Liputan6.com, Solomon Island - Badai super yang membawa angin dengan kecepatan 135 mil per jam (215 km/jam) telah tiba di negara Pasifik, Vanuatu.
Badai Harold adalah badai kategori lima - tingkat paling parah - dan telah menewaskan 27 orang di Kepulauan Solomon yang berdekatan. Para korban tersapu dari sebuah feri yang menentang peringatan topan.
Baca Juga
Mengutip BBC, Senin (6/4/2020), Vanuatu, rumah bagi sekitar 300.000 orang, tengah dalam keadaan darurat karena Virus Corona COVID-19 dan sedang menunggu hasil pemilihan umum.
Advertisement
Badai ini terutama mempengaruhi Provinsi Sanma, rumah bagi kota terbesar kedua di negara itu, Luganville.
Meskipun belum ada korban luka yang dilaporkan, foto-foto menunjukkan atap yang berterbangan dari bangunan dan kabel listrik jatuh. Beberapa orang berlindung di gua-gua.
"Ada banyak kerusakan di Sanma, mereka kehilangan banyak bangunan," kata Jacqueline de Gaillande, kepala eksekutif Palang Merah Vanuatu.
Departemen meteorologi Vanuatu mencatat angin dengan kekuatan 135 mph di Sanma, tetapi hembusannya mencapai 145 mil per jam (235 km/jam).
Upaya internasional besar diperlukan setelah badai kategori lima terakhir - Topan Pam - menghantam Vanuatu pada 2015.
Â
Â
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Saksikan video pilihan di bawah ini:Â
Vanuatu Nol Kasus Corona COVID-19
Meskipun Vanuatu tidak memiliki konfirmasi kasus Covid-19, negara itu menyatakan keadaan darurat bulan lalu, segera setelah negara itu memberikan suara dalam pemilihan umum.
Penghitungan suara disiarkan langsung, karena aturan jarak sosial membuat sulit untuk memiliki cukup pengamat dalam satu ruangan.
Hasil tidak resmi telah dipublikasikan, dengan hasil resmi segera akan dirilis.
Â
Advertisement
5 dari 27 Jasad Ditemukan
Pada Minggu 5 April, polisi di Kepulauan Solomon mengatakan lima dari 27 jasad yang hilang dalam bencana feri telah ditemukan.
MV Taimareho berlayar dengan angin kencang dengan lebih dari 700 orang di dalamnya, dilaporkan sebagai bagian dari program evakuasi akibat Virus Corona COVID-19.
Kapal itu awalnya dianggap memiliki hanya 60 orang di dalamnya.