisi muda seperti Dini, Sarah selalu memiliki tips khusus ketika harus tampil dalam sebuah pagelaran yang besar.
"Saya harus merasa nyaman dengan bagian saya, lalu saya baru bisa fokus melihat arahan konduktor.""Saya harus menyiapkan diri saya baru bergabung dengan musisi lain."
Di sisi lain, pertemuannya dengan musisi muda Indonesia tak hanya sekedar urusan transfer pengetahuan. Sarah merasakan ikatan yang lebih kuat.
"Saya sangat bahagia jadi bagian dari hubungan dengan siswa ini. Dan bagi saya itu adalah ikatan budaya terkuat yang bisa kita lakukan untuk dua negara."