Liputan6.com, Moskow - Rusia akan mengirim sistem rudal jarak pendek berkemampuan nuklir ke sekutunya Belarus dalam beberapa bulan mendatang, kata Presiden Vladimir Putin.
Dia mengatakan sistem Iskander-M "dapat menembakkan rudal balistik dan jelajah, baik jenis konvensional maupun nuklir".
Baca Juga
Sistem ini memiliki jangkauan hingga 500 km (310 mil), demikian seperti dikutip dari BBC, Minggu (26/6/2022).
Advertisement
Ketegangan antara Rusia dan Barat telah meningkat, menyusul keputusan Presiden Putin untuk menyerang Ukraina pada 24 Februari.
Putin telah membuat beberapa referensi tentang senjata nuklir sejak saat itu, yang oleh beberapa orang ditafsirkan sebagai peringatan kepada negara-negara Barat untuk tidak campur tangan.
Berbicara di St Petersburg, Putin juga mengatakan Rusia akan membantu memodifikasi pesawat tempur SU-25 Belarusia sehingga mereka dapat membawa senjata nuklir, sebagai tanggapan atas permintaan dari Lukashenko.
Dalam perkembangan terpisah pada Hari Sabtu, Ukraina mengatakan pasukan Rusia "telah sepenuhnya menduduki" kota utama timur Severodonetsk, setelah berminggu-minggu pertempuran sengit.
Mengambil kota berarti Rusia sekarang menguasai hampir semua wilayah Luhansk dan sebagian besar Donetsk yang bertetangga - dua wilayah yang membentuk Donbas industri yang luas.
Dalam pidato videonya pada Sabtu malam, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berjanji untuk mengambil kembali "semua kota kami" yang diduduki oleh Rusia.
Tetapi dia mengatakan perang dengan Rusia telah memasuki tahap yang sulit secara emosional dan dia tidak tahu berapa banyak lagi pukulan dan kerugian yang akan terjadi.
Semalam, Rusia meluncurkan rentetan rudal ke sasaran di utara dan barat Ukraina. Setidaknya tiga orang tewas dan lebih banyak lagi yang mungkin terkubur di bawah puing-puing di kota Sarny di sebelah barat Kyiv, kata seorang pejabat setempat.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Roket dari Belarus Hantam Ukraina
Beberapa roket ditembakkan dari Belarus, kata Ukraina. Belarus telah memberikan dukungan logistik kepada Rusia tetapi tentaranya tidak secara resmi mengambil bagian dalam konflik.
Dinas intelijen Ukraina mengatakan serangan rudal itu adalah bagian dari upaya Kremlin untuk menarik Belarus ke dalam perang.
Penangkapan Rusia atas Severodonetsk terjadi menjelang seminggu diplomasi Barat, dengan Presiden AS Joe Biden terbang ke Jerman untuk KTT G7 diikuti oleh pembicaraan Nato.
Dalam beberapa bulan terakhir, aliansi Barat telah menunjukkan tanda-tanda ketegangan dan kelelahan tetapi pada hari Sabtu Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan Ukraina dapat memenangkan pertempurannya dengan Rusia.
"Sekarang bukan waktunya untuk menyerah pada Ukraina," katanya.
Pada pertemuan hari Sabtu yang disiarkan televisi dengan rekannya dari Belarusia Alexander Lukashenko di St Petersburg, Putin mengatakan: "Kami telah membuat keputusan: dalam beberapa bulan ke depan kami akan menyerahkan kepada Belarus sistem rudal taktis Iskander-M."
Dia mengatakan semua rincian transfer akan dikerjakan oleh kementerian pertahanan kedua negara.
Rudal Iskander telah dikerahkan di Kaliningrad, sebuah eksklave Baltik Kecil Rusia antara anggota Nato Lithuania dan Polandia.
Advertisement
Kecam Nato
Kedua presiden juga membahas keputusan Lithuania untuk mencegah beberapa barang diangkut ke dan dari Kaliningrad - sebuah langkah yang telah membuat marah Moskow.
Pemimpin Belarusia itu mengatakan langkah Lithuania adalah "semacam deklarasi perang" dan "tidak dapat diterima".
Baja dan beberapa barang Rusia lainnya berada di bawah sanksi UE yang dijatuhkan atas invasi Rusia ke Ukraina. Lithuania mengatakan langkah-langkahnya hanya mempengaruhi 1% dari transit barang-barang Rusia normal di rute tersebut, menolak pembicaraan Rusia tentang "blokade" Kaliningrad.
Rusia Kecam Uni Eropa Gandeng Ukraina dan Moldova sebagai Anggota
Rusia pada Jumat (24/6) mengatakan keputusan para pemimpin Uni Eropa (EU) untuk memberikan status calon anggota EU kepada Ukraina dan Moldova akan menimbulkan konsekuensi negatif.
Rusia juga mengatakan pemberian status tersebut bisa berarti "memperbudak" negara-negara tetangga EU.
Juru bicara kementerian luar negeri Rusia Mariz Zakharova menyebut langkah EU tersebut sebagai upaya untuk merangsek ke lingkup pengaruh Rusia di Persemakmuran Negara-negara Independen (CIS), yang terdiri dari negara-negara bekas Soviet.
"Dengan memutuskan untuk memberikan status kandidat kepada Ukraina dan Moldova, Uni Eropa menegaskan terus secara aktif mengeksploitasi CIS pada tingkat geopolitik, menggunakannya untuk 'menahan; Rusia," katanya melalui pernyataan sebagaimana dikutip dari Reuters, dikutip dari Antara, Sabtu (25/6/2022).
"Mereka tidak memikirkan konsekuensi negatif yang timbul dari langkah seperti itu," ujarnya.
Dengan memperluas keanggotaan ke Ukraina dan Moldova --dua republik bekas Soviet, Zakharova mengatakan EU sedang mengorbankan ideologi demokratik melalui "ekspansi tak terkendali serta perbudakan politik dan ekonomi pada negara-negara tetangganya."
Proses yang dijalani sebuah negara untuk menjadi anggota Uni Eropa bisa memakan waktu bertahun-tahun.
Kendati demikian, keputusan EU untuk menerima Ukraina dan Moldova sebagai calon anggotanya merupakan simbol niat kelompok negara Eropa tersebut untuk menjangkau lebih dalam ke bekas Uni Soviet.
Advertisement