Terbukti Tak Efektif Obati Corona, AS Cabut Penggunaan Darurat Hydroxychloroquine

Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika (FDA) telah mencabut izin penggunaan darurat hydroxychloroquine untuk mengobati pasien Virus Corona COVID-19.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 16 Jun 2020, 13:29 WIB
Diterbitkan 16 Jun 2020, 13:29 WIB
Obat Malaria Hydroxychloroquine.
Obat Malaria Hydroxychloroquine. (AP / John Locher)

Liputan6.com, Jakarta- Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) mencabut izin penggunaan darurat hydroxychloroquine untuk mengobati pasien Virus Corona COVID-19. Obat tersebut sebelumnya direkomendasikan Presiden AS Donald Trump untuk mencegah Virus Corona.

FDA mengatakan, berdasarkan bukti terbaru, bahwa tidak lagi masuk akal untuk percaya bahwa formulasi oral hydroxychloroquine dan obat chloroquine efektif dalam mengobati penyakit yang disebabkan Virus Corona.

Setelah beberapa penelitian terhadap obat malaria yang sudah berlangsung beberapa dekade menyatakan obat itu tidak efektif, langkah ini dilakukan termasuk dengan banyaknya uji coba yang diantisipasi awal bulan ini. Uji coba tersebut menunjukkan obat itu gagal mencegah infeksi pada orang yang telah terpapar Virus Corona COVID-19. 

Sebelumnya, sifat anti-inflamasi dan antivirus obat tersebut menyarankan mungkin dapat membantu mengobati Corona COVID-19, dan pada bulan Maret, FDA mengizinkan penggunaan daruratnya di puncak pandemi di mana tidak ada perawatan yang disetujui.

Meskipun dalam percobaan laboratorium tampaknya menetralkan virus, hydroxychloroquine, yang juga digunakan untuk mengobati lupus dan rheumatoid arthritis, sejauh ini telah gagal membuktikan nilainya dalam uji coba Corona COVID-19 pada manusia, demikian seperti dikutip dari Channel News Asia, Selasa (16/6/2020).

Saksikan Video Berikut Ini:

Sempat Disebut Sebagai Peluang Nyata

Saat Dunia Terperangkap Sunyi
Seseorang melintasi jalan di New York City pada 27 Maret 2020. Selain mencatatkan jumlah kasus virus corona Covid-19 tertinggi di dunia, Amerika Serikat (AS) juga catatkan jumlah pengajuan tunjangan pengangguran tertinggi di negaranya. (Photo by Angela Weiss / AFP)

Awalnya, Donald Trump mengatakan pada Maret 2020 bahwa hydroxychloroquine yang digunakan dalam kombinasi dengan antibiotik azithromycin memiliki "peluang nyata untuk menjadi salah satu pengubah terbesar dalam sejarah kedokteran," dengan sedikit bukti untuk mendukung klaim itu.

Setelah dua orang yang bekerja di Gedung Putih didiagnosis dengan Corona COVID-19, Donald Trump mengatakan dia menggunakan obat-obatan tersebut secara preventif dan dia meminta orang lain untuk mencobanya.

Dokter sudah menarik kembali penggunaan hydroxychloroquine sebagai pengobatan Corona COVID-19 dalam beberapa minggu terakhir, setelah beberapa penelitian menunjukkan obat itu tidak efektif dan dapat menimbulkan risiko jantung bagi pasien tertentu.

Pedoman pengobatan pemerintah AS saat ini juga dilaporkan tidak merekomendasikan penggunaan obat malaria untuk pasien Corona COVID-19 diluar uji klinis.

Akir bulan lalu, Prancis, Italia dan Belgia menghentikan penggunaan hydroxychloroquine untuk mengobati pasien Corona COVID-19.

Namun, AS memasok Brasil dengan 2 juta dosis pada bulan lalu untuk digunakan melawan virus itu, dimana negara Amerika Selatan tersebut telah menjadi pusat pandemi terbaru.

Sementara itu, terdaftar sekitar 400 percobaan menggunakan hydroxychloroquine atau chloroquine sebagai intervensi untuk Corona COVID-19. Menurut riset analisis dari Global Data, lebih dari setengah percobaan masih berlangsung.

Selain pemasokan 2 juta dosis ke Brasil, di AS, pada bulan lalu, Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular (National Institute of Allergy and Infectious Diseases) sempat meluncurkan uji coba yang dirancang untuk menunjukkan apakah hydroxychloroquine dalam kombinasi dengan azithromycin dapat mencegah perawatan inap dan kematian akibat Corona COVID-19.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya