Liputan6.com, Jakarta Peraih Nobel Perdamaian Jose Ramos-Horta memenangkan Pemilihan Presiden (Pilpres) Timor Leste dalam Pemilu yang digelar pada 19 April 2022. Ia kini telah resmi menjabat sebagai Presiden Timor Leste untuk kedua kalinya.
Jose Ramos-Horta dilantik dan diambil sumpahnya pada Jumat (20/5/2022) pagi waktu setempat sebagai presiden Timor-Leste untuk periode 2022 hingga 2027, kali kedua baginya memimpin negara termuda di Asia Tenggara tersebut, seperti dilansir Xinhua.
Pelantikan Ramos-Horta (72) yang juga dikenal sebagai salah satu bapak pendiri Timor-Leste ini bertepatan dengan perayaan Hari Kemerdekaan Timor-Leste yang jatuh pada 20 Mei. Jose Ramos-Horta pernah menjabat sebagai presiden Timor-Leste pada periode 2007 hingga 2012. Dia juga menjabat sebagai perdana menteri negara itu dari 2006 hingga 2007.
Advertisement
Pencalonannya kembali sebagai presiden didukung oleh Partai Kongres Nasional untuk Rekonstruksi Timor (National Congress for Timorese Reconstruction/CNRT) dan mendapat dukungan dari Xanana Gusmao, presiden pertama negara itu dan pemimpin Partai CNRT saat ini.
Dalam pidatonya saat pengambilan sumpah, dia mengatakan akan menempatkan hubungan bilateral dengan negara tetangga Indonesia dan Australia sebagai salah satu prioritas utama. Dia juga menyampaikan niatnya untuk memperkuat dan memperluas hubungan serta kerja sama perdagangan dengan China di berbagai sektor, termasuk teknologi baru, energi terbarukan, dan digitalisasi.
Ramos-Horta juga menyampaikan harapannya agar Timor Leste dapat menjadi negara anggota ASEAN yang ke-11 saat Indonesia menjadi ketua ASEAN pada 2023 mendatang.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Mengantongi 62 Persen Suara
Jose Ramos-Horta mengantongi 62 persen dari pemungutan suara pemilihan presiden Timor Leste yang berlangsung pada Selasa 19 April 2022. Perolehan ini jauh melampaui hasil yang didapat lawannya, Presiden petahana Francisco "Lu Olo" Guterres dengan 37 persen.
Negarawan berusia 72 tahun itu adalah salah satu tokoh politik paling terkenal di Timor Leste yang sebelumnya pernah menjabat sebagai presiden periode 2007-2012. Mengatasi kekhawatiran atas ketidakstabilan politik di negara itu, Ramos-Horta mengatakan dia akan bekerja untuk mengatasi perpecahan di Timor Leste.
"Saya akan melakukan apa yang selalu saya lakukan sepanjang hidup saya ... yakni selalu mengedepankan dialog, dengan sabar, tanpa henti, untuk menemukan titik temu solusi atas tantangan yang dihadapi negara ini," katanya.
Ramos-Horta mengatakan dia belum berbicara dengan saingannya, Guterres, tetapi telah menerima undangan dari kantor presiden untuk membahas peralihan kekuasaan.
Selasa 19 April 2022 Pilpres Timor Leste putaran kedua berlangsung. Saat itu, rakyat harus memilih salah satu dari dua tokoh mantan pejuang kemerdekaan yang telah berseteru selama bertahun-tahun sehingga mengakibatkan kelumpuhan politik.
Laman VOA Indonesia, yang dikutip Rabu 19 April 2022 menyebut bahwa peraih Nobel Perdamaian Jose Ramos-Horta memimpin dalam putaran pertama pemilihan. Kendati demikian ia gagal meraih lebih dari 50% suara yang dibutuhkan untuk menghindari putaran kedua Pilpres Timor Leste.
Pada pemilihan putaran pertama 19 Maret lalu, Ramos-Horta mendapatkan 46,6%, sementara Presiden petahana Francisco "Lu Olo" Guterres meraih 22,1% dan 14 kandidat lainnya berbagi suara yang tersisa.
Advertisement
Berharap Timor Leste Masuk Keanggotaan ASEAN
Timor Leste, rumah bagi 1,3 juta orang selama bertahun-tahun telah bergulat dengan ketidakstabilan politik dan tantangan diversifikasi ekonominya, yang sebagian besar bergantung pada minyak dan gas.
Ramos-Horta mengatakan dia mengharapkan Timor Leste menjadi anggota ke-11 dari blok regional Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) "dalam tahun ini atau paling lambat tahun depan." Saat ini, Timor Leste memegang status pengamat di ASEAN.
Momen pelantikan presiden terpilih pada 20 Mei mendatang bertepatan dengan ulang tahun ke-20 pemulihan kemerdekaan negara itu.
Ramos-Horta mengatakan akan bekerja dengan pemerintah untuk menanggapi tekanan ekonomi global, termasuk dampak perang di Ukraina dan lockdown di Cina akibat COVID-19.
"Tentu saja, kami mulai merasakannya di sini di Timor Leste. Harga minyak naik, beras naik, itulah kenyataan yang terjadi di dunia. Ini membutuhkan kepemimpinan yang bijaksana."
Jose Ramos-Horta Vs Francisco Guterres
Jose Ramos-Horta, presiden Timor Leste dari 2007 hingga 2012, dan Francisco Guterres, telah saling menyalahkan mengenai kelumpuhan politik selama bertahun-tahun. Pada tahun 2018, Guterres menolak untuk mengambil sumpah sembilan calon Kabinet dari Kongres Nasional Rekonstruksi Timor Timur, yang dikenal sebagai CNRT, sebuah partai yang dipimpin mantan perdana menteri dan pemimpin kemerdekaan Xanana Gusmao, yang mendukung pencalonan Ramos-Horta sebagai presiden.
Guterres berasal dari Front Revolusioner untuk Timor Leste Merdeka, yang dikenal dengan akronim lokal Fretilin, yang telah memimpin perlawanan terhadap pemerintahan Indonesia. Fretilin mengatakan Ramos-Horta tidak layak menjadi presiden, dan menuduhnya menyebabkan krisis sewaktu menjabat perdana menteri pada 2006.
Pada waktu itu puluhan orang terbunuh setelah persaingan politik berubah menjadi konflik terbuka di jalan-jalan di Dili. Kebuntuan politik terakhir menyebabkan pengunduran diri Perdana Menteri Taur Matan Ruak pada Februari 2020.
Namun ia setuju untuk tetap menjabat sampai pemerintahan baru terbentuk dan untuk mengawasi respons terhadap pandemi Virus Corona. Pemerintahannya telah beroperasi tanpa anggaran tahunan dan mengandalkan suntikan keuangan bulanan dari simpanan dana negaranya, yang disebut Dana Perminyakan.
Advertisement