Liputan6.com, Colombo - Sri Lanka sedang mengalami krisis ekonomi karena terlilit utang luar negeri dengan nilai fantastis: US$ 51 miliar (Rp 732 triliun). Sri Lanka tak mampu lagi membayar sehingga mengumumkan default. Salah satu yang disorot adalah karena Sri Lanka kerap meminjam utang ke China untuk proyek infrastruktur.
Menurut laporan The Times of India, Kamis (14/4/2022), pemegang utang terbesar Sri Lanka adalah China, yakni sebesar 10 persen. Sri Lanka pun disebut telah masuk ke jebakan utang.Â
Advertisement
Baca Juga
"Kami telah kehilangan kemampuan untuk membayar utang luar negeri," ujar Gubernur Bank Senral Sri Lanka, Nandalal Weerasinghe.
Tahun ini, Sri Lanka harus membayar US$ 4 miliar utang luar negeri, termasuk surat utang internasional yang harus dibayar pada Juli 2022.Â
Kementerian Keuangan turut mensuspens pembayaran utang sekitar US$ 7 miliar ke berbagai pemegang obligasi, institusi, dan negara-negara. Hampir setengah dari utang Sri Lanka berasal dari obligasi/surat utang inernasional.
Kehadiran COVID-19 memperburuk situasi krisis keuangan Sri Lanka karena mengurangi pendapatan dari pariwisata dan remitansi.
Sri Lanka hanya punya cadangan dana US$ 1,9 triliun per akhir Maret, padahal butuh US$ 7 triliun untuk utang tahun ini.Â
Utang Infrastruktur
Pemberi utang terbesar Sri Lanka tak lain adalah Republik Rakyat China. Selanjutnya, ada Jepang dan India.Â
Sejak 2005, China pinjam banyak utang ke China untuk proyek infrastruktur. The Times of India menyebut proyek-proyek itu menjadi "gajah putih".
Istilah gajah putih berarti sesuatu yang tampak berharga tetapi tidak berguna dan merugikan.Â
Pada 2017, Sri Lanka juga harus menyewakan pelabuhan Hambantota yang strategis karena tak bisa balik modal setelah meminjam utang China untuk membangun pelabuhan tersebut.
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Utang Ceroboh
Total utang Sri Lanka ke China adalah US$ 8 miliar dari total utang US$ 45 miliar. Tahun ini saja, Sri Lanka utang lagi sekitar US$ 1,5 miliar hingga US$ 2 miliar China.
Laporan dari Hong Kong Post menyebut Sri Lanka masuk ke posisi ini karena ceroboh dalam berutang ke China saat membangun infrastruktur. China juga dilaporkan menolak permintaan Sri Lanka untuk menjadwalkan ulang atau penawaran konsesi sebagai pembayaran.
Namun, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian berkata negaranya tetap siap membantu ekonomi Sri Lanka.
"China selalu melakukan yang terbaik dalam menyediakan bantuan untuk pertumbuhan ekonomi dan sosial Sri Lanka. Kami akan terus melakukan itu di masa depan," terangnya.
Sementara, India memutuskan untuk membantu Sri Lanka dengan memberikan line of credit sebesar US$ 1 miliar ke Sri Lanka. India juga sebelumnya memberikan line of credit US$ 500 miliar.
India juga mengumumkan mengirim 11 ribu ton metrik beras dan 270 ribu ton metrik bahan bakar ke Sri Lanka.
Advertisement
Sri Lanka Minta Bantuan Masyarakat
Negara kepulauan itu berada dalam cengkeraman krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan pada 1948, dengan kekurangan barang-barang penting yang parah dan pemadaman listrik secara teratur menyebabkan kesulitan yang meluas, dikutip dari Hindustan Times, Kamis (14/4/2022).
Pihak berwenang kini tengah mengatasi kemarahan publik yang intens dan demonstrasi menuntut pengunduran diri pemerintah menjelang negosiasi untuk dana talangan dari IMF.
Gubernur bank sentral Nandalal Weerasinghe mengatakan, dia membutuhkan warga Sri Lanka di luar negeri untuk "mendukung negara pada saat yang genting ini dengan menyumbangkan devisa yang sangat dibutuhkan."
Seruannya datang sehari setelah pemerintah mengumumkan menangguhkan pembayaran semua utang luar negeri, yang akan membebaskan uang untuk mengisi kembali persediaan bensin, obat-obatan dan kebutuhan lainnya yang sedikit.
Weerasinghe mengatakan dia telah menyiapkan rekening bank untuk sumbangan di Amerika Serikat, Inggris dan Jerman dan berjanji kepada ekspatriat Sri Lanka uang itu akan dibelanjakan di tempat yang paling dibutuhkan.
"Bank memastikan bahwa transfer mata uang asing tersebut akan digunakan hanya untuk impor kebutuhan pokok, termasuk makanan, bahan bakar dan obat-obatan," kata Weerasinghe dalam sebuah pernyataan.
Respons Warga Sri Lanka di Luar Negeri
Pengumuman gagal bayar utang luar negeri itu akan menghemat Sri Lanka sekitar $200 juta dalam pembayaran bunganya. Weerasinghe menambahkan, uang itu akan dialihkan untuk membayar impor penting.
Seruan Weerasinghe sejauh ini disambut dengan skeptisisme dari orang-orang Sri Lanka di luar negeri. "Kami tidak keberatan membantu, tetapi kami tidak dapat mempercayai pemerintah dengan uang tunai kami," kata seorang dokter Sri Lanka di Australia kepada AFP, yang meminta namanya tidak disebutkan.
Seorang insinyur perangkat lunak Sri Lanka di Kanada mengatakan dia tidak yakin bahwa uang itu akan dihabiskan untuk yang membutuhkan.
"Ini bisa berjalan dengan cara yang sama seperti dana tsunami," katanya kepada AFP, mengacu pada jutaan dolar yang diterima pulau itu sebagai bantuan setelah bencana Desember 2004, yang merenggut sedikitnya 31.000 jiwa di pulau itu.
Sebagian besar sumbangan uang asing yang dimaksudkan untuk para penyintas dikabarkan telah berakhir di kantong para politikus, termasuk Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa saat ini, yang terpaksa mengembalikan dana bantuan tsunami yang dikreditkan ke rekening pribadinya.
Advertisement