Bakteri Penghasil Racun Bunuh 300 Lebih Gajah di Botswana, Tapi...

Kematian 300 Gajah di Botswana disebutkan akibat bakteri penghasil racun di lubang air.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Sep 2020, 16:17 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2020, 16:17 WIB
Ilustrasi kaki hewan gajah
Ilustrasi kaki hewan gajah

Liputan6.com, Botswana - Sebanyak 300 lebih gajah di Botswana, Afrika bagian selatan mati belum lama ini. Penyebabnya kini diketahui, dari bakteri penghasil racun bernama cyanobacteria.

"Lebih dari 300 gajah di Botswana telah dibunuh oleh cyanobacteria penghasil racun di lubang air," kata pejabat pemerintah margasatwa pada Senin 21 September 2020.

Tetapi penjelasan itu tidak memuaskan beberapa konservasionis.

Kematian yang terjadi selama tiga bulan tersebut tercatat pada Mei dan dilaporkan pada awal Juli. Penyebabnya masih misteri kala itu, Botswana memerintahkan tes laboratorium untuk dilakukannya sampel bangkai, tanah dan air, dikarenakan memicu adanya spekulasi berkembangnya atas kematian tersebut.

Cyanobacteria secara rutin ditemukan di air, tetapi tidak semua jenis bakteri itu menghasilkan racun. Maka dari itu para ilmuwan kahwatir akan pemicu yang disebabkan oleh perubahan iklim yaitu perubahan suhu air naik, kondisi inilah yang menjadi keuntungan bakteri untuk tumbuh.

Botswana adalah rumah untuk 130.000 gajah Afrika yang lebih banyak dari pada negara manapun di benua tersebut. Pada tahun lalu, negara itu membatalkan larangannya untuk memburu gajah, larangan tersebut sudah diberlakukan sejak tahun 2014, yang akhirnya memicu kecaman internasional.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah ini

Gajah yang Mati Masih Mempunyai Gading Utuh

Ilustrasi Gajah (iStock)
Ilustrasi Gajah (iStock)

Beberapa dari konservasionis mencurigai pemburu atas pembunuhan gajah yang mati pada bulan Mei.

Pada hari Senin, Wakil Direktur Satwa Liar dan Taman Nationa di negara itu, Cyril Taolo mengatakan bahwa pemerintah telah mengesampingkan keterlibatan manusia dalam kematian tersebut.

"Saya rasa tidak ada orang yang bisa berkata tidak pernah, tetapi dalam hal ini, bukti yang ada menunjukkan bahwa ini adalah kejadian yang wajar," katanya pada konferensi pers seperti dikutip dari CNN, Selasa (22/9/2020),

Taolo mengatakan petunjuk tambahan di lapangan, termasuk bahwa semua gajah yang mati ditemukan adingnya dalam keadaan utuh, hal itu semakin memperkuat temuan pemerintah bahwa kematian itu diebabkan secara alami. "Kami telah mengesampingkan perburuan," katanya.

Tetapi, para konservasionis yang skeptis menuntut agar hasil lengkap dari penyelidikan pemerintah dirilis. "Jika berada di dalam lubang air, mengapa hanya gajah yang terpengaruh?," kata Keith Lindsay, ahli biologi konservasi, yang penelitiannya difokuskan pada gajah, kepada CNN.

Tempat Bangkai Ditemukan

Ilustrasi Gajah
Ilustrasi gajah. (Liputan6.com/Rino Abonita)

Lindsay mengatakan sejauh ini bukti yang disajikan tidak cukup meyakinkan untuk mengesampingkan keterlibatan manusia. "Satu hal yang dilakukan gajah yang tidak dilakukan spesies lain adalah mereka pergi dan mencari tanaman di ladang petani," imbuhnya.

"Jika petani mengeluarkan racun, gajah dari segala usia akan mendapatkan racun itu dan kemudian mereka akan kembali ke lubang air mereka. Setidaknya, kemungkinan besar cyanobacteria ini sebagai penyebab kematian."

Delta Okavango, tempat bangkai ditemukan adalah rumah untuk 10% gajah di negara itu.

Spesies yang mati diklasifikasikan spesies rentan dalam Daftar Merah International Union for Conservation of Nature (IUCN).

 

Reporter : Romanauli Debora

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya