Kisah Kelam 2 November Jadi Hari Akhiri Impunitas Kejahatan Terhadap Jurnalis Sedunia

Impunitas menyebabkan maraknya kekerasan terhadap jurnalis dan rusaknya sistem peradilan.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Nov 2020, 12:20 WIB
Diterbitkan 02 Nov 2020, 12:19 WIB
Ilustrasi Jurnalis
Ilustrasi Jurnalis (The Climate Reality Project /Unsplash).

Liputan6.com, Paris - Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan 2 November sebagai "Hari Internasional untuk Mengakhiri Impunitas atas Kejahatan terhadap Jurnalis" dalam Resolusi Sidang Umum A / RES / 68/163.

Resolusi tersebut mendesak Negara-negara anggota untuk menerapkan langkah-langkah pasti yang melawan budaya impunitas saat ini. Tanggal tersebut dipilih dalam rangka memperingati pembunuhan dua jurnalis Prancis di Mali pada 2 November 2013.

Kedua wartawan itu adalah Ghislaine Dupont (57) dan Claude Verlon (55) yang diculik dan ditembak mati oleh apa yang disebut para pejabat Prancis sebagai kelompok teroris. Insiden itu terjadi setelah mereka mewawancarai seorang juru bicara separatis Tuareg di kota bergolak Kidal, Mali Timurlaut, pada Sabtu 2 November 2013.

"Operasi ini merupakan pembalasan atas kejahatan yang dilakukan Prancis terhadap rakyat Mali dan pekerjaan pasukan Afrika dan internasional terhadap Muslim Azawad," kata kelompok teroris Alqaeda di AQIM.

Kantor berita Sahara Medias melaporkan pembunuhan tersebut merupakan 'utang minimum' yang harus dibayar orang Prancis dan Presiden saat itu, Francois Hollande.

Menurut kantor berita itu, pembunuhan tersebut dilakukan oleh sebuah satuan yang dipimpin komandan Tuareg, Abdelkrim Targui, yang memiliki kedekatan dengan Abou Zeid --salah satu pemimpin utama kelompok itu di Mali yang tewas dalam pertempuran dengan pasukan Prancis di Mali utara pada akhir Februari.

Resolusi Sidang Umum A / RES / 68/163 pun mengutuk semua serangan dan kekerasan terhadap jurnalis dan pekerja media.

PBB juga mendesak Negara-negara Anggota untuk melakukan yang terbaik untuk mencegah kekerasan terhadap jurnalis dan pekerja media, untuk memastikan akuntabilitas, mengadili para pelaku kejahatan terhadap jurnalis dan pekerja media, dan memastikan bahwa para korban memiliki akses ke pemulihan yang sesuai.

Undang-undang tersebut menyerukan kepada negara-negara untuk mempromosikan lingkungan yang aman dan kondusif bagi jurnalis untuk melakukan pekerjaan mereka secara mandiri dan tanpa campur tangan yang tidak semestinya.

Dalam 14 tahun terakhir (2006-2019), hampir 1.200 jurnalis tewas karena melaporkan berita dan menyampaikan informasi kepada publik. Sembilan dari 10 kasus, para pembunuh jurnalis tidak dihukum atas kejahatan tersebut.

Impunitas atau keadaan tidak dapat dipidana telah menyebabkan lebih banyak pembunuhan dan seringkali menjadi gejala dari konflik yang akan memburuk dan rusaknya sistem hukum serta peradilan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Konferensi Kebebasan Pers Dunia 2020

Ilustrasi Jurnalis
Ilustrasi Jurnalis (Jennifer Beebe ?Pixabay).

Angka-angka ini tidak termasuk pada kekerasan terhadap jurnalis lainnya, yang setiap hari mengalami serangan non-fatal, termasuk penyiksaan, penghilangan paksa, penahanan sewenang-wenang, intimidasi dan pelecehan baik dalam situasi konflik maupun non-konflik. Selain itu, ada risiko khusus yang dihadapi jurnalis perempuan, termasuk serangan seksual.

Dikutip dari United Nation, Senin (2/11/2020), yang mengkhawatirkan, hanya satu dari 10 kasus kekerasan terhadap jurnalis yang diproses hukum. Impunitas ini membuat para pelaku kejahatan semakin berani dan pada saat yang sama berdampak buruk bagi masyarakat termasuk jurnalis itu sendiri. 

Ketika serangan terhadap jurnalis tetap tidak diproses hukum, maka akan menimbulkan opini yang buruk di dalam masyarakat. Masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada sistem peradilannya sendiri, dimana fungsi peradilan itu adalah untuk melindungi setiap orang dari serangan terhadap hak-hak mereka.

Pelaku kejahatan terhadap jurnalis dengan demikian menjadi berani ketika mereka menyadari bahwa mereka dapat menyerang target mereka tanpa pernah menghadapi keadilan. UNESCO prihatin akan impunitas karena dapat merusak seluruh masyarakat dengan menutupi pelanggaran hak asasi manusia yang serius, korupsi, dan kejahatan. 

Untuk merayakan bersama Hari Kebebasan Pers Sedunia (3 Mei) dan Hari Internasional Mengakhiri Impunitas untuk Kejahatan terhadap Jurnalis (2 November) UNESCO dan Kerajaan Belanda menggelar Konferensi Kebebasan Pers Dunia 2020 pada 9 dan 10 Desember dengan cara baru yang inovatif, menggabungkan elemen digital dan tatap muka.

Sesi pada 10 Desember 2020 bertajuk "Memperkuat investigasi dan penuntutan untuk mengakhiri impunitas atas kejahatan terhadap jurnalis" akan mencakup penyampaian pedoman bagi jaksa penuntut dalam penyelidikan dan penuntutan kejahatan dan penyerangan terhadap jurnalis, yang dikembangkan dalam kemitraan dengan International Association of Prosecutors.

 

 

Reporter: Ruben Irwandi

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya