Indonesia Prakarsai Pertemuan DK PBB Bahas Rencana Israel Caplok Tepi Barat Palestina

Bersama Tunisia dan Afrika Selatan, Indonesia memprakarsai pertemuan Dewan Keamanan PBB di tingkat menteri.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Jun 2020, 14:12 WIB
Diterbitkan 25 Jun 2020, 14:12 WIB
Permukiman Israel di Tepi Barat (AFP Photo)
Permukiman Israel di Tepi Barat (AFP Photo)

Liputan6.com, Jakarta - Bersama Tunisia dan Afrika Selatan, Indonesia memprakarsai pertemuan Dewan Keamanan PBB di tingkat menteri. Pertemuan itu untuk membahas rencana aneksasi atau pencaplokan wilayah Tepi Barat Palestina oleh Israel.

Dalam pertemuan terbuka DK PBB yang dilakukan secara virtual, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyatakan rencana Israel tersebut merupakan ancaman bagi masa depan bangsa Palestina---yang sudah terlalu lama mengalami ketidakadilan, pelanggaran HAM, dan situasi kemanusiaan yang buruk.

"Pilihan ada di tangan kita, apakah akan berpihak kepada hukum internasional, atau menutup mata dan berpihak di sisi lain yang memperbolehkan tindakan yang bertentangan dengan hukum internasional?" kata Retno dalam keterangan tertulis Kemlu, Kamis (25/6/2020).

Dalam pertemuan yang dipimpin Prancis selaku Presiden DK PBB bulan ini, Retno menegaskan tiga alasan mengapa masyarakat internasional harus menolak rencana aneksasi Israel terhadap wilayah Palestina itu.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

3 Alasan

Bentrok Pengunjuk Rasa Palestina dengan Pasukan Israel di Ramallah
Pengunjuk rasa Palestina melempari kendaraan lapis baja Israel saat berdemonstrasi di Ramallah, Tepi Barat, Kamis (17/10/2019). Pengunjuk rasa menentang pembangunan pos terdepan Israel di dekat desa Palestina, Turmus Ayya, dan pemukiman Israel, Shilo. (JAAFAR ASHTIYEH/AFP)

Alasan pertama, ungkap Retno, rencana aneksasi formal Israel terhadap wilayah Palestina merupakan pelanggaran hukum internasional. Memperbolehkan aneksasi berarti membuat preseden di mana penguasaan wilayah dengan cara aneksasi adalah perbuatan legal dalam hukum internasional.

Karena itu, Retno mendorong seluruh pihak agar menolak secara tegas di berbagai forum internasional baik melalui pernyataan maupun tindakan nyata bahwa aneksasi adalah ilegal.

Kedua, rencana aneksasi formal Israel merupakan ujian bagi kredibilitas dan legitimasi DK PBB di mata dunia. DK PBB harus cepat mengambil langkah yang sejalan dengan Piagam PBB.

"Siapa pun yang mengancam  perdamaian dan keamanan internasional harus diminta pertanggungjawabannya di hadapan DK PBB. Tidak boleh ada standar ganda," tutur Retno.

Ketiga, aneksasi akan merusak seluruh prospek perdamaian. Aneksasi juga akan menciptakan instabilitas di kawasan dan dunia.

Untuk itu, terdapat urgensi adanya proses perdamaian yang kredibel di mana seluruh pihak berdiri sejajar. "Ini waktu yang tepat untuk memulai proses perdamaian dalam kerangka multilateral berdasarkan parameter internasional yang disepakati," ujar Retno.

Dalam kesempatan tersebut, ia juga menekankan pentingnya dunia mengatasi situasi kemanusiaan di Palestina, termasuk para pengungsi, yang hidupnya semakin menderita akibat pandemi COVID-19.

Dukungan kepada lembaga kemanusiaan internasional khususnya badan bantuan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) menjadi semakin penting artinya. Indonesia telah menyampaikan peningkatan kontribusi untuk Palestina yang diberikan baik secara langsung kepada Palestina, maupun melalui UNRWA pada 2020.

"Ketidakadilan terjadi bukan karena absennya keadilan itu sendiri. Ketidakadilan terjadi karena kita membiarkan hal itu terjadi. Ini waktunya kita hentikan ketidakadilan tersebut," kata Retno menutup pidatonya di hadapan DK PBB.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya