Liputan6.com, Jakarta - Ketua BKSAP Dr. Fadli Zon (F-Gerindra) mewakili parlemen Indonesia memimpin dan menghadiri Sidang Komisi Politik pada hari kedua Sidang Umum ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) ke-43 di Phnom Penh, Kamboja (22/11/2022).
Fadli Zon bersama Wakil Ketua BKSAP Gilang Dhielafararez, S.H., LL.M. (F-PDIP) menyampaikan sejumlah usulan resolusi dan emergency item.
Baca Juga
Dalam keterangannya, seperti dikutip Rabu (23/11/2022), delegasi DPR-RI memperjuangkan satu usulan Draft Resolusi dengan judul “Enhancing Parliamentary Diplomacy on Maritime Security to Foster Regional Stability in Southeast Asia” (Memperkuat Diplomasi Parlemen dalam Keamanan Maritim untuk Meningkatkan Stabilitas Regional di Asia Tenggara), serta satu Emergency Item (Agenda Pembahasan Darurat) mengenai Krisis di Myanmar dengan judul “Parliamentary Diplomacy for the Implementation of Five-Point Consensus” (Diplomasi Parlemen Untuk Mendorong Implementasi 5 Poin Konsensus ASEAN).
Advertisement
Kedua usulan Indonesia diterima oleh Sidang Umum AIPA ke-43.
Resolusi “Memperkuat Diplomasi Parlemen dalam Keamanan Maritim untuk Meningkatkan Stabilitas Regional di Asia Tenggara”, delegasi DPR RI menekankan urgensi diplomasi parlemen mendorong peningkatan kerja sama parlemen ASEAN. Isu dan tantangan keamanan maritim semakin kompleks, mencakup keamanan tradisional maupun non-tradisional.
DPR menekankan juga pentingnya kerja sama dalam rangka menanggulangi Penangkapan Ikan yang bersifat Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) atau, praktik penangkapan ikan ilegal, tidak terlaporkan dan menyalahi aturan, juga kelestarian lingkungan laut di kawasan.
Khusus soal IUU, delegasi mendorong peningkatan kerja sama dalam penanggulangannya, serta penyelesaian segera negosiasi terkait Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) diantara negara-negara ASEAN.
Isu Myanmar
Sedangkan dalam Emergency Item mengenai pelaksanaan 5 Poin Konsensus, Ketua BKSAP menekankan pentingnya diplomasi parlemen agar konsensus tersebut segera di implementasikan sesuai komitmen Junta Militer Myanmar.
Seluruh Parlemen anggota AIPA yang hadir mendukung kedua usulan Delegasi Indonesia tersebut, serta berkontribusi aktif melalui masukan yang memperkaya substansi kedua resolusi.
Sebagai catatan, isu Myanmar selama ini menimbulkan resistensi yang cukup tinggi dari Parlemen ASEAN karena adanya prinsip non-intervensi yang berlaku di ASEAN.
Namun, krisis berkepanjangan di Myanmar sejak tragedi kemanusiaan yang menimpa warga Rohingya, hingga krisis akibat kudeta militer telah mambangkitkan kesadaran kolektif parlemen negara-negara ASEAN untuk bersikap.
Advertisement
Perjuangan Konsisten Delegasi DPR RI
Hal ini tak lepas dari perjuangan konsisten delegasi DPR RI selama kurang lebih 5 tahun beturut-turut.
"Sudah terlalu lama kita bersabar, sudah saatnya Parlemen ASEAN bersikap", demikian dijelaskan okeh Ketua BKSAP Dr. Fadli Zon. Sebagai ASEAN "Big Brother" sewajarnyalah Indonesia memiliki kepentingan yang tinggi terhadap isu-isu kawasan, khususnya Krisis di Myanmar.
Ketua BKSAP Dr. Fadli Zon dalam pernyataannya pada rapat menegaskan bahwa sudah saatnya sebagai organisasi parlemen se-Asia Tenggara, AIPA bersikap mengenai krisis berkepanjangan di Myanmar.
"Kita tak bisa mengorbankan stabilitas regional, di saat tantangan yang kita hadapi akan semakin berat di kawasan. Kita harus mendorong implementasi segera dari 5-Point Consensus (5 Poin Konsensus). Junta militer Myanmar harus memenuhi komitmen yang telah disepakati. Hak asasi manusia dan demokrasi di Myanmar harus ditegakkan termasuk proteksi terhadap anggota parlemen Myanmar yang dibubarkan," demikian ditegaskan oleh politisi Gerindra tersebut.