CDC: Vaksin COVID-19 Pfizer dan Moderna Tak Picu Penggumpalan Darah

CDC berkata ada kemiripan dari penggumpalan darah yang terjadi setelah penyuntikan vaksin Johnson & Johnson (J&J) dan AstraZeneca. Bagaimana vaksin Pfizer dan Moderna?

oleh Tommy K. Rony diperbarui 15 Apr 2021, 08:35 WIB
Diterbitkan 15 Apr 2021, 08:35 WIB
PM Malaysia Muhyiddin Yassin disuntik vaksin COVID-19 buatan Pfizer.
PM Malaysia Muhyiddin Yassin disuntik vaksin COVID-19 buatan Pfizer. Dok: Twitter @MuhyiddinYassin

Liputan6.com, Washington, DC - Centers for Disease Control and Prevention (CDC) sedang menahan sementara pemberian vaksin Johnson & Johnson akibat adanya laporan penggumpalan darah yang langka. Kasus ini mirip dengan kasus vaksin AstraZeneca.

Hal itu diungkap oleh Direktur CDC Dr. Rochelle Walensky. Ia berkata kedua vaksin COVID-19 itu memang menggunakan teknologi yang mirip.

"Vaksin AstraZeneca dan Johnson & Johnson sama-sama menggunakan antivirus vector," ujar Dr. Walensky seperti dilansir New York Post, Kamis (15/4/2021).

"Vaksin-vaksin itu berbedar dari vaksin Pfizer dan Moderna yang merupakan vaksin berbasis mRNA," lanjutnya.

Vaksin dengan viral vector menggunakan virus tak berbahaya yang diubah agar mengandung bagian kode genetik COVID-19. Sementara, messenger RNA (mRNA) adalah teknologi baru yang memakai versi sintetis dari kode genetik COVID-19.

CDC menegaskan bahwa Pfizer dan Moderna aman dari masalah penggumpalan darah.

"Agar semakin jelas, tipe-tipe reaksi ini, penggumpalan darah yang dikombinasikan dengan trombosit rendah, tidak terlihat pada vaksin berizin dari Pfizer dan Moderna," jelas Dr. Walensky.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Pilihan Berikut:

Awalnya Pakai AstraZeneca, Kini Warga Jerman Disuntik Pakai Vaksin Moderna

FOTO: Kematian Akibat COVID-19 Meningkat, Jerman Akan Perpanjang Lockdown
Beberapa orang berjalan melintasi Marienplatz yang hampir kosong selama lockdown di Kota Munich, Jerman, Selasa (5/1/2021). Pemerintah Jerman sepakat untuk memperpanjang langkah-langkah lockdown hingga 31 Januari untuk mengekang penyebaran COVID-19. (Peter Kneffel/dpa via AP)

Warga Jerman yang berusia di bawah 60 tahun yang telah menerima dosis pertama vaksin COVID-19 AstraZeneca di Jerman akan menerima suntikan berbeda untuk dosis kedua mereka. 

Hal itu telah disetujui oleh Menteri Kesehatan Federal dan Regional Jerman pada Selasa (13/4). 

Pada 30 Maret 2021, Jerman mengumumkan bahwa mereka tidak akan lagi menawarkan vaksin AstraZeneca sebanyak dua dosis kepada orang-orang yang berusia di bawah 60 tahun karena kekhawatiran kasus pembekuan, yang terjadi pada sejumlah penerima vaksin.

Kantor berita DPA mengatakan, para menteri Jerman sepakat dalam pertemuan mereka bahwa warga di kelompok usia yang lebih muda yang menerima dosis pertama vaksin AstraZeneca sebelum pengumuman pada 30 Maret akan diberi vaksin BioNTech-Pfizer untuk dosis kedua, atau vaksin Moderna.

"Solusi yang telah ditemukan akan menawarkan tingkat perlindungan yang baik," kata Menteri Kesehatan Bavaria, Klaus Holetschek kepada DPA, seperti dilansir AFP, Rabu (14/4).

Kebijakan baru ini sejalan dengan rekomendasi yang dikeluarkan pekan lalu oleh komisi vaksin Jerman, yang juga merekomendasikan suntikan kedua diberikan 12 minggu setelah dosis awal AstraZeneca.

Jerman termasuk di antara banyak negara yang telah membatasi penggunaan vaksin COVID-19 AstraZeneca untuk orang tua, menyusul kasus pembekuan darah yang langka terdeteksi pada sejumlah warga yang lebih muda yang menerima suntikan tersebut.

Infografis COVID-19:

Infografis 5 Tips Cegah Covid-19 Saat Beraktivitas dengan Orang Lain. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 5 Tips Cegah Covid-19 Saat Beraktivitas dengan Orang Lain. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya