Sidang Majelis Umum PBB 2020 Digelar Virtual Akibat Pandemi COVID-19

Pemimpin negara dunia terpaksa absen secara fisik dalam Sidang Umum PBB pekan depan akibat pandemi COVID-19. Sebagai gantinya, pertemuan virtual yang akan dilaksanakan.

oleh Hariz Barak diperbarui 19 Sep 2020, 14:52 WIB
Diterbitkan 19 Sep 2020, 14:39 WIB
Sidang darurat Majelis Umum PBB di New York (21/12/2017).
Suasana Sidang Majelis Umum PBB di New York (AP Photo/Mark Lennihan)

Liputan6.com, Jakarta - Pemimpin negara dunia terpaksa absen secara fisik dalam Sidang Majelis Umum PBB pekan depan akibat pandemi COVID-19. Sebagai gantinya, Presiden AS Donald Trump hingga Presiden RI Joko Widodo akan melaksanakan kegiatan rutin tahunan itu secara virtual.

Mereka biasanya pergi setiap tahun ke Manhattan's East Side, Kota New York untuk Sidang Majelis Umum PBB yang biasa digelar pada minggu ketiga bulan September. Selama beberapa minggu terakhir, para pemimpin dunia memperdebatkan apakah akan bepergian atau hanya mengirim video.

Sementara Sekretaris Jenderal PBB, presiden Majelis Umum, perwakilan badan PBB dan perwakilan negara yang berbasis di New York akan hadir di lokasi untuk acara tersebut, tidak ada kepala negara atau pemerintahan yang diharapkan untuk tampil secara langsung --membuat pertemuan tersebut. yang populer disebut sebagai UNGA, hampir sepenuhnya dilaksanakan secara virtual, demikian seperti dikutip dari CBS News, Sabtu (19/9/2020).

Meski Kota New York berada di wilayah AS, Presiden Trump dipastikan tidak hadir secara fisik ke lokasi pertemuan --kata Kepala Staf Kepresidenan AS Mark Meadows pada Kamis 17 September.

Presiden Jokowi pun juga demikian.

"Dalam sesi General Debate ... Insya Allah Bapak Presiden (Joko Widodo) akan berpartisipasi dan menyampaikan statement secara virtual," kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi pada Kamis 17 September.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu akan menyampaikan pidato virtual pada 23 September 2020, lanjut menlu.

Pekan pertemuan tingkat tinggi UNGA akan menjadi kesempatan untuk "merenungkan krisis COVID-19 saat ini, dan untuk menegaskan kembali peran penting Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kerja sama multilateral, yang sangat dibutuhkan saat ini," kata Duta Besar Prancis untuk PBB Nicolas de Riviere.

Dengan tingkat keparahan COVID-19 dan penurunan ekonomi dunia yang diakibatkannya, pidato tersebut akan didengar di seluruh dunia. Tetapi seni diplomasi pribadi tidak akan berlangsung di Aula Sidang Majelis Umum yang ikonik, atau di koridor-koridor Markas Besar PBB New York, tahun ini.

Teka-teki apakah para pemimpin negara dunia akan melakukan perjalanan ke PBB atau mengirim video terselesaikan ketika Negara Bagian New York dan pemerintah federal AS mengeluarkan regulasi wajib karantina yang secara efektif melarang semua kecuali beberapa pemimpin dunia.

Dengan begitu banyak negara yang memasuki gedung tersebut, beberapa menyebut markas besar PBB sebagai "cawan" dan banyak diplomat menyatakan lega bahwa 10.000 pengunjung tidak akan membebani sistem ventilasi yang telah direnovasi selama puluhan tahun.

Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen, dan beberapa lainnya dibebaskan dari karantina. Tetapi Presiden Prancis Emmanuel Macron, Kanselir Jerman Angela Merkel, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dan bahkan Ratu Inggris, yang tidak memerlukan paspor untuk bepergian, tidak dapat masuk ke aula Majelis Umum tahun ini, kecuali mereka memilih untuk menjalani karantina mandiri terlebih dahulu di New York selama dua minggu.

Perwakilan Tetap AS untuk PBB, dipimpin oleh Duta Besar AS Kelly Craft, mengirimkan nota diplomatik kepada delegasi negara pada 2 September 2020, yang diperoleh CBS News, mengatakan bahwa Negara Bagian New York telah memberlakukan karantina 14 hari bagi siapa pun - termasuk kepala negara, dengan "tanpa pengecualian" --menyusul imbauan peringatan kesehatan Tingkat 2 atau Tingkat 3 terkait COVID-19 dari the CDC kepada sejumlah negara.

