Donald Trump Teken Surat Perintah Reformasi Kepolisian, Polisi Dilarang Mencekik

Donald Trump sempat bersikeras menolak reformasi polisi.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Jun 2020, 14:19 WIB
Diterbitkan 17 Jun 2020, 14:19 WIB
Presiden AS Donald Trump saat mengumumkan Bendera Space Force.
Presiden AS Donald Trump saat mengumumkan Bendera Space Force. Dok: Gedung Putih

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akhirnya menandatangani perintah eksekutif terkait reformasi kepolisian di tengah seruan untuk mengambil tindakan terhadap kebrutalan dan rasisme polisi. Trump sempat bersikeras menolak reformasi polisi.

Penandatanganan tersebut dilakukan pada Selasa 16 Juni waktu setempat, tepat tiga pekan pascakematian George Floyd, seorang pria Amerika keturunan Afrika berusia 46 tahun, saat dalam penangkapan polisi Minneapolis yang memicu unjuk rasa di seluruh penjuru AS.

Perintah eksekutif ini berfokus pada tiga hal, yaitu penetapan kualifikasi dan sertifikasi petugas polisi, peningkatan pertukaran informasi untuk melacak petugas yang dituduh menggunakan kekuatan berlebihan, serta pembuatan program co-reponderterkait kesehatan mental, kecanduan narkoba, maupun tunawisma.

Perintah eksekutif tersebut juga menguraikan bahwa departemen kepolisian "tidak boleh mengizinkan praktik chokehold (pencekikan), manuver fisik untuk membatasi kemampuan individu bernapas yang bertujuan melumpuhkan individu tersebut, kecuali dalam situasi di mana penggunaan kekuatan mematikan diizinkan oleh hukum."

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

Belum Cukup

Demo Kematian George FLoyd Masih Berlanjut di AS
Seorang demonstran merusak mobil polisi saat unjuk rasa di dekat Gedung Putih di Washington (31/5/2020). Demonstran turun ke jalan-jalan di New York City memprotes kematian George Floyd pada (25/5) setelah dijepit di leher oleh seorang petugas kepolisian Minneapolis. (AP Photo/Alex Brandon)

Chuck Schumer, pemimpin minoritas di Senat AS, pada Selasa menilai perintah eksekutif Trump ini masih belum cukup.

"Meskipun presiden pada akhirnya mengakui perlunya reformasi kepolisian, satu perintah eksekutif sederhana tidak akan membayar retorika dan kebijakannya yang demagogis selama beberapa tahun, yang dirancang untuk membalikkan kemajuan yang telah dicapai pada tahun-tahun sebelumnya," ujar Schumer dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Xinhua, Rabu (17/6/2020).

"Sayangnya, perintah eksekutif ini tidak akan menciptakan perubahan berarti secara komprehensif dan akuntabilitas di departemen kepolisian negara kita sebagaimana tuntutan warga Amerika," imbuh anggota Partai Demokrat di New York tersebut.

"Kongres perlu segera meloloskan undang-undang yang kuat dan berani dengan ketetapan yang memudahkan proses penahanan petugas polisi yang bertanggung jawab atas pelanggaran, dan Presiden Trump harus berkomitmen menandatanganinya menjadi hukum."

Kasus George Floyd

Demo Kematian George FLoyd Masih Berlanjut di AS
Seorang pria memegang skateboard bertuliskan nama George Floyd ketika berunjuk rasa dalam mendukung Floyd dan Regis Korchinski-Paquet dan protes terhadap rasisme, ketidakadilan dan kebrutalan polisi, di Vancouver (31/5/2020). (Darryl Dyck/The Canadian Press via AP)

Floyd meninggal saat dalam penangkapannya di Minneapolis, Minnesota, akhir bulan lalu setelah seorang petugas polisi menindih lehernya dengan lutut selama hampir sembilan menit.

Aksi unjuk rasa memprotes kematian Floyd dan secara lebih luas menentang kekerasan polisi tak hanya terjadi di seluruh Amerika Serikat, namun juga menyebar ke beberapa negara lain.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya