Liputan6.com, London - Menteri luar negeri di negara G7 sepakat menyampaikan kritik kepada China, terutama soal kerja paksa Muslim Uighur, hingga demokrasi Hong Kong. Mereka menuntut China mengikuti tanggung jawab sebagai anggota komunitas global.
Acara G7 tahun ini digelar di Inggris pada 3-5 Mei 2021. Anggotanya adalah Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, dan Jepang.
Advertisement
Baca Juga
"Kami memanggil China untuk menghormati HAM dan kebebasan-kebebasan fundamental. Kami terus sangat prihatin pada pelanggaran HAM dan penganiayaan di Xinjiang dan Tibet, terutama yang menargetkan warga Uighur," tulis Menlu negara G7 dalam pernyataan resmi, dikutip Kamis (6/5/2021).
G7 menyebut ada kamp "re-edukasi politik" di China, serta sistem kerja paksa, dan sterilisasi paksa.
Hasil kerja paksa di Uighur tengah menjadi kontroversi di industri global, terutama tekstil yang mengandalkan kapas dari Xinjiang. Negara G7 berjanji akan membantu dunia bisnis dalam hal ini.
G7 juga menuntut adanya akses independen ke Xinjiang agar situasi di lapangan bisa diinvestigasi tanpa halaman.
"Kami terus meminta adanya akses tersebut bagi Komisi Tinggi PBB untuk HAM," ujar G7.
Saksikan Video Pilihan Berikut:
Masalah Hong Kong dan Taiwan
Negara G7 juga menolak tindakan China di Hong Kong yang mengikis elemen-elemen demokrasi di sistem pemilihan Hong Kong. China diminta agar menghormati otonomi, hak, dan kebebasan Hong Kong.
"Kami memanggil otoritas China dan Hong Kong untuk mengakhiri mengincar pihak-pihak yang mempertahankan hak dan kebebasan dan nilai-nilai demokrasi," ujar G7.
Selain itu, G7 tidak ingin China ikut campur ke sistem yudisial di Hong Kong, apalagi mentransfer kasus-kasus ke China daratan.
G7 turut memberikan dukungan pada Taiwan untuk berpartisipasi di WHO. Sebagai informasi, selama ini Taiwan menganggap China menghalangi mereka untuk aktif di WHO.
G7 juga meminta agar China menjalankan perdagangan global yang adil secara transparan berdasarkan aturan internasional. China pun diharapkan bertindak secara bertanggung jawab di ruang siber, termasuk agar jangan mencuri hak kekayaan intelektual secara siber.
Advertisement