Liputan6.com, Jakarta - Singapura tidak lagi jadi negara paling bahagia di Asia, menurut Laporan Kebahagiaan Dunia 2025. Posisi Negeri Singa digantikan Taiwan, yang mengamankan posisi ke-27, berdasarkan laporan yang diterbitkan Kamis, 20 Maret 2025.
Melansir Says, Sabtu, 22 Maret 2025, Singapura turun dari peringkat ke-30 ke peringkat ke-34 dibandingkan posisi tahun lalu. Malaysia juga mengalami penurunan peringkat, turun dari peringkat ke-59 dalam laporan tahun 2024 jadi peringkat ke-64 tahun ini.
Advertisement
Baca Juga
Kendati demikian, Negeri Singa tetap jadi negara paling bahagia di Asia Tenggara tahun ini. Peringkat untuk negara-negara Asia Tenggara adalah:
Advertisement
- Singapura: peringkat ke-34
- Vietnam: peringkat ke-46.
- Thailand: peringkat ke-49.
- Filipina: peringkat ke-57.
- Malaysia: peringkat ke-64.
- Indonesia: peringkat ke-83.
- Kamboja: peringkat ke-124.
- Myanmar: peringkat ke-126
Brunei, Laos, dan Timor-Leste tidak masuk dalam laporan tersebut. Pemeringkatan ini didasarkan pada penilaian lebih dari 100 ribu responden di seluruh dunia, yang dikumpulkan selama periode tiga tahun.
Laporan tersebut mengevaluasi enam faktor: PDB per kapita, harapan hidup sehat, dukungan sosial, kebebasan, kedermawanan, dan korupsi. Secara global, Finlandia tetap jadi negara paling bahagia di dunia selama delapan tahun berturut-turut, diikuti Denmark, Islandia, Swedia, dan Belanda.
"Kebahagiaan bukan hanya tentang kekayaan atau pertumbuhan. Ini tentang kepercayaan, hubungan, dan mengetahui bahwa orang-orang ada untuk Anda," kata CEO Gallup, Jon Clifton, seperti dikutip kanal Global Liputan6.com dari AP. "Jika kita ingin komunitas dan ekonomi lebih kuat, kita harus berinvestasi pada hal yang benar-benar penting: satu sama lain."
Faktor Pengaruh Kebahagiaan
Para peneliti mengatakan bahwa di luar kesehatan dan kekayaan, beberapa faktor yang memengaruhi kebahagiaan terdengar sederhana, namun mengejutkan: berbagi makanan dengan orang lain, memiliki seseorang yang bisa diandalkan untuk dukungan sosial, dan ukuran rumah tangga. Menurut studi tersebut, di Meksiko dan Eropa, misalnya, rumah tangga dengan empat hingga lima orang diprediksi memiliki tingkat kebahagiaan tertinggi.
Temuan terbaru mengungkap bahwa percaya pada kebaikan orang lain juga jauh lebih erat kaitannya dengan kebahagiaan daripada yang diperkirakan sebelumnya. Sebagai contoh, laporan tersebut menunjukkan bahwa orang yang percaya orang lain bersedia mengembalikan dompet yang hilang merupakan prediktor kuat dari kebahagiaan keseluruhan suatu populasi.
Menurut penelitian, negara-negara Nordik berada di tempat teratas untuk pengembalian dompet yang hilang. Secara keseluruhan, para peneliti menyatakan, bukti global mengenai persepsi dan pengembalian dompet yang hilang menunjukkan bahwa orang cenderung terlalu pesimistis tentang kebaikan komunitas mereka. Faktanya, tingkat pengembalian dompet yang sebenarnya hampir dua kali lipat lebih tinggi daripada yang diperkirakan kebanyakan orang. Â
Advertisement
Penurunan Kebahagiaan
Sementara negara-negara Eropa mendominasi 20 besar negara paling bahagia di dunia, ada beberapa pengecualian. Di tengah tuduhan tindakan genosida terhadap warga Palestina, Israel berada di peringkat ke-8. Kosta Rika dan Meksiko masuk 10 besar untuk pertama kalinya, masing-masing berada di peringkat ke-6 dan ke-10.
Dalam hal penurunan kebahagiaan, Amerika Serikat (AS) jatuh ke posisi terendahnya sepanjang masa, yaitu peringkat ke-24, setelah sebelumnya mencapai puncaknya di peringkat ke-11 pada 2012. Laporan tersebut menyatakan bahwa jumlah orang yang makan sendirian di AS telah meningkat 53 persen dalam dua dekade terakhir.
Tahun ini, Inggris, yang berada di posisi ke-23, melaporkan penilaian hidup rata-rata terendah sejak laporan 2017. Sementara itu, Afghanistan kembali dinobatkan sebagai negara paling tidak bahagia di dunia, dengan perempuan Afghanistan mengatakan bahwa hidup mereka sangat sulit.
Sierra Leone di Afrika Barat adalah negara kedua paling tidak bahagia. Peringkatnya diikuti Lebanon, yang menempati peringkat ketiga dari bawah.
Pandangan Generasi Muda
Dalam perkembangan yang mengkhawatirkan, studi tersebut mengatakan bahwa 19 persen anak muda di seluruh dunia melaporkan pada 2023 bahwa mereka tidak memiliki seseorang yang bisa diandalkan untuk dukungan sosial. Ini meningkat 39 persen dibandingkan 2006.
Di laporan tahun lalu, tercatat bahwa "secara keseluruhan, secara global, generasi muda berusia 15--24 tahun mengalami peningkatan kepuasan hidup antara tahun 2006 dan 2019, dan kepuasan hidup yang stabil sejak saat itu." "Tapi, gambarannya berbeda-beda di setiap wilayah. Kesejahteraan kaum muda menurun di Amerika Utara, Eropa Barat, Timur Tengah, dan Afrika Utara, serta Asia Selatan. Di seluruh dunia, angka tersebut meningkat."
Hal positif lain yang dapat diambil terkait generasi muda di laporan tahun lalu adalah lonjakan kebajikan selama pandemi, kata Helliwell. "Jadi itu menggembirakan," kata profesor ekonomi emeritus di Vancouver School of Economics, University of British Columbia, dan editor pendiri World Happiness Report, John Helliwell.
"Terlepas dari kenyataan bahwa di beberapa negara mereka tidak begitu bahagia, mereka masih mampu dan bersedia melakukan tindakan baik untuk negara lain, dan itu memberi Anda harapan untuk masa depan," tandasnya.
Advertisement
