Liputan6.com, Ottawa - Ajang Global Conference on Media Freedom (GCMF) baru saja digelar di Kanada.
Menteri Luar Negeri Kanada François-Philippe Champagne hingga Perdana Menteri Justin Trudeau turut mengisi acara yang mendukung peran jurnalis di seluruh dunia.
Pada pandemi COVID-19, tugas jurnalis dinilai sangatlah penting untuk melawan berita-berita palsu yang menyebar lewat perkembangan teknologi. Para pewarta juga perlu memastikan agar kebijakan pemerintah tetap akuntabel dalam situasi tersebut.
Advertisement
Baca Juga
"Satu aspek yang mengkhawatirkan adalah perkembangan teknologi yang menyebarkan misinformasi dan disinformasi," ujar Menlu François-Philippe Champagne dalam konferensi virtual di Ottawa, Selasa (17/11/2020) waktu Indonesia Barat.
Sayangnya, GCMF mencatat adanya produk hukum yang ingin melawan disinformasi, namun justru merugikan jurnalis. Hingga September, ada lebih dari 400 pelanggaran kebebasan pers yang terjadi.
International Press Institute (IPI) berkata itu disebabkan oleh hukum anti-minsinformasi yang terburu-buru, sehingga dapat menyebabkan sensor.
Padahal, Menlu Champagne berkata inilah saat ketika jurnalis sangat dibutuhkan agar masyarakat mendapat laporan akurat mengenai apa yang terjadi.
"Kami butuh lebih dari sebelumnya agar jurnalis di seluruh dunia berdiri dan angkat bicara untuk memberikan informasi dengan benar," lanjutnya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Keselamatan Jurnalis
Dalam kesempatan tersebut, Menlu Kanada menyorot risiko yang dihadapi jurnalis saat ini. Menurutnya ada peningkatan risiko seperti yang ia lihat di Belarus.
"Ada tren melawan kebebasan media di seluruh dunia," ujar Menlu Champagne.
Ia juga menyebut otoritarianisme sedang bangkit di dunia, dan kebebasan pers merupakan hal fundamental dalam kehidupan berdemokrasi.
Isu lain yang disorot Menlu Kanada adalah untuk mengakhiri impunitas kejahatan terhadap jurnalis.
Dalam Global Conference for Media Freedom, turut dijpaparkan bahwa dalam 14 tahun berturut-turut demokrasi menurut dan otoritarianisme meningkat. Hal itu memicu bahaya kepada kebebasan media di seluruh dunia.
Selain itu, ada juga masalah terhadap jurnalis perempuan. Karena delapan dari 10 jurnalis yang menjadi korban kekerasan verbal merupakan perempuan.
Advertisement