Liputan6.com, Vatikan Retorika nuklir terus terdengar dari Rusia di tengah invasi negara tersebut kepada Ukraina. Paus Fransiskus juga sudah menyorot ancaman perang nuklir ini. Ia pun mengutip ayat Injil agar pihak-pihak terkait tidak mengulang sejarah.
Pada perang nuklir sebelumnya, puluhan ribu orang kehilangan nyawa ketika bom atom dijatuhkan di Hiroshima-Nagasaki di Perang Dunia II.
Advertisement
Baca Juga
"Menghadapi bahaya perang nuklir, marilah kita belajar dari sejarah," ujar Paus Fransiskus via Twitter resminya, dikutip Senin (10/10/2022).
"Sebagaimana Injil mengatakan: 'tanyakanlah jalan-jalan yang dahulu kala, di manakah jalan yang baik, tempuhlah itu,'" jelas Paus Fransiskus.
Selain itu, Pontifex turut menyorot migrasi yang terjadi di Eropa akibat perang Rusia-Ukraina. Pontifex meminta agar masyarakat membuka hati mereka terhadap orang-orang yang lari dari perang, serta tidak melupakan Ukraina yang dicabik-cabik perang.
Presiden Zelensky: Ukraina Bersiap untuk Perang Nuklir dengan Rusia
Sementara, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan para pejabat Rusia telah mulai "mempersiapkan masyarakat mereka" untuk kemungkinan penggunaan senjata nuklir, tetapi menambahkan dia tidak percaya Rusia siap menggunakannya.
Dalam sebuah wawancara dengan BBC, Presiden Zelensky membantah telah mendesak pemogokan terhadap Rusia, mengklaim bahwa pernyataan sebelumnya telah salah diterjemahkan.
"Anda harus menggunakan tendangan pencegahan," katanya, merujuk pada sanksi, "bukan serangan", demikian seperti dikutip dari BBC, Sabtu (8/10).
Dalam beberapa pekan terakhir, tentara Ukraina telah merebut kembali petak-petak besar wilayah dalam serangan balasan yang sukses yang telah memaksa pasukan Rusia untuk meninggalkan posisi yang telah lama dipegang. Dalam apa yang digambarkan Kyiv sebagai tanggapan Moskow terhadap kekalahannya, Presiden Vladimir Putin telah memasukkan empat wilayah Ukraina yang sebagian diduduki.
Aneksasi, yang secara luas dianggap ilegal, telah menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan eskalasi dalam perang yang sudah berlangsung tujuh bulan ini.
Presiden Vladimir Putin dan pejabat senior Rusia lainnya telah menyarankan bahwa senjata nuklir - mungkin senjata taktis yang lebih kecil - dapat digunakan untuk mempertahankan daerah-daerah itu, meskipun para pejabat Barat mengatakan belum ada bukti bahwa Moskow siap untuk melakukannya.
Joe Biden Ungkap Ancaman Nuklir Rusia Jadi yang Terbesar Sejak Krisis Rudal Kuba 1962
Presiden Joe Biden mengatakan pada Kamis 6 Oktober 2022 bahwa risiko "Armageddon" nuklir berada pada tingkat tertinggi sejak Krisis Rudal Kuba pada 1962.
Ketika para pejabat Rusia berbicara tentang kemungkinan menggunakan senjata nuklir taktis setelah mengalami kemunduran besar-besaran dalam invasi ke Ukraina.
Berbicara pada penggalangan dana untuk Komite Kampanye Senator Demokrat, Biden mengatakan Presiden Rusia, Vladimir Putin adalah "orang yang saya kenal dengan cukup baik" dan pemimpin Rusia itu "tidak bercanda ketika dia berbicara tentang penggunaan senjata nuklir taktis atau senjata biologis atau kimia."
Biden menambahkan, "Kita belum pernah menghadapi prospek Armageddon sejak Kennedy dan Krisis Rudal Kuba."
Dia menyarankan ancaman dari Putin adalah nyata "karena militernya - bisa dibilang - secara signifikan berkinerja buruk."
Mengutip AP, Jumat (7/10), para pejabat AS selama berbulan-bulan telah memperingatkan prospek bahwa Rusia dapat menggunakan senjata pemusnah massal di Ukraina karena telah menghadapi serangkaian kemunduran strategis di medan perang.
Meskipun pernyataan Biden menandai peringatan paling keras yang belum dikeluarkan oleh pemerintah AS tentang taruhan nuklir.
Belum jelas apakah Biden merujuk pada penilaian baru tentang niat Rusia.
Namun, baru-baru ini, para pejabat AS mengatakan bahwa mereka tidak melihat adanya perubahan pada pasukan nuklir Rusia yang akan memerlukan perubahan dalam postur siaga pasukan nuklir AS.
"Kami belum melihat alasan untuk menyesuaikan postur nuklir strategis kami sendiri, kami juga tidak memiliki indikasi bahwa Rusia sedang mempersiapkan diri untuk segera menggunakan senjata nuklir," ujar sekretaris pers Gedung Putih, Karine Jean-Pierre pada Selasa 4 Oktober.
Advertisement
Menlu Retno Sebut Senjata Nuklir Seperti Dinosaurus
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengajak dunia agar tidak menggunakan senjata nuklir. Ucapan itu dibuat saat Menlu Retno menghadiri Sidang Umum PBB 2022.
Ia menganalogikan bahwa senjara nuklir sama seperti dinosaurus yang mestinya hanya ada di masa lalu.
"Seperti dinosaurus, senjata nuklir harus berada di masa lalu," ujar Melu Retno Marsudi melalui Twitter resminya, dikutip Selasa (27/9).
Pada Pertemuan Level Tinggi di Hari Internasional untuk Penghapusan Total Senjata Nuklir, Menlu Retno Marsudi mengajak agar pelucutan senjata nuklir tetap menjadi prioritas bersama, namun mendukung penggunaan energi nuklir secara damai.
Kebetulan, beberapa waktu lalu Presiden Rusia Vladimir Putin sempat disorot karena memakai retorika nuklir. Presiden Amerika Serikat Joe Biden ikut mengecam hal tersebut.
"Ketika integritas wilayah negara kita diancam, untuk melindugi Rusia dan rakyat kita, tentunya kita akan menggunakan segala cara yang bisa kita gunakan," ujar Presiden Rusia Vladimir Putin, dilansir AP News.
Saat ini, Rusia masih melanggar integritas wilayah Ukraina dengan cara invasi. Akan tetapi, Ukraina mulai melancarkan serangan balik yang kuat, dan Amerika Serikat berjanji akan terus memberi bantuan ke Ukraina.
Ucapan Presiden Vladimir Putin untuk menggunakan segala cara berarti tak terlepas dari kekuatan nuklir yang Rusia miliki.
"Sudah ada pengalaman di masa lalu," ujar jubir Kemlu RI Teuku Faizasyah beberapa waktu lalu. "Kita tidak ingin terjadi kehancuran serupa seperti yang pernah dialami masyarakat dunia di masa lalu."
Potensi Krisis Global Semakin Besar dengan Adanya Ancaman Perang Nuklir
G20 punya kekuatan besar untuk bisa mengatasi krisis global. Hal ini pernah terjadi juga pada krisis yang terjadi pada 2008. Namun memang, potensi krisis global kali ini lebih besar dengan adanya ancaman perang nuklir beberapa negara.
"Kita hadapi tantangan yang lebih besar lagi, karena ini ada ancaman perang nuklir," kata Presiden Persatuan Antar-Parlemen atau President of Inter-Parliamentary Union (IPU), Duarte Pacheco dalam pembukaan The 8th G20 Parliamentary Speaker's Summit (P20) di Gedung DPR-MPR, Jakarta, Kamis (6/10).
Duarte mengatakan, sebagai perkumpulan Parlemen Negara G20 harus bisa bertindak dan bertanggungjawab atas nama rakyat. Sebab menurutnya tidak akan ada pembangunan tanpa adanya perdamaian, begitu juga sebaliknya.
"Tidak ada kan ada perdamaian tanpa pembangunan dan tak ada pembangunan tanpa perdamaian," kata dia.
Pembangunan berkelanjutan juga harus menjunjung tinggi penghormatan terhadap kebebasan fundamental. Agar kebijakan tetap fokus untuk masyarakat, maka perlu bagi negara anggota G20 untuk memperbaharui komitmen bersama. Mulai dari isu kesetaraan gender hingga keterlibatan investasi untuk mengembangkan dimensi tata kelola global.
"Kami sudah bangun parlemen yang kuat dan akuntabilitas kerjasama dengan anggota kami dan ," kata dia.
Berbagai hal tersebut perlu dilakukan dengan komitmen dan tanggung jawab dalam rangka menghadapi tantangan global sekarang. Salah satunya dengan menjalankan fungsi anggaran dan pengawasan dalam rangka pelaksanaan G20. Sehingga bisa memenuhi tujuan dan visi G20.
Advertisement