Intelijen AS: Rusia Diam-Diam Kirim Uang Triliunan untuk Pengaruhi Politik Sejumlah Negara

Laporan Intelijen AS baru-baru ini menyebutkan bahwa Rusia mengirim sejumlah uang untuk kandidat dan partai politik di beberapa negara di dunia.

oleh Anissa Rizky Alfiyyah diperbarui 16 Sep 2022, 11:54 WIB
Diterbitkan 16 Sep 2022, 11:54 WIB
Ekspresi Vladimir Putin saat Perayaan 8 Tahun Rusia Merebut Krimea
Presiden Rusia Vladimir Putin menyampaikan pidatonya pada konser perayaan delapan tahun referendum tentang status negara bagian Krimea dan Sevastopol serta penyatuannya kembali dengan Rusia, di Moskow, Rusia (18/3/2022). (Ramil Sitdikov/Sputnik Pool Photo via AP)

Liputan6.com, Washington- Rusia dituding mengirim sekitar 300 juta dolar atau sebanyak 4,5 trilliun rupiah ke partai politik dan kandidat-kandidat asing ke lebih dari 24 negara sejak tahun 2014 untuk mempengaruhi mereka dalam bidang politik. Tudingan tersebut berdasarkan pernyataan intelijen Amerika Serikat pada hari Selasa 13 September 2022.

Intelijen AS "menilai bahwa hal itu merupakan angka minimum dan Rusia kemungkinan telah mentrransfer dana tambahan di luar itu secara diam-diam dalam kasus-kasus yang tidak terdeteksi," kata seorang pejabat senior pemerintahan.

"Kami pikir ini hanyalah puncak gunung es," kata pejabat yang tidak ingin disebutkan namanya itu, dilansir dari laman Channel News Asia, Jumat (16/9/2022).

Dalam salah satu kasus paling mengerikan yang dikutip dari laporan informasi intelijen AS tersebut, intelijen AS mengatakan bahwa duta besar Rusia di negara Asia yang tidak disebutkan namanya memberikan jutaan dolar kepada seorang kandidat presiden.

Analisis yang dideklasifikasi itu tidak memberikan rincian tentang negara-negara tertentu. Tetapi sebuah sumber administrasi yang mengetahui temuan tersebut menuduh bahwa Rusia menghabiskan sekitar US $ 500.000 atau sekitar 7,5 miliar rupiah untuk mendukung Partai Demokrat sayap kanan-tengah Albania dalam pemilihan 2017 dan untuk mendanai partai-partai atau kandidat di Bosnia, Montenegro, dan Madagaskar.

Sumber tersebut, yang tidak diperkenankan untuk berbicara dalam sebuah rekaman, mengatakan bahwa Rusia juga telah menggunakan Brussels sebagai pusat yayasan dan front lain yang mendukung kandidat sayap kanan, dan bahwa kedutaan Rusia di Ekuador dikirimi "uang dalam jumlah besar" dari tahun 2014 hingga 2017, tampaknya membawa misi untuk memengaruhi pemilihan umum.

Penilaian tersebut mengatakan bahwa Rusia telah menggunakan kontrak fiktif dan perusahaan cangkang di Eropa dan dengan jelas menyalurkan dana rahasia di Amerika Tengah, Asia, Timur Tengah, dan Afrika Utara.

Rusia kadang-kadang mengirim uang tunai tetapi juga telah menggunakan mata uang kripto dan memberikan hadiah-hadiah "mewah", katanya.

Amerika Serikat sedang membahas temuan ini dengan negara-negara yang terkena dampak langsung, kata pejabat administrasi.

Ancaman Terhadap Kedaulatan

Vladimir Putin Dilantik Jadi Presiden Rusia untuk Periode Keempat
Undangan bertepuk tangan saat Vladimir Putin akan dilantik sebagai presiden baru Rusia di Kremlin, Moskow, Rusia, Senin (7/5). Putin kembali menjadi Presiden Rusia setelah memenangkan 77 persen suara dalam pemilu. (AP Photo/Alexander Zemlianichenko, Pool)

Pejabat itu mengatakan Amerika Serikat juga membahas intelijen secara lebih luas dengan lebih dari 100 negara sebagai bagian dari "KTT Negara-Negara Demokrasi" yang digagas Presiden Joe Biden, sebuah inisiatif yang pertama kali dijanjikannya dalam kampanye tahun 2020 di mana dia mengalahkan Donald Trump, yang telah menolak untuk menerima hasilnya.

Pemerintahan Biden meminta kajian tersebut setelah invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari, yang mendorong upaya besar AS untuk mengisolasi Moskow dan mempersenjatai Kiev.

 Juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price mengatakan dugaan campur tangan Rusia dalam pemilu "juga merupakan serangan terhadap kedaulatan".

"Ini adalah upaya untuk mengikis kemampuan orang-orang di seluruh dunia untuk memilih pemerintah yang mereka anggap paling cocok untuk mewakili mereka," katanya kepada wartawan.

Kajian baru ini tidak mencakup politik domestik AS, tetapi intelijen AS sebelumnya mengatakan Moskow melakukan intervensi dalam pemilu 2016, terutama melalui manipulasi media sosial, untuk mendukung Trump, yang telah menyuarakan kekaguman terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin.

Ketika ditanya apakah pemerintah AS khawatir menjelang pemilihan kongres bulan November, Price mengatakan, "Setiap upaya yang mencampuri sistem demokrasi kita akan mendapat konsekuensi yang kuat dan tegas."

 

 

Strategi Rusia?

Joe Biden yang kini menang Pemilu Amerika 2020, bersama istrinya, Jill, berbicara dengan para pendukungnya pada 4 November 2020, di Wilmington, Delaware. (Andrew Harnik / AP)
Presiden AS Joe Biden. (Andrew Harnik / AP)

Sebuah demarche, atau pernyataan internal, dari Departemen Luar Negeri kepada misi-misi AS di seluruh dunia mengatakan bahwa Rusia memiliki strategi dua kali lipat - yang meningkatkan kekayaan kandidat yang disukai, tetapi juga memiliki pengaruh di dalam partai-partai politik.

"Hubungan tersembunyi antara partai-partai ini dan para dermawan Rusia mereka merusak integritas, dan kepercayaan publik terhadap, lembaga-lembaga demokrasi," kata pernyataan itu.

Para pejabat Rusia telah lama mengolok-olok tuduhan campur tangan AS, dan mencatat bahwa CIA memiliki sejarah panjang dalam mendukung kudeta di negara-negara seperti Iran dan Chile.

Pada tahun 2011, Putin disebut-sebut marah ketika Amerika Serikat menyuarakan dukungan moral bagi para pengunjuk rasa di sekitar Rusia yang menuduh adanya kecurangan pemilu.

Pejabat pemerintahan Biden menolak perbandingan apa pun antara tuduhan upaya Rusia dengan praktik kontemporer AS seperti mendanai pemantau pemilu dan kelompok pro-demokrasi non-pemerintah.

Bantuan AS transparan dan "kami tidak mendukung partai tertentu atau kandidat tertentu", kata pejabat itu.

"Ini adalah tentang tata kelola demokrasi dan upaya untuk membantu negara-negara demokrasi kita yang lain untuk memperkuat tata kelola demokrasi."

Laporan Intelijen AS: Rusia Beli Amunisi Artileri dari Korea Utara

Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan Presiden Rusia Vladimir Putin di Vladivostok, Kamis 25 April 2019 (Alexander Zemlianichenko / AP PHOTO)
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan Presiden Rusia Vladimir Putin di Vladivostok, Kamis 25 April 2019 (Alexander Zemlianichenko / AP PHOTO)

Sementara itu, hasil laporan intelijen AS beberapa minggu yang lalu menyimpulkan Moskow telah membeli amunisi artileri dari Korea Utara, demikian laporan yang dirilis oleh New York Times, menyusul laporan yang menyebutkan bahwa militer Rusia juga telah mulai menggunakan drone buatan Iran.

Pejabat pemerintah AS mengatakan kepada Times bahwa pembelian itu menunjukkan bahwa sanksi-sanksi yang dijatuhkan oleh pihak Barat terhadap Rusia mulai menggigit dan mengurangi kemampuan negara itu untuk mempertahankan invasinya ke Ukraina, yang Moskow sebut sebagai “operasi militer khusus.”

Laporan New York Times pada Senin (5/9) menyebutkan bahwa intelijen yang baru-baru ini dideklasifikasi itu tidak merinci apa saja yang dibeli, selain bahwa barang yang dibeli termasuk peluru artileri dan roket. Rusia diperkirakan akan membeli lebih banyak peralatan seperti itu, Times melaporkan.

Bulan lalu, seorang pejabat AS mengatakan kepada Reuters bahwa pesawat nirawak buatan Iran yang dibeli Rusia telah mengalami “banyak kegagalan.”

Pejabat itu mengatakan Rusia kemungkinan besar berencana untuk mengakuisisi ratusan kendaraan udara tak berawak (unmanned aerial vehicles/UAV) Mohajer-6 dan seri Shahed, seperti dikutip dari laman VOA Indonesia, Selasa (6/9/2022).

Ukraina baru-baru ini melancarkan serangan balasan di beberapa lokasi, termasuk di sekitar Kherson, yang diduduki Rusia sejak awal invasi. Dalam mempersiapkan serangan itu, pasukan Ukraina menyerang daerah pasokan Rusia, termasuk yang berisi artileri dan amunisi.

Selengkapnya di sini...

Infografis Amerika Serikat dan China Terancam Perang Dingin? (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Amerika Serikat dan China Terancam Perang Dingin? (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya