China Rangkul Dunia untuk Selaraskan Kehidupan di Bumi

Perkembangan zaman perlu diseimbangkan dengan membangun keselarasan dengan alam. Hal itulah yang diutarakan Presiden China Xi Jinping untuk membangun keselarasan di antara semua makhluk.

oleh Reza pada 17 Okt 2021, 00:00 WIB
Diperbarui 16 Okt 2021, 13:22 WIB
Rusa Milu
Rusa Milu berkeliaran di sebuah cagar alam nasional di Shishou, Provinsi Hubei, China tengah, pada 17 Mei 2021. (Xinhua/Rao Rao)

Liputan6.com, Jakarta Perkembangan zaman perlu diseimbangkan dengan membangun keselarasan dengan alam. Hal itulah yang diutarakan Presiden China Xi Jinping untuk membangun keselarasan di antara semua makhluk.

Hal itu diutarakan dalam acara tentang perlindungan keanekaragaman hayati global. Acara tersebut dihadiri oleh perwakilan dari pemerintah, perusahaan, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) di seluruh dunia.

Pertemuan ke-15 Konferensi Para Pihak Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Keanekaragaman Hayati, yang dikenal sebagai COP15, resmi dibuka pada 11 Oktober di Kunming, sebuah kota di China barat daya.

Sebagai konferensi global pertama yang diselenggarakan oleh PBB mengenai peradaban ekologis, perhelatan ini akan menawarkan platform bagi negara-negara untuk menemukan landasan bersama dalam "Membangun Masa Depan Bersama untuk Semua Kehidupan di Bumi”.

Melalui acara itu, China melangkah maju menuju pembangunan ekonomi hijau sembari mempromosikan tata kelola keanekaragaman hayati yang adil dengan melibatkan semua pihak. Selain itu, dipandu oleh kerangka filosofis Pemikiran Presiden Xi Jinping tentang Peradaban Ekologis.

Perdamaian dengan Alam

"Kita akan melindungi ekosistem dengan sangat berhati-hati sebagaimana kita melindungi mata kita, dan menghargainya sebagaimana kita sangat menghargai jiwa kita," kata Xi.

Xi menekankan bahwa model pembangunan "membunuh ayam untuk mendapatkan telur" dan "menguras danau untuk mendapatkan ikan" kini sudah tak lagi bisa diterapkan, dan masa depan akan diterangi oleh pembangunan ramah lingkungan yang sesuai dengan aturan alam.

Untuk itu, sejarah menyediakan banyak pelajaran. Pada tahun 1990-an, Yucun, sebuah desa pegunungan di Provinsi Zhejiang, China timur, mulai mengeksploitasi sumber daya tambang untuk menjadi kaya dengan cepat. Namun, bisnis tersebut mengakibatkan pencemaran serius bertahun-tahun kemudian.

Pada 2005, Yucun menutup tiga tambang batu kapur, dan secara bertahap beralih ke ekowisata serta industri ramah lingkungan lainnya.

Xi Jinping mengatakan kepada penduduk desa bahwa keputusan mereka "bijaksana," menyebut bahwa "air jernih dan gunung hijau (sama berharganya dengan) gunung emas dan perak." Hal itu dikatakan ketika dia menjabat sebagai Sekretaris Komite Provinsi Zhejiang Partai Komunis China (Communist Party of China/CPC), saat mengunjungi Yucun.

Konsep ini, yang kemudian diintegrasikan ke dalam Pemikiran Xi tentang Peradaban Ekologis, telah mendorong banyak kota dan desa di China untuk mengupayakan pertumbuhan berkualitas tinggi dan berkelanjutan melalui perlindungan lingkungan, pengembangan industri ramah lingkungan, dan pelestarian keanekaragaman hayati.

Presiden China Xi Jinping
Presiden China Xi Jinping (tengah, depan) dan Ibu Negara Peng Liyuan mengunjungi suaka margasatwa di Harare, Zimbabwe, pada 2 Desember 2015.(Xinhua/Lan Hongguang).

Tak hanya itu, saat ke Zimbabwe pada 2015, Xi mengunjungi sebuah suaka margasatwa setempat dan berkesempatan memberi makan seekor gajah yatim piatu. Xi menegaskan kembali komitmen China terhadap perlindungan satwa liar dan berikrar untuk membantu Zimbabwe melakukannya dengan menyumbangkan peralatan dan berbagi pengalaman.

Mengenang kembali penjelasan Xi tentang inisiatif China untuk membiakkan panda raksasa dan memperluas kawasan yang dilindungi, Roxy Danckwerts, pendiri suaka margasatwa itu, mengatakan, "Saya pikir sangat signifikan bahwa dia membuat langkah besar di negaranya sendiri.” 

Pada Juli tahun ini, otoritas berwenang China mengumumkan bahwa panda raksasa, dengan populasi di alam liar melampaui 1.800 ekor, telah diklasifikasikan ulang dari "terancam punah" (endangered) menjadi "rentan" (vulnerable). Hal ini nyata-nyata menunjukkan perbaikan kondisi habitat satwa tersebut di tanah air mereka.

"Teladan China dengan peradaban ekologis, melihat gambaran besarnya, dan menggunakan gambaran besar itu secara lokal di daerah-daerah tertentu dengan keterlibatan masyarakat, adalah hal yang perlu dilakukan dunia," kata Presiden WILD Foundation Vance Martin.

Pemikiran Xi tentang Peradaban Ekologis sejalan dengan semakin banyak orang di seluruh dunia.

"Peradaban ekologis adalah konsep yang menarik. Dan mengapa menarik? Karena (konsep) ini melihat hubungan antara masyarakat dan alam," kata Elizabeth Maruma Mrema, Sekretaris Eksekutif Konvensi Keanekaragaman Hayati.

Filosofi ini menunjukkan "arus utama keanekaragaman hayati lintas sektor, lintas departemen, yang juga signifikan bagi semua negara untuk mencapai target keanekaragaman hayati global," katanya.

Ajak komitmen Global

Pada pertengahan September tahun ini, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) memperingatkan mengenai kecepatan hilangnya keanekaragaman hayati global yang belum pernah terjadi sebelumnya, mendesak tindakan bersama untuk berdamai dengan alam.

Guna menjamin konsensus global dan mewujudkan komitmen menjadi tindakan, China menggelar konferensi Kunming meskipun pandemi COVID-19 masih melanda, menunjukkan komitmen teguhnya terhadap pendekatan multilateral untuk melestarikan keanekaragaman hayati dunia.

"Kita semua perlu mengambil tindakan yang lebih solid, memperkuat kemitraan dan kerja sama, saling belajar dari satu sama lain, dan membuat kemajuan bersama dalam perjalanan baru menuju netralitas karbon global," kata Xi dalam KTT Para Pemimpin tentang Iklim pada Hari Bumi tahun ini. Dan China menunjukkan tindakan nyata atas pernyataannya.

Selama empat dekade membangun Program Hutan Penahan Angin Tiga Utara (Three-North Shelterbelt Forest Program) yang mencakup sekitar 42,4 persen dari luas daratan China, lebih dari 7,88 juta hektare pohon penahan angin ditanam dan lebih dari 10 juta hektare padang rumput yang mengalami penggurunan telah dipulihkan kembali.

"Pemerintah China terus menerapkan pendekatan jangka panjang untuk menghentikan dan memulihkan hilangnya keanekaragaman hayati dengan berbagai tim bidang keilmuan yang dapat menawarkan solusi berbasis bukti," tutur Mrema.

Menurut data yang dirilis oleh NASA, China sendiri menyumbang setidaknya seperempat dari 5 persen pertumbuhan cakupan hijau global dari tahun 2000 hingga 2017.

Sementara itu, China siap membagikan kekayaan keahliannya dengan dunia. China telah mengirim tim ahli ekologi untuk membantu Tembok Hijau Besar (Great Green Wall), kampanye penghijauan di Afrika. 

Program tersebut menerapkan keberhasilan China di Gurun Taklamakan pada Gurun Sahara, dengan nota kesepahaman (MoU) yang ditandatangani pada 2017 antara Institut Ekologi dan Geografi Xinjiang dan Pan-African Agency for Great Green Wall dengan tujuan memperbaiki lingkungan ekologi di Benua Afrika.

Guna meningkatkan kelestarian lingkungan dari Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra, China meluncurkan koalisi pembangunan hijau internasional pada 2019, yang ditugaskan untuk mengintegrasikan pembangunan berkelanjutan dengan prioritas inisiatif tersebut. Lebih dari 130 mitra terlibat dalam koalisi itu.

Menurut Profesor Yurisdiksi Keuangan dan Ekonomi di Universitas Kairo, Waleed Gaballah filosofi Xi dan upaya lingkungan China telah menginspirasi dunia, terutama negara-negara di sepanjang Sabuk dan Jalur Sutra. China telah membantu mereka bergerak menuju target pembangunan berkelanjutannya masing-masing.

"Gagasan China tentang persatuan, antara alam dan manusia, kami harap akan menjadi contoh yang baik bagi negara-negara lain untuk diikuti atau ditiru," ujar Mrema.

Saat dunia mengalami perubahan luar biasa yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam satu abad terakhir, China mengambil langkah tegas dan efektif menuju ekonomi yang sepenuhnya ramah lingkungan. China telah memasukkan pelestarian keanekaragaman hayati ke dalam rencana pembangunan ekonomi dan sosial secara keseluruhan.

Konferensi Kunming berfokus pada "kerangka keanekaragaman hayati global pasca-2020" dan membuat cetak biru untuk implementasi global selama 10 tahun ke depan.

Populus euphratica
Foto dari udara yang diabadikan pada 1 Oktober 2021 ini menunjukkan hutan poplar gurun (Populus euphratica) di Wilayah Yiwu di Hami, Daerah Otonom Uighur Xinjiang, China barat laut. (Xinhua/Sadat)

Ketika berpidato dalam Sidang Majelis Umum PBB ke-75 pada September 2020, Xi mengatakan bahwa China bertekad untuk mencapai puncak emisi karbon dioksida (CO2) sebelum 2030 dan mencapai netralitas karbon sebelum 2060.

Pada Sidang Majelis Umum PBB ke-76 bulan lalu, Xi mengumumkan bahwa China akan meningkatkan dukungan bagi negara-negara berkembang lainnya untuk mengembangkan energi hijau dan rendah karbon, dan tidak akan membangun proyek pembangkit listrik tenaga batu bara baru di luar negeri.

Upaya China telah diakui oleh masyarakat internasional dan mendorong kepercayaan di negara-negara lain.

"Ini adalah langkah yang berani dan konsekuensial bagi China, dan bagi seluruh dunia. Ini juga menunjukkan dengan jelas komitmen nyata negara itu terhadap upaya global untuk mengatasi salah satu masalah paling mendesak pada masa kini," kata Jin Liqun, Presiden Bank Investasi Infrastruktur Asia (Asian Infrastructure Investment Bank/AIIB).

Nigel Topping, juara (champion) aksi iklim tingkat tinggi Inggris untuk pembicaraan iklim PBB, menyebut peradaban ekologis sebagai "yang paling menarik" dari ide-ide yang dicetuskan oleh China.

"Sejak saya mendengar istilah 'peradaban ekologis', saya berpikir, 'ya', itu yang kita semua coba untuk bangun, itu yang harus kita bangun," katanya.  

(Xinhua)

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya