Liputan6.com, Jakarta Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) memberikan usulan untuk perubahan nama menjadi Dewan Keamanan Nasional (Wankamnas).
Hal ini disampaikan Sekretaris Jenderal Wantannas Laksdya TNI T.S.N.B Hutabarat saat rapat bersama dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (14/11/2024).
Advertisement
Baca Juga
"Kami memohon dukungan yang terhormat para anggota dewan untuk mendorong kelanjutan dari proses revitalisasi Wantanas RI menjadi Wankamnas RI," kata dia.
Advertisement
Menurutnya, proses revitalisasi itu sudah melalui proses selama empat tahun. Apalagi, usulan perubahan nama itu juga sudah masuk pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029
"Secara teknokratik usulan Wankamnas RI sudah masuk dalam produk RPJMN 2025 2029," ujar Hutabarat.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Ahmad Heryawan (Aher) menilai perubahan nama itu penting. Karena, hal ini untuk menempatkan Wantannas setara dengan lembaga serupa di berbagai dunia.
"Lembaga national security council itu kan lebih sesuai dengan Wankamnas dibanding Wantannas itu persoalannya. Sehingga, sangat penting harus segera ada Perpres atau Keppres terkait dengan perubahan nama dari Wantannas menjadi Wankamnas," pungkasnya.
Perdebatan
Anggota Komisi III DPR RI TB Hasanuddin bercerita terkait dengan tugas Dewan Keamanan Nasional (Wantannas) pada saat ini dan tahun 2012 lalu.
Hal ini disampaikan dalam rapat bersama antara Komisi I DPR RI dengan Sesjen Wantannas di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (14/11).
"Tahun 2012 itu, dari pemerintah waktu itu berdasarkan hasil dari diskusi antara DPR dengan Lemhanas, lalu diadakan seminar nasional. Dipimpin waktu itu oleh Bapak Presiden Pak SBY, lalu diusulkan lah produk waktu dari Lemhanas dibentuknya Dewan Keamanan Nasional dibawa lah draft itu ke Komisi I, karena keputusan dari pimpinan DPR, lalu dibuat Panja di Komisi I," kata Hasanuddin dalam rapat.
"Terjadi perdebatan ya, waktu itu sudah bagus sebetulnya yang dihasilkan dalam seminar di Lemhanas itu yang diprakarsai oleh Bapak Presiden SBY, clear ya. Tetapi, draft yang masuk menjadi versi-versi lain. Setelah dibuka dim-nya disini," sambungnya.
Karena, saat itu dirinya diminta untuk menjadi pimpinan dari Panitia Kerja (Panja, timbul ada tiga kelompok yakni dari TNI yang menghendaki Wantannas bersifat operasional.
"Bahkan pelakunya adalah satuan-satuan teritorial, Kodam, Korem, Kodim sampai ke bawah begitu dan itu di TNI pun lah, kok massa Angkatan Darat (AD) saja dipertanyakan oleh Angkatan Laut (AL) dan Angkat Darat (AD), jadi operasional," ucapnya.
"Yang kedua, versi yang kedua dari pihak Polri, walaupun waktu itu Kapolri-nya sudah tandatangan, mungkin untuk basa-basi waktu itu. Tetapi disini terjadi perdebatan, nah begitu. Yang ketiga, versi Lemhanas yang menurut hemat saya seperti berada di dalam seminar itu," tambahnya.
Â
Advertisement
Empat Faksi
Karena adanya perdebatan, ternyata menjadi ada empat faksi yaitu dari kelompok TNI, Polri, pemerintah dan dari DPR.
"Akhirnya, ya sudah saya meminta ditutup saja, begitu. Bahkan ketika sosialisasi kepada masyarakat sipil, terjadi pro dan kontra. Kata kuncinya dari LSM-LSM itu. Bahkan ketika sosialisasi kepada masyarakat sipil, terjadi pro dan kontra. Kata kuncinya, dari LSM-LSM itu jangan bersifat operasional," sebutnya.
Namun, jika melihat pada sekarang ini forum sidang koordinasi tertinggi Wantannas presiden. Hal ini pun dinilai sudah sangat bagus, dan mencontohkan dengan negara luar yakni Korea Selatan.
"Seperti di negara-negara lain seperti Nasional Security Korsel, ketika ada sebuah gejala, gejolak. Katakanlah seperti kemarin, ada yang namanya bencana kesehatan berupa Covid-19, ya sudah. Anggota dari Wantannas itu kumpul, lalu perintahkan untuk mengatasi dengan leadernya, kementerian terkait, Kementerian Kesehatan didukung oleh menteri-menteri lain," paparnya.
Â
Â
Reporter: Nur Habibie/Merdeka.com