Liputan6.com, Jenin - Seorang gadis Palestina berusia 16 tahun tewas setelah tentara Israel menyerbu Kota Jenin di Tepi Barat utara, kata petugas medis dan saksi mata Palestina.
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan bahwa gadis itu, Jana Zakarneh (16) dari kota Jenin, tewas setelah tujuh tembakan dari tentara Israel menghantamnya.
Baca Juga
Sumber lokal dan saksi mata mengatakan, pasukan khusus tentara Israel yang didukung oleh kendaraan lapis baja, menyerbu kota Jenin untuk menangkap dua warga Palestina.
Advertisement
Dua orang ini memang sudah diincar dan dicari oleh pasukan keamanan Israel karena terlibat dalam melakukan serangan terhadap Israel, dikutip dari Xinhua, Senin (12/12/2022).
Komunitas Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa empat warga Palestina yang terluka dievakuasi ke rumah sakit utama di kota tersebut.
Saksi mata mengatakan bahwa puluhan penembak Palestina bentrok dengan tentara Israel, yang menangkap dua buronan Palestina, mencatat bahwa baku tembak terjadi dengan beberapa ledakan di daerah tersebut.
Mereka mengatakan, setelah pasukan tentara Israel ditarik keluar dari K ota Jenin, warga menemukan gadis Palestina tewas di rumah keluarganya dengan tujuh peluru menyusup ke tubuhnya.
Belum ada komentar segera dari otoritas Israel tentang kematian gadis itu.
Menurut tokoh resmi Israel, serangan darat tentara Israel diintensifkan menyusul serangkaian serangan yang dilakukan oleh warga Palestina, yang menewaskan lebih dari 20 warga Israel di Israel dan Tepi Barat.
Angka resmi Palestina menunjukkan bahwa lebih dari 200 warga Palestina telah tewas sejak Januari, termasuk lebih dari 50 orang di Jalur Gaza.
Sebagian besar warga Palestina tewas di kota Jenin dan Nablus di Tepi Barat utara
Menlu AS Janji Menolak Aneksasi Israel
Pemerintahan Joe Biden menegaskan supaya Israel tidak lagi melakukan aneksasi ke Palestina. AS pun tidak akan memberi dukungan terhadap tindakan tersebut.
Dilaporkan VOA Indonesia, Senin (5/12/2022), Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada hari Minggu (4/12) bersumpah akan menentang pendudukan dan pencaplokan wilayah Tepi Barat oleh Israel, namun berjanji akan menilai pemerintahan Israel berikutnya di bawah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berdasarkan tindakan, bukan kepribadian sang pemimpin.
Netanyahu akan kembali berkuasa setelah menyepakati sebuah koalisi dengan gerakan sayap kanan ekstrem, termasuk Zionisme Keagamaan, yang akan diberikan tanggung jawab menangani masalah permukiman di wilayah Tepi Barat yang diduduki Israel.
Saat berbicara kepada J Street, kelompok advokasi AS pro-Israel yang progresif, Blinken memberikan ucapan selamat kepada pemimpin veteran Israel itu, meski sebelumnya pernah berselisih dengan pemerintahan Demokrat terdahulu di Washington.
“Kami akan mengukur pemerintah (Israel) berdasarkan kebijakan yang diambilnya alih-alih kepribadian individunya,” kata Blinken.
Namun ia mengatakan bahwa pemerintahan Presiden AS Joe Biden akan bekerja “tanpa henti” untuk mempertahankan “cakrawala harapan,” seredup apa pun itu, demi pembentukan negara Palestina.
"Kami juga akan terus menentang dengan tegas tindakan yang merusak prospek solusi dua negara, termasuk – namun tidak terbatas pada – perluasan permukiman, pergerakan untuk mencaplok wilayah Tepi Barat, gangguan terhadap status quo bersejarah tempat-tempat suci, pembongkaran dan penggusuran, serta hasutan untuk melakukan kekerasan,” ujar Antony Blinken.
Advertisement
Soal HAM
Terkait isu LGBT di Israel, Menlu Blinken mengatakan bahwa pemerintahan Biden akan menunrut “prinsip-prinsip inti demokrasi, termasuk penghormatan hak-hak warga LGBTQ dan penegakan keadilan yang setara untuk semua warga Israel.”
Kelompok sayap kanan dalam koalisi Netanyahu akan mencakup Noam, yang pemimpinnya, Avi Maoz, sangat menentang hak-hak LGBTQ.
Netanyahu dengan cepat mengatakan bahwa pawai Pride di Yerusalem, pawai kelompok LGBTQ, akan tetap dilakukan. Kebijakan Netanyahu bertentangan dengan Maoz yang berjanji akan membatalkannya.
Sementara pemimpin Zionisme Keagamaan Itamar Ben-Gvir, yang akan memegang peranan penting dalam koalisi Netanyahu, merupakan pendukung setiap pendudukan Yahudi dan pernah memajang foto Baruch Goldstein di ruang tamu rumahnya, sosok yang membantai 29 jemaah Palestina di Masjid Hebron pada 1994.
Pemilu 1 November lalu merupakan pemilu Israel yang kelima dalam kurang dari empat tahun terakhir. Pemilu itu dilangsungkan setelah runtuhnya beraneka ragam koalisi yang berusaha mencegah Netanyahu naik kembali di tengah berbagai skandal yang melilitnya.
PM Yair Lapid Minta 50 Negara Gagalkan Mahkamah Internasional Keluarkan Opini Israel Jajah Palestina
Mahkamah Internasional (ICJ) akan mengeluarkan opini tentang penjajahan Israel terhadap Palestina. Upaya mendapatkan pertimbangan ICJ itu saat ini tengah dilakukan Palestina di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Perdana Menteri Israel Yair Lapid pun meminta lebih dari 50 kepala negara, termasuk Inggris dan Prancis, untuk menekan Otoritas Palestina yang dianggapnya menjalankan kekuasaan tanpa batas di Tepi Barat, wilayah yang diduduki Israel.
Lapid juga meminta mereka mencegah Palestina mendorong pengesahan resolusi soal opini ICJ itu di tingkat Majelis Umum PBB. Resolusi itu sendiri sudah disetujui di tingkat komite PBB pada November 2022.
Resolusi tersebut berisi permintaan agar ICJ "segera" memberikan pertimbangan soal "pendudukan berlarut-larut, permukiman, dan pencaplokan wilayah Palestina" oleh Israel. Tindakan Israel tersebut, seperti yang disebutkan dalam resolusi, merupakan pelanggaran atas hak Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri.
Lapid mengatakan, status wilayah yang disengketakan seharusnya diselesaikan melalui perundingan langsung antara Israel dan Palestina. Menurut dia, membawa masalah itu ke ICJ, "hanya akan menguntungkan para ekstremis."
Israel pada 1967 mencaplok Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur --daerah-daerah yang diinginkan Palestina menjadi bagian dari negaranya kelak-- saat perang Timur Tengah. Rangkaian perundingan Israel-Palestina yang didorong Amerika Serikat menemui jalan buntu pada 2014.
Para anggota senior partai-partai Israel, yang kemungkinan akan membentuk pemerintahan koalisi, telah menentang upaya pendirian negara Palestina.
Advertisement