Liputan6.com, Quito - Ratusan kapal nelayan China disebut melakukan penangkapan ikan di perairan Amerika Selatan. Sejumlahnya bahkan melakukan penangkapan di zona ekonomi eksklusif (ZEE) beberapa negara.
Angkatan Laut Ekuador mengonfirmasi armada besar penangkap ikan China, terdiri dari sekitar 300 kapal, bergerak menjauh dari Kepulauan Galapagos. Armada itu kini beroperasi di perairan internasional di lepas pantai Peru.
Komandan Operasi Angkatan Laut Ekuador Laksamana Muda Daniel Ginez mengatakan pekan ini bahwa kapal-kapal China itu kini berada "di perairan lepas pantai Zona Ekonomi Eksklusif Peru," demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Minggu (27/9/2020).
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Ia menambahkan, armada tahun ini lebih besar dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya.
Para pakar memberi tahu VOA bahwa aktivitas penangkapan ikan yang agresif oleh China tidak hanya mengancam kedaulatan negara-negara di pesisir, tetapi juga membahayakan ketahanan pangan global dan ekologi laut.
Ekonomi Peru dan Ekuador sangat bergantung pada hasil laut. Pada tahun 2018, kedua negara menangkap 4,5 juta metrik ton ikan, hampir sebanyak tangkapan di Amerika, tetapi hanya 25% dari apa yang ditangkap China pada tahun yang sama, menurut statistik Bank Dunia. Kedua negara mengatakan armada besar penangkap ikan China mengancam ketahanan sumber pangan mereka.
China menempati peringkat teratas di dunia dalam hal permintaan pangan laut. Jumlah hasil laut yang dikonsumsi di negara itu sepertiga dari jumlah total konsumsi dunia, dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 6%.
Simak video pilihan berikut:
Indonesia Protes Kapal China di Perairan RI di Natuna
Sebelumnya, Indonesia kembali memprotes masuknya kapal garda pantai China ke perairan RI, kata Kementerian Luar Negeri, Senin (14/9).
Kapal China yang diidentifikasi sebagai CCG 5204 tersebut, terlihat Sabtu (12/9) di perairan Natuna Utara, zona ekonomi eksklusif Indonesia dekat provinsi Kepulauan Riau.
"Setelah isu itu, kementerian mengatakan pada Minggu (13/9) berkomunikasi dengan perwakilan China di Jakarta untuk meminta klarifikasi," kata juru bicara Teuku Faizasyah kepada AFP pada Senin (14/9).
Badan keamanan maritim Indonesia mengatakan kapal itu bersikeras berpatroli di wilayah yang disebut China sebagai "sembilan garis putus-putus", sebuah wilayah yang diklaim Beijing tetapi diperebutkan negara-negara tetangganya.
“Kementerian menegaskan kembali kepada perwakilan China bahwa tidak ada tumpang tindih antara zona ekonomi eksklusif Indonesia dan perairan China,” kata Faizasyah.
Badan keamanan maritim mengatakan kapal meninggalkan daerah itu pada Senin (14/9).
Indonesia menolak klaim sembilan garis putus-putus China, mengatakan itu melanggar Konvensi PBB tentang Hukum Laut.
Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia, sedang berusaha menghentikan kapal asing yang menangkap ikan di perairannya, dengan alasan merugikan ekonomi miliaran dolar setiap tahun dan mengklaim wilayah di ujung selatan Laut China Selatan itu sebagai zona ekonomi eksklusifnya.
Pada Januari, Indonesia mengerahkan jet tempur dan kapal perang untuk berpatroli di perairan kepulauan Natuna dalam perselisihan dengan Beijing setelah kapal-kapal China, baik kapal penjaga pantai maupun kapal penangkap ikan, memasuki wilayah tersebut.
China mengklaim sebagian besar Laut China Selatan meskipun ada klaim tumpang tindih dari negara-negara Asia Tenggara lainnya termasuk Indonesia, Vietnam, Filipina, dan Malaysia.
Advertisement