Liputan6.com, Athena - Ratusan pengungsi Afghanistan di Yunani turun ke jalan-jalan di Athena pada Kamis (19/8) untuk memprotes pengambilalihan Taliban atas negara mereka.Â
Para pengungsi itu pun mengungka pkan kekhawatiran terhadap keluarga mereka yang masih berada di Afghanistan.
Baca Juga
Dikutip dari AFP, Jumat (20/8//2021) para pengungsi terdengar menneriakkan "Kami tidak ingin Islamis di Afghanistan". Para demonstran mencapai sekitar 500 orang, di mana banyak dari mereka perempuan dan anak-anak.
Advertisement
Para demonstran itu terlihat memenuhi kawasan Syntagma Square di luar gedung parlemen Yunani - memprotes sambil membawa bendera Afghanistan.
Yunani saat ini menjadi rumah bagi 40.000 pengungsi dan pencari suaka Afghanistan secara jangka panjang, menjadikannya negara dengan populasi migran terbesar, menurut UN High Commissioner for Refugees.
Seorang pengungsi bernama Golbahar Shojayie (19), mengungkapkan dia merasa "cemas dan stres" tentang masa depan negaranya di bawah kekuasaan Taliban.
"Mereka tidak membiarkan perempuan keluar rumah tanpa laki-laki. Ini mengerikan," katanya kepada AFP.
Dia juga meminta pihak berwenang Yunani untuk menyediakan perlindungan dari mereka yang melarikan diri dari Taliban.
"Tolong beri tempat untuk orang-orang ini. Jangan biarkan orang-orang ini sendirian!," ujar Shojayie.
Shojayie menceritakan bahwa ia telah berbicara melalui telepon pada hari sebelumnya dengan pamannya, yang menggambarkan bagaimana dia dan keluarganya melarikan diri ke negara tetangga Pakistan.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pengungsi Ungkap Kesulitan Berkomunikasi dengan Keluarga di Afghanistan
"Saya tidak bisa tidur di malam hari," kata Razia Bayoni (35), seorang wanita Afghanistan yang tiba di Yunani tiga tahun lalu bersama ketiga anaknya dan suaminya, yang kehilangan kakinya karena ranjau darat Taliban.
"Saya mengetahui bahwa Taliban membunuh tujuh orang di desa saya, Malistan," ungkap Bayoni.Â
Bayoni mengungkapkan, bahwa ibunya masih tinggal di desa yang berada di barat daya Kabul itu.
Bayoni hingga saat ini belum mendapatkan kabar dari keluarganya, menjelaskan bahwa "karena Taliban, tidak ada telepon, tidak ada listrik".
"Selama 20 tahun, perempuan mencoba untuk lebih bebas, memilih hidup mereka. Taliban menghancurkan itu," sebut Bayoni.
Para demonstran juga akan menuju ke kantor Uni Eropa di Athena "untuk menunjukkan bahwa Taliban adalah teroris, mereka akan membunuh perempuan dan anak-anak", menurut Bayoni.
Di antara para pengunjuk rasa ada Julmurad Hussaini (27) warga Afghanistan yang tiba di Athena pada 2019 setelah pertama kali mencari perlindungan di pulau Lesbos, Yunani.
Di provinsi asalnya Samangon, kerabatnya pun sampai "bersembunyi", dan tidak memiliki sumber daya untuk sampai ke Eropa, ungkapnya kepada AFP.
pengungsi lainnya, bernama Sijadullah Zakhel, yang berada di Yunani selama empat tahun terakhir, mengatakan bahwa dia biasanya menelepon keluarganya di Afghanistan sekitar seminggu sekali, tetapi sekarang dia menelepon mereka setiap hari, khawatir akan kelangsungan hidup mereka.
"Saya berusia 21 tahun," katanya, "dan saya tidak melihat satu hari yang baik di Afghanistan. Saya ingin keluarga saya datang ke sini, di mana tidak ada tekanan yang sama".
Dalam demo itu, para demonstran juga terlihat membawa spanduk yang mengatakan: "Sekarang kami tahu bahwa kami tidak akan kembali ke rumah, terima kasih kepada NATO, Amerika Serikat, Eropa".
Menteri Migrasi Yunani, Notis Mitarachis, memperingatkan pada Rabu (18/8) bahwa Yunani bertekad untuk tidak sekali lagi menjadi "pintu gerbang" ke Eropa bagi para pengungsi yang menyeberang dari Turki seperti pada tahun 2015.
Advertisement