Liputan6.com, Canberra - Pemerintah Australia diminta mengambil kembali warganya yang pernah hidup di bawah kekuasaan kelompok teroris ISIS dan kini berada dalam kamp pengungsi dan penjara di Suriah.
Desakan ini disampaikan oleh Pasukan Demokratik Suriah (SDF) Kurdi menyusul laporan investigasi program Four Corners ABC.
Sebanyak 20 wanita dan 44 anak-anak Australia diketahui ditahan di sana.
Advertisement
Desakan SDF, menurut pemuka Kurdi Mustafa Bali, dilandasi oleh kurangnya sumber daya kelompok Kurdi untuk merawat para tahanan.
"Masyarakat internasional perlu memenuhi tanggung jawab mereka atas masalah yang ditimbulkan ISIS," katanya, seperti dikutip dari ABC Indonesia, Rabu (2/10/2019).
"Uang yang kami belanjakan untuk para tahanan ini, kami ambilkan dari gaji dan dari anak-anak kami, lalu memberikannya kepada orang yang tadinya membunuh kami," ujar Mustafa.
SDF yang didirikan tahun 2015 merupakan kelompok paramiliter yang didukung AS dari wilayah Kurdi di Suriah.
Selama empat tahun pasukan ini berperang melawan ISIS dan merupakan pasukan darat utama yang berperan penting atas kekalahan kelompok teroris itu pada awal 2019.
Sejak meraih kemenangan, SDF telah menahan ribuan warga asing pendukung ISIS termasuk dari Australia.
Menurut Mustafa, biaya yang dikeluarkan SDF untuk mengelola kamp al-Hawl sekitar 50 dolar perorang/perhari, sementara bantuan yang diterima SDF sangat minim.
"Ada sekitar 50 negara di al-Hawl, mereka berasal dari berbagai tempat di dunia," katanya.
Kurdi Suriah Tuding Australia Tak Berniat Pulangkan Warganya
Menurut pemuka Kurdi Mustafa Bali, pemerintah Australia termasuk negara yang tidak menunjukkan ketertarikan untuk memulangkan warganya.
"Kami tahu orang-orang dari Australia ini datang ke Suriah untuk membunuh kami, membakar desa dan menghancurkan kota-kota kami," kata Mustafa.
"Pemerintah Australia harus melaksanakan tanggung jawab moralnya. Tapi sayangnya mereka tidak berbuat apa-apa," tambahnya.
Jurubicara Deplu Australia menjelaskan pihaknya berkomitmen memberikan bantuan kemanusia senilai 433 juta dolar di Suriah sejak 2011.
Selain itu, Australia juga menyiapkan dana 220 juta dolar antara tahun 2017 dan 2020 untuk kebutuhan kemanusiaan mendesak di Suriah, Lebanon dan Yordania, termasuk di kamp-kamp pengungsi.
Advertisement
Korban Penipuan ISIS dan Minta Dipulangkan
Tahanan wanita asal Australia di al-Hawl kepada ABC mengaku ditipu untuk datang Suriah dan mereka tak terlibat dengan ISIS.
Sejumlah warga Australia yang keluarganya ditahan di Suriah telah meminta Pemerintah untuk turun tangan.
Salah satunya yaitu John Crockett, veteran Perang Korea, yang sekarang jadi relawan RSL merawat mantan tentara.
Crockett memiliki seorang cucu yang ditahan di al-Hawl.
"Jika mereka harus masuk penjara ketika pulang ke Australia, maka lebih baik mereka dipenjara di sini saja," tegas Crockett.
Warga lainnya Kamalle Dabboussy memiliki satu anak wanita di kamp tersebut, Mariam Dabboussy.
"Ada wanita dan anak-anak khususnya yang berada dalam situasi hidup dan mati di kamp ini," katanya.
Menlu Marise Payne menyatakan pemerintah akan melakukan penilaian kasus perkasus.
"Warga Australia yang pernah dan sedang terlibat mendukung terorisme, dan yang mungkin telah berperang bersama teroris di Suriah atau Irak, menimbulkan ancaman besar bagi keselamatan rakyat Australia," katanya.
"Individu yang terkait terorisme dan berusaha kembali ke Australia, dinilai oleh penegak hukum berdasarkan kasus perkasus," tambahnya.
Bagi yang tidak dikenai tuntutan pidana, kata Menlu Payne, akan dipertimbangkan menjalani program intervensi untuk bisa kembali ke masyarakat.
Menurut Crockett kondisi kamp al-Hawl menjadikan para tawanan di sana berada dalam ketidakpastian.
"Tidak akan menjadi beban apa pun bila pemerintah memulangkan mereka pulang karena pihak keluarga bisa membayar kepulangan mereka," katanya.
Suhu udaha di kamp itu bisa mencapai lebih dari 50 derajat pada musim panas dan anjlok hingga di bawah titik beku di musim dingin.
Kondisi sanitasinya sangat buruk dan perawatan kesehatan hampir tidak ada.
Sejumlah wanita pendukung ISIS mengatur kamp tersebut secara sangat ketat.