"Daftar mencakup hampir seluruh negara di dunia," kata nota diplomatik tersebut.

Beberapa negara menyatakan kecewa dengan penyelenggaraan virtual.

"Pertemuan fisik harusnya kembali dilakukan," kata Wakil Tetap Turki untuk PBB.

Simak video pilihan berikut:

Pengamat: 'Pertemuan Zoom' Paling Prestise di Dunia

Jusuf Kalla Berpidato di Sidang Majelis Umum PBB
Wapres Jusuf Kalla mewakili Indonesia menyampaikan pidato pada sesi Debat Umum Sidang Majelis Umum PBB ke-72 di New York, Kamis (21/9). Kemajuan HAM dan reformasi PBB menjadi salah satu isu perhatian Indonesia pada Sidang tahun ini. (TIM MEDIA WAPRES)

Pengamat skeptis bahwa penyelenggaraan virtual Sidang Majelis Umum PBB akan menarik atensi dari para pemimpin negara.

"Saya benar-benar ragu bahwa presiden dan perdana menteri akan duduk di rumah dengan seember popcorn menonton semua video UNGA rekan-rekan mereka," Richard Gowan, direktur PBB untuk wadah pemikir International Crisis Group (ICG), mengatakan kepada CBS News .

"Sulit untuk menjelaskan kesibukan dan desas-desus Majelis Umum jika Anda belum pernah ke sana," kata Gowan, menambahkan, "Anda melihat politisi yang sangat kuat dan dihormati berkeliaran dengan sedikit linglung. Faktor glamor itu juga salah satu hal yang membuat para pemimpin kembali ke PBB."

"Singkirkan itu dan, pada dasarnya, Anda memiliki pertemuan Zoom paling prestis tertinggi di dunia, tetapi tidak langsung. Hanya saja tidak sama."

Isu Tahun Ini

Presiden Iran Hassan Rouhani saat menyampaikan pidato di Sidang Majelis Umum PBB 2018 di New York (AP PHOTO / Richard Drew)
Presiden Iran Hassan Rouhani saat menyampaikan pidato di Sidang Majelis Umum PBB 2018 di New York (AP PHOTO / Richard Drew)

Virus Corona diperkirakan besar menjadi agenda utama tahun ini, dengan perubahan iklim sebagai agenda kedua. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah melakukan yang terbaik untuk membunyikan lonceng peringatan tentang kebakaran hutan dan badai perubahan iklim.

Karena kemudahan mengirim video - daripada bepergian ke New York - lebih banyak negara akan mendengar suara para pemimpin mereka, kata kepala PBB itu, melalui presentasi video mereka.

"General Debate" atau debat umum --demikian sebutannya-- berlangsung dari Selasa, 22 September, selama lima hari.

Selain virus corona, bantuan kemanusiaan, perubahan iklim, dan Iran akan menjadi masalah besar tahun ini. Program nuklir Iran akan menjadi yang terdepan karena AS mengatakan bahwa semua sanksi PBB terhadap Iran akan diberlakukan kembali pada Sabtu 19 September 2020, poin yang ditantang oleh sebagian besar kekuatan dunia lainnya, termasuk Inggris.

Beberapa pertemuan tingkat tinggi akan berlangsung di sela-sela "debat": peringatan 75 tahun PBB, "KTT Keanekaragaman Hayati", ulang tahun ke-25 Konferensi Wanita Dunia, pembiayaan untuk pembangunan, dan satu hari untuk mengadvokasi penghapusan senjata nuklir.

Selebritas juga akan hadir. Sudah delapan tahun sejak Beyoncé Knowles mengguncang Sidang Majelis Umum PBB di Aula sidang. Tahun ini dia kembali, tidak secara langsung tetapi dengan pesan berjudul, "Persatuan Bangsa-Bangsa," sebuah acara virtual bersama dengan Messenger of Peace Malala Yousafzai, aktris duta besar PBB Michelle Yeoh, dan Sekretaris Jenderal PBB, pada Sabtu 26 September 2020.

Beberapa ahli PBB tidak peduli dengan pertemuan virtual tahun ini. Stephen Schlesinger, seorang rekan di Century Foundation dan penulis "Act of Creation," mengatakan kepada CBS News: "Saya tidak berpikir itu akan memulai tren. Para pemimpin menyukai kehadiran publik di podium PBB sebelum pertemuan sidang majelis umum. Ini memberi mereka pengakuan global."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya