Pemerintah Rusia Kembali Buka Wacana Akui Taliban

Menlu Rusia Sergeĭ Lavrov kembali membuka wacana mengakui pemerintah Taliban di Afghanistan.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 29 Apr 2022, 09:34 WIB
Diterbitkan 29 Apr 2022, 09:32 WIB
Kaleidoskop Foto Global 2021: Rangkuman Berita dan Peristiwa Sepanjang Tahun 2021
Kelompok Taliban mengambil alih kekuasaan pemerintah di Afghanistan setelah mereka menguasai ibu kota Kabul, Senin (16/8/2021). Mereka juga telah menguasai istana kepresidenan, setelah presiden negara itu Ashraf Ghani melarikan diri ke Tajikistan. (AP Photo/Zabi Karimi)

Liputan6.com, Kabul - Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov kembali membuka wacana pengakuan rezim Taliban di Afghanistan. Lavrov meminta adanya pemerintahan yang inklusif.

Dilaporkan TOLO News, Jumat (29/4/2022), hingga kini belum ada negara yang secara resmi mengakui rezim Taliban. Pihak Rusia meminta adanya pemerintahan inklusif, tak hanya secara etno-konfesional (keagamaan), tetapi secara politik.

"Kami ingin bekerja menuju pengakuan diplomatik yang sepenuhnya pada otoritas-otoritas baru di Afghanistan dalam pengertian mereka akan memenuhi janji mereka dan membentuk sebuah pemerintahan yang inklusif, tidak hanya dari sudut pandang etno-konfesional, sebab mereka sekarang punya kelompok Uzbek, Tajik, dan Hazara, mereka semua anggota-anggota Taliban. Tetapi inklusivitas politik yang mesti menentukan langkah-langkah lebih jauh, terutama karena Taliban sudah memproklamirkan tujuan ini," ujar Sergei Lavrov.

Menlu Rusia itu turut menyatakan bahwa negaranya selalu berkomunikasi dengan Taliban melalui kanal-kanal diplomatik, termasuk kedutaan besar. Isu yang dibahas termasuk masalah ekonomi.

Sementara, deputi jubir Emirat Islam, Bilal Karimi, menyatakan bahwa negaranya sudah mengambil langkah-langkah terkait inklusivitas tersebut.

"Emirat Islam ... telah mengambil langkah-langkah untuk hal ini untuk pemerintahan yang akuntabel yang akan mendapatkan dukungan rakyat dan legitimasi penuh," ujarnya.

Politisi di Afghanistan juga meminta agar ada pemerintahan yang inklusif di Afghanistan jika ingin diakui oleh dunia internasional.

"Kecuali pemerintahan Emirat Islam itu inklusif, tidak ada negara yang dekat atau jauh yang siap mengakuinya," ujar Ishaq Gailani, kepala Gerakan Solidaritas Nasional Afghanistan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Pemimpin Tertinggi Taliban Larang Opium Ditanam dan Diperdagangkan di Afghanistan

FOTO: Taliban Duduki Istana Kepresidenan Afghanistan
Taliban di puncak kekuasaan Afghanistan. (AP Photo/Zabi Karimi)

Sebelumnya dilaporkan, pemimpin tertinggi Taliban Haibatullah Akhundzada melarang penanaman poppyopium dan perdagangan opium di Afghanistan. Perintah itu tertuang dalam keputusan pemerintahan sementara pimpinan Taliban.

"Penegakan keputusan ini adalah wajib. Pelanggar akan dituntut dan dihukum oleh pengadilan," kata pemerintahan sementara pimpinan Taliban dalam sebuah pernyataan.

"Sesuai dengan keputusan pemimpin tertinggi Emirat Islam Afghanistan, semua warga Afghanistan diinformasikan bahwa mulai sekarang, penanaman poppyopium telah dilarang keras di seluruh negara ini." 

Pernyataan itu menambahkan bahwa jika ada yang melanggar keputusan tersebut, tanaman yang dimaksud akan segera dimusnahkan dan pelanggar akan dihukum.

"Selain itu, penggunaan, pengangkutan, perdagangan, ekspor dan impor semua jenis narkotika, seperti alkohol, heroin, tablet K (obat dengan efek stimulan yang sering dijual di Afghanistan), hashishdan lain-lain, termasuk pabrik pembuatan obat di Afghanistan, kini dilarang keras," ungkap pernyataan itu.

"Penegakan keputusan ini adalah wajib. Pelanggar akan dituntut dan dihukum oleh pengadilan," menurut pernyataan itu.

Diketahui, sebagian besar poppyopium di dunia ditanam di negara Asia yang dilanda militansi itu. Pada 2020, sekitar 6.300 ton opium diproduksi di negara itu, menurut data resmi. 

Menlu Retno Marsudi Minta Taliban Penuhi Janji Jika Ingin Dipercaya Dunia

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam Press Briefing Virtual Menlu RI tentang Perkembangan Evakuasi WNI dari Ukraina. (Screen Grab)
Menlu RI Retno Marsudi.

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan pentingnya Taliban untuk memenuhi janji-janji yang telah disampaikan jika ingin mendapatkan kepercayaan dari dunia.

"Penting bagi Taliban untuk memenuhi janji-janjinya," ujar Retno Marsudi dalam konferensi pers virtual, Kamis (31/3).

"Karena pemenuhan janji tersebut atau pemenuhan komitmen tersebut akan menciptakan enabling environment bagi dukungan internasional terhadap pembangunan ekonomi Afghanistan," tambahnya.

Menurutnya, penting membangun kepercayaan antara Taliban dengan dunia internasional.

"Saya sampaikan trust atau kepercayaan ini tidak jatuh dari langit. Namun harus dibangun dan dipelihara," ujar Retno Marsudi.

"Trust akan tercipta apabila Taliban melakukan langkah maju dan memenuhi semua komitmen yang telah disampaikan pada Agustus tahun lalu."

Ketika  menghadiri Doha Forum, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi melakukan pertemuan dengan sejumlah pejabat negara, salah satunya adalah Taliban.

Dalam pertemuan itu, Retno Marsudi menyikapi keputusan Taliban yang tidak mengizinkan perempuan bersekolah di secondary school.

Dalam pertemuan tersebut, saya juga sampaikan concern Indonesia atas kebijakan penutupan akses terhadap sekolah tingkat atas bagi perempuan di Afghanistan," ujar Retno Marsudi dalam pernyataan pers, Senin (28/3).

"Saya menegaskan bahwa pendidikan perempuan sangat penting bagi masa depan Afghanistan."

Perang Rusia Ukraina Ternyata Perburuk Krisis di Yaman dan Afghanistan

Monumen Persahabatan Rusia-Ukraina Dihancurkan
Pekerja membongkar monumen era Soviet untuk persahabatan antara Rusia dan Ukraina terlihat selama pembongkarannya, di tengah invasi Moskow di Kiev tengah, Ukraina, Selasa (26/4/2022). Salah satu perancang patung itu mengatakan kondisi perang antara Rusia-Ukraina jadi alasan kenapa patung itu akhirnya dibongkar. (Genya SAVILOV / AFP)

Afghanistan juga ikut terdampak invasi Rusia di Ukraina. Melonjaknya biaya makanan dan bahan bakar, bersama dengan pemotongan anggaran di beberapa negara donor tradisional, telah memaksa World Food Program (WFP) untuk mengurangi separuh jumlah makanan yang diberikannya kepada jutaan orang di Yaman, Chad dan Niger.

“Jangan membuat kami mengambil makanan dari anak-anak yang lapar untuk diberikan kepada anak-anak yang kelaparan,” pinta Program Pangan Dunia PBB (WFP). 

Pada Desember 2021, PBB membuat rekor seruan sebesar $41 miliar (£31 miliar) untuk membantu 273 juta orang tahun ini. Seperti yang ditekankan oleh para pekerja bantuan, mereka bukanlah orang-orang yang akan dibuat sedikit lebih nyaman dengan bantuan dari PBB. Demikian seperti dikutip dari laman Channel News Asia, Selasa (12/4)

Mereka adalah orang-orang, terutama anak-anak, yang mungkin akan mati tanpanya.

Tapi seruan itu dibuat sebelum Rusia menginvasi Ukraina. Kedua negara itu dulunya menjual gandum ke WFP.Saat itu, Ukraina adalah pemasok, bukan negara yang membutuhkan bantuan kemanusiaan, seperti yang ditunjukkan direktur WFP di Jenewa, Annalisa Conte.

Baca selengkapnya...

Infografis Reaksi Global terhadap Serbuan Rusia ke Ukraina. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis invasi Rusia.
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya