AS Tangguhkan Seluruh Perdagangan dengan Myanmar hingga Terpilihnya Pemerintah Baru

AS menangguhkan perdagangan dengan Myanmar sampai adanya pemerintah baru.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 30 Mar 2021, 07:33 WIB
Diterbitkan 30 Mar 2021, 07:30 WIB
FOTO: Potret Kerasnya Protes Menentang Kudeta Militer Myanmar
Para pengunjuk rasa berdiri dekat ban yang terbakar selama tindakan keras oleh pasukan keamanan terhadap demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon, Myanmar, 16 Maret 2021. (STR/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - AS segera menangguhkan semua keterlibatan dengan Myanmar di bawah perjanjian perdagangan dan investasi 2013 sampai kembalinya pemerintah yang terpilih secara demokratis. Hal ini disampaikan perwakilan perdagangan AS Katherine Tai pada Senin (29/3). 

Sabtu (27/3) kemarin adalah hari protes paling berdarah di Myanmar sejak kudeta militer 1 Februari dengan 114 orang tewas. Lima lainnya tewas pada hari Senin (29/3) ketika ribuan orang turun ke jalan lagi menentang militer yang kembali berkuasa setelah satu dekade. 

Melansir Channel News Asia, Selasa (30/3/2021), Tai mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pembunuhan pasukan keamanan Myanmar terhadap pengunjuk rasa damai, pelajar, pekerja dan pemimpin buruh dan anak-anak "telah mengejutkan hati nurani masyarakat internasional". 

"Tindakan ini merupakan serangan langsung terhadap transisi negara menuju demokrasi dan upaya rakyat Burma untuk mencapai masa depan yang damai dan sejahtera," kata Tai.

Selain menangguhkan pekerjaan pada perjanjian kerangka kerja 2013, Tai mengatakan USTR akan mempertimbangkan situasi Myanmar saat bekerja dengan Kongres AS dalam pengesahan ulang program Generalized System of Preferences, yang mengurangi tarif AS dan menyediakan akses perdagangan khusus lainnya untuk beberapa negara berkembang.

Partisipasi mengharuskan negara-negara untuk mempertahankan perlindungan hak-hak pekerja tertentu, dan Tai mengatakan laporan bahwa para pemimpin militer Myanmar telah menargetkan serikat pekerja dan pekerja karena peran mereka dalam protes pro-demokrasi menimbulkan kekhawatiran serius.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Joe Biden Kecam Keras Kudeta Militer

Demi Lindungi Demonstran, Biarawati Myanmar Berlutut di Depan Polisi Bersenjata
Para pengunjuk rasa mengambil bagian dalam demonstrasi menentang kudeta militer di Myitkyina di negara bagian Kachin Myanmar (8/3/2021). Bentrokan warga anti kudeta militer dengan aparat keamanan Myanmar masih terus berlangsung. (AFP/STR)

Penangguhan kesepakatan perdagangan AS terjadi setelah Presiden Joe Biden mengutuk peristiwa akhir pekan itu sebagai hal yang "mengerikan", sementara utusan hak asasi PBB mengecam tindakan "memalukan, pengecut, brutal" dari pasukan keamanan.

Dewan Keamanan PBB akan bertemu pada Rabu  (31/3) untuk membahas situasi tersebut, kata sumber diplomatik, setelah Inggris menyerukan pembicaraan darurat.

China menambahkan suaranya ke dalam suara keprihatinan internasional, menyerukan pengekangan dari semua sisi.

"Kekerasan dan bentrokan berdarah tidak memenuhi kepentingan pihak manapun. Korbannya adalah orang-orang Myanmar," kata juru bicara kementerian luar negeri China Zhao Lijian.

Rusia pada Senin mengakui pihaknya mengembangkan hubungan dengan Myanmar setelah wakil menteri pertahanan Alexander Fomin dan pejabat lainnya bergabung dalam parade akhir pekan, tetapi mengatakan itu tidak berarti menyetujui "peristiwa tragis" yang terjadi.

"Kami sangat prihatin dengan meningkatnya jumlah korban sipil," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